IQNA

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

7:47 - July 25, 2016
Berita ID: 3470556
Tilawah Al-Quran di keluarga Al-Minshawi laksana sebuah jurusan yang kokoh; dari Sayid Taib al-Minshawi, kakek keluarga ini sampai Siddiq Mahmud, cabang terkecil keluarga, kesemuanya adalah penjaga warisan bernilai, dengan dalih keagungan Al-Quran.

Menurut laporan IQNA, tilawah Al-Quran di rumah keluarga Al-Minshawi laksana sebuah jurusan yang kokoh; dari Sayid Taib al-Minshawi, kakek keluarga Suhaji yang memulai penulisan Al-Quran dengan khatnya sampai Syaikh Siddiq al-Minshawi, qori terkemuka Al-Quran, Ahmad, saudara Siddiq, Muhammad Siddiq al-Minshawi dan demikian juga dua saudara lainnya Ahmad dan Mahmoud dan yang terakhir Siddiq Mahmud, anggota keluarga terkecil, kesemuanya cabang-cabang keluarga mumpumi Al-Quran keturunan Al-Minshawi, yang menjaga warisan berharga dengan dalih keagungan Al-Quran.

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

Dalam laporan ini akan mengupas beografi individu-individu keluarga Qurani ini, yang sampai sekarang telah melahirkan 20 qori Al-Quran.

Siddiq Al-Minshawi

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

Siddiq al-Sayid Taib al-Minshawi lahir pada tahun 20 April 1898 di pusat al-Minshat propinsi Suhaj. Al-Quran bagi keluarga keturunan Mesir Hulu ini sangat tidak asing, karena ayah Siddiq yakni Syaikh Taib adalah kaligrafer Al-Quran dan naskah khatnya masih tetap tersimpan di perpustakaan Suhaj Mesir. Siddiq al-Minshawi menghafal Al-Quran di usia 9 tahun dengan bantuan ayahnya dan setelah itu ia diundang di semua majelis Qurani Mesir Hulu dan melakukan tilawah. Ia termasuk qori partama yang mampu menguasai qiraat sepuluh Al-Quran dan mendapatkan popularitas lebih di Mesir Hulu. Siddiq al-Minshawi meninggal pada bulan Maret tahun 1984.

Ahmad al-Sayid Taib al-Minshawi

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

Ahmad al-Sayid Taib al-Minshawi, saudara Syaikh Siddiq senantiasa menyertainya dalam pelbagai acara saat diundang untuk membaca Al-Quran. Ia memiliki suara yang merdu dan suara merdu inilah yang menyebabkan ia berkali-kali melakukan pelbagai lawatan ke luar Mesir, meski ia sendiri tidak terlalu menghendaki lawatan-lawatan tersebut, sampai pada akhirnya raja Faruk, raja mesir mengundangnya untuk melakukan tilawah Al-Quran di istana Abidin. Syaikh Ahmad memenuhi undangan tersebut dan mentilawah pada jam yang sudah ditentukan; qiraat yang luar biasa yang menghipnotis para penonton yang hadir dalam acara tersebut dan memaksa raja Faruk berfikir bagaimana ia bisa menghisap shisa dalam sebuah masjid yang dilantunkan ayat Al-Quran dengan seindah ini? Karena hal ini tidak selaras dengan tabiat bacaan Al-Quran; dan dari situlah ia memerintahkan setelah itu tidak diperbolehkan lagi untuk mengisap shisa saat tilawah Al-Quran; sebuah perintah dimana Syaikh Ahmad meminta raja Faruk supaya menjalankan juga hukum ini di semua kedai kopi Mesir.

Muhammad Siddiq al-Minshawi

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

Pada tahun 1920, Syaikh Siddiq al-Sayid Taib al-Minshawi memiliki keturunan pertama bernama Muhammad. Ia mengambil berkah nama ini dari nama Rasulullah (Saw) supaya dapat memasuki lembah Al-Quran dan menemukan sair suluknya. Muhammad menghafal Al-Quran sedari 8 tahun dan populer setelah beberapa kali melakukan tilawah di Mesir Hulu dan suaranya juga sampai ke luar daerah tersebut. Kemudian ia kembali ke Minshat dan menyertai ayah dan pamannya di majelis-majelis Al-Quran setiap malam. Sampai pada akhirnya ia diundang sendirian di satu malam tahun 1952 di propinsi Suhaj, dan setelah acara ini dan untuk berikutnya Muhammad Siddiq mendapatkan nama dan popularitas.

Syaikh Siddiq al-Minshawi mendapatkan pelbagai piagam dari pelbagai negara seperti Indonesia, Suriah, Lebanon dan Pakistan dan meski terserang penyakit aterosklerosis (peradangan) pada tahun-tahun terakhir umurnya, dimana para dokter melarangnya untuk melakukan tilawah Al-Quran karena upaya berlebihan dalam menarik tenggorokan dan melanjutkan kegiatan-kegiatannya sampai hari-hari terakhir kehidupannya. Ia meninggal di usia 49 tahun pada tanggal 20 Januari, dimana selama umurnya ia telah melakukan tilawah di 150 majelis Al-Quran dan juga suaranya direkam untuk radio.

Ahmad Siddiq al-Minshawi

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

Ahmad Siddiq al-Minshawi saudara kecil Muhammad. Ia lahir pada bulan April tahun 1930 dan mengikuti jejak keluarganya.

Ahmad memiliki suara yang merdu, sampai pada batas sebagian para pemuka Kairo menentukan upah untuknya dan memintanya untuk mengajar Al-Quran. Ahmad meninggal pada bulan Maret tahun 1947 di usia remaja karena sebuah insiden memilukan, bahkan sebelum sempat untuk merekam suaranya.

Mahmud Siddiq al-Minshawi

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

Mahmud Siddiq al-Minshawi putra ketiga Siddiq al-Sayid Taib al-Minshawi. Ia lahir pada tanggal 30 Oktober 1943 dan ia juga mengikuti jejak seperti anggota keluarga lainnya. Muhammad menyertai ayahnya di pelbagai majelis Al-Quran dan pelbagai program keharmonisan malam hari dengan Al-Quran dan lambat laun ia tertarik untuk melantunkan tilawah Al-Quran. Ia menghafal saat usia 8 tahun dan memasuki radio di usia mudanya dan ia pun akhirnya melakukan tilawah program qiraat pertama radionya; yang menarik untuk diketahui adalah pertama-tama komite media dikarenakan kedekatannya dengan Muhammad Minshawi, ia mengatakan bahwa lantunan di radio bukanlah warisan, karenanya ia mengutarakan banyak pertanyaan-pertanyaan dalam interviewnya dengan Mahmud seputar tajwid Al-Quran sampai jumlah pertanyaan tersebut mencapai 30 pertanyaan dan ia menjawabnya dengan sukses dan ia dikategorikan sebagai qori radio terkemuka dan sekarang ini tilawah lengkap Al-Qurannya direkam di studio radio dan dapat diakses.

Di awal kinerja, Mahmud melantunkan tilawah sangat mirip dengan Syaikh Muhammad al-Minshawi sampai pada batas para pendengar sangat sukar untuk membedakan antara keduanya, sehingga ia berkeputusan untuk mempesembahkan gaya khususnya untuk tilawah Al-Quran; sebuah gaya dimana masyarakat Mesir di seluruh penjuru dunia ini, terkhusus Mesir Hulu masih mengikutinya. Meski ia berumur 73 tahun, sampai sekarang ia telah melakukan lawatan ke pelbagai negara Arab dan Barat untuk mentilawah Al-Quran.

Siddiq Mahmud Siddiq al-Minshawi

Keluarga Al-Minshawi dan Sebuah Warisan dengan Dalih Keagungan Al-Quran

Siddiq Mahmud Siddiq al-Minshawi lahir pada bulan Januari tahun 1979 di kota Kairo. Meski bukanlah anak sulung, namun ayahnya berkeputusan nama kekeknya disematkan di samping nama anak ini sehingga nama kakek mereka berkesinambungan dalam keluarga Qurani al-Minshawi.

Kakek Siddiq melihat kecintaan Al-Quran pada cucunya sedari kecil, karenanya ia mengirimnya ke sebagian para guru besar Suhaj untuk menimba hukum-hukum tajwid dan qiraat dan Siddiq dapat menghafal seluruh Al-Quran di usia 10 tahun. Ia juga melanjutkan belajarnya di fakultas bahasa dan sastra Arab universitas Ain Syams, ia juga mempelajari bahasa-bahasa lain, seperti Inggris, Jerman dan Perancis. Karenanya ia juga banyak melakukan lawatan ke pelbagia negara.

Sebagaimana Syaikh Siddiq mendorong dua putranya untuk melantunkan tilawah Al-Quran, Mahmud juga membarengi putranya, Siddiq di pelbagai program Al-Quran; sampai pada akhirnya di salah satu majelis tersebut, Ustad Mahmud al-Minshawi sangat terpukau dengan tilawahnya sementara Siddiq belum genap 11 tahun, dan ia merasa yakin bahwa ketertarikan keluarga mereka terhadap Al-Quran tidak akan terpisahkan.

http://iqna.ir/fa/news/3517035

Kunci-kunci: keluarga ، al-quran ، siddiq al-minshawi
captcha