Menurut laporan IQNA dilansir dari situs Arakan, serangan militer Myanmar terhadap minoritas muslim di Rohingya di Myanmar, yang dimulai pada 25 Agustus tahun lalu, disertai dengan pengungsian dan terlantarkannya ribuan minoritas ini.
Muslim Rohingya, meski menghadapi kesukaran dan kesulitan, sementara mereka melewatkan kehidupannya dengan bantuan kelompok amal di kamp pengungsi "Cox's Bazar" (wilayah perbatasan Bangladesh dan Myanmar), namun mereka masih tetap berpuasa sebagai salah satu urusan wajib Islam ditaati.
Hashem adalah anak Rohingya yang ingin melewatkan bulan Ramadhan di desanya. "Ikan-ikan itu adalah makanan utama saat buka puasa Ramadhan, dan pada bulan ini, keluarga memberi hadiah satu sama lain dan beristirahat di bawah naungan pepohonan sebelum salat Isya dan menghadiri masjid," katanya saat wawancara dengan Agence France-Presse (AFP).
Dia, yang berusia kurang dari 12 tahun dan duduk di sebuah bukit di Cox's Bazar, menggambarkan Ramadhan sebagai pengingat semua yang hilang ke Bangladesh dan mengatakan, "Kami tidak dapat membeli hadiah atau bahkan memiliki makanan enak di sini. Karena ini bukan rumah kita. "
Anak Rohingya ini menunjukkan keindahan Ramadhan yang sederhana di desanya dan berkata: "Kami berbuka puasa setiap malam bulan Ramadhan, bersama dengan keluarga dan teman-teman, pada nampan-nampan berisikan daging dan ikan yang dimasak hanya sekali setahun, dan memakai minyak wangi bertepatan dengan tibanya bulan Ramadhan, namun di sini kami tidak dapat melakukan ini karena kami tidak memiliki uang atau tanah tempat kami bekerja dan kami bahkan tidak diizinkan untuk bekerja. "
Perlu diketahui sejak serangan tentara Myanmar dan milisi Buddha terhadap minoritas muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar pada Agustus lalu, hampir 700.000 muslim telah kabur ke Bangladesh, di mana serangan itu telah menghadapi kecaman di seluruh dunia dan PBB menyebutnya sebagai pembersihan rasial itu.
http://iqna.ir/fa/news/3715967