Selain meraih IPK nyaris sempurna 3.97, Diana, demikian panggilan akrabnya juga berhasil menghafal 30 juz Alquran. Hafidzah putri dari bapak Aimadudin dan ibu Mukhlisah ini juga telah mengikuti berbagai perlombaan dalam bidang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ). Ia pun meraih beberapa prestasi, salah satunya Juara I dalam Festival Alquran Perguruan Tinggi Muhammadiyah – Aisyiyah Tingkat Nasional.
Menurut Diana, mengikuti perlombaan sejenis MTQ menjadi salah satu resep untuk menjaga hafalannya. “Selain itu, setiap harinya muroja’ah setengah juz setelah shalat subuh dan shalat magrib. Sebulan sekali saya juga ikut kegiatan sema’an yang ada di Kota Malang dan muroja’ah di UKM MTQ,”.
Kecintaan Diana pada Alquran diakuinya tidak muncul begitu saja. Kisah ini bermula saat dirinya berusia 12 tahun dan mulai bersekolah di pesantren tahfidz SMP IT Ibnu Abbas Klaten, Jawa Tengah. Sang ayah menginginkan putri ke tiga dari lima bersaudara ini, menjadi penghafal Alquran. Namun sayang, Diana tidak memiliki ketertarikan yang sama.
“Sebelumnya saya hanya ingin masuk pesantren saja, tidak ada keinginan untuk menghafal. Akan tetapi, karena disana diwajibkan untuk menghafal, akhirnya saya memaksa diri. Ternyata enjoy dan mampu menyelesaikan hingga akhir,” tutur Diana.
Tidak sedikit bagi para penghafal Alquran merasakan sulitnya berkomitmen untuk menjaga hafalan. Hal ini juga diakui Diana. Menurutnya,menjaga hafalan, tidak bisa hanya sesekali saja tanpa diulang-ulang. Semua juga harus diamalkan. Selain itu, manajemen waktu dan kemampuan menyeimbangkan ritme aktivitas sehari-hari juga menjadi kunci, agar aspek lain seperti dunia akademik misalnya, tidak terbengkalai. “Berbagai cara harus dilakukan,” tambah Diana yang juga kerap diminta menjadi juri dalam berbagai perlombaan tahfidz.
Usai menyelesaikan studi strata 1, Diana berharap bisa segera meneruskan ke jenjang Strata 2 Jurusan Keguruan Bahasa Arab. Ia juga ingin ilmu yang dimilikinya segera dapat diamalkan segera dengan maksimal. Kelak suatu hari, ia pun berkeinginan untuk menjadi Direktur Sebuah Pondok Tahfidz.
“Setidaknya jadi istri direktur pondok. Punya yayasan, lalu mengembangkannya seperti Ayah. Ayah sendiri mengelola Yayasan Rahmatan lil Alamin, dari PAUD IT, TK IT, sama SD IT Cinta Islam. Saya sekarang sevisi sama ayah, kalau di dalam Alquran, ini jalanku untuk menyeru kepada Allah. Terutama ketika melihat lingkungan rumah. Saya dan ayah ingin mendidik lingkungan sekitar kami dengan Alquran,” pungkasnya. (bel/can/sil)
http://www.umm.ac.id/id/berita/cinta-al-quran-hafidzah-ini-sabet-gelar-wisudawan-terbaik.html