IQNA

Wawancara Khusus dengan Al Jazeera:

Bagaimana Kecintaan Mahathir Mohamad Berubah Menjadi Kebencian terhadap Inggris

16:23 - April 06, 2020
Berita ID: 3474105
TEHERAN (IQNA) - Dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera, mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad menjelaskan bagaimana, di masa mudanya, perasaan positif dan kekagumannya terhadap Inggris berubah menjadi kebencian dan kemarahan terhadap negara ini.

Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, dalam sebuah wawancara dengan program Shahid Ala al-Asr dari Al Jazeera, menuturkan konspirasi jahat Inggris terhadap negaranya sebagai alasan perubahan ketertarikannya pada Inggris menjadi kebencian terhadap negara tersebut.

"Seperti kebanyakan orang Malaysia, saya mendukung Inggris ketika saya masih di sekolah, karena pada saat itu mereka melihat banyak perbedaan antara pemerintah otoriter di negara mereka, yang telah mengambil alih semua kekayaan Malaysia, dan penjajah Inggris di Malaysia," katanya.

Lebih lanjut, Mahathir Mohamad menambahkan: Seperti kebanyakan rekan-rekannya, dia belajar di sekolah-sekolah Inggris karena kedisiplinan dan keteraturan yang dia lihat dari Inggris. Ia belajar sejarah dan budaya Inggris, dan mengira mereka adalah bangsa yang tak terkalahkan, tetapi ketika Jepang mengalahkan Inggris dan memaksa mereka meninggalkan Malaysia, maka imajinasinya pun hancur.

“Pada saat itu, saya menyadari bahwa Inggris mungkin juga dikalahkan oleh negara dan tentara Asia, dan saya menyadari bahwa Jepang lebih disiplin dan memiliki rencana yang lebih baik daripada Inggris,” katanya.

Tapi itu bukan satu-satunya alasan untuk perubahan citra Inggris di benak Mahathir Mohamad, seorang pemuda di tahun 1940-an. Masyarakat Melayu merasakan bahwa Inggris sedang menghina mereka dan melihat mereka seperti orang yang malas dan tidak dapat dipercaya, dan pada saat yang sama mendorong warga Cina dan India untuk datang dan tinggal di Malaysia serta memberikan mereka jauh lebih banyak hak pendidikan dan hak kerja daripada hak yang diberikan kepada pemilik asli tanah, orang Melayu.

Mahathir Mohamad kemudian menjelaskan bahwa orang Melayu sepenuhnya memahami konspirasi Inggris terhadap mereka ketika mereka melihat upaya Inggris untuk mendukung Persatuan orang Melayu. Persatuan, yang berupaya untuk memisahkan orang Melayu dan membuka jalan bagi minoritas Tionghoa dan India, berupaya mengubah negara itu menjadi kota kecil internasional yang mengikuti pemerintah Inggris, persis seperti yang mereka lakukan dengan Palestina; ketika orang-orang Yahudi dari seluruh dunia didorong untuk datang ke situ dan mendukung mereka dalam menguasai semua aspek kehidupan melawan warga Palestina sebagai pemilik asli tanah.

Tetapi para cendekiawan Melayu mengetahui konspirasi Inggris dan menentang Persatuan orang Melayu, dan itu adalah awal Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO) yang menghantarkan kemerdekaan Malaysia, dan memaksa Inggris untuk meninggalkan Malaysia dan mengakhiri kolonial mereka pada tahun 1975. (hry)

 

3889561

captcha