IQNA

Klaim Al Khalifa dalam Perealisasian Perdamaian Bertentangan dengan Penindasan terhadap Perempuan

17:15 - September 19, 2020
Berita ID: 3474607
TEHERAN (IQNA) - Seorang peneliti di Asosiasi Hak Asasi Manusia Bahrain mengatakan: “Klaim Al Khalifa atas perdamaian dan keamanan di kawasan itu bertentangan dengan skala agresi terhadap perempuan Bahrain.”

Kantor media kebangkitan Islam Bahrain di Iran melaporkan, Elham Shakeri, seorang peneliti di Bahrain Human Rights Association (BFHR), pada Rabu malam (16/9), pada sesi ketiga dari rangkaian webinar perempuan Asyura dalam bahasa Inggris, dengan menekankan bahwa klaim pemerintah Bahrain untuk perdamaian, keamanan dan koeksistensi secara damai di wilayah tersebut tidak selaras dengan kekejaman yang terjadi terhadap perempuan Bahrain selama dekade terakhir, mengatakan: “Sejak awal krisis politik di Bahrain tahun 2011 hingga saat ini, metode-metode penindasan kebebasan telah meluas ke berbagai tingkatan dan bentuk, diantaranya di tingkat keamanan, politik, hukum, peradilan dan media.”

“Penekanan resmi di Bahrain tidak terbatas pada kelompok tertentu, tetapi mencakup kaum muda, orang tua, perempuan dan anak-anak. Pelanggaran hak-hak perempuan Bahrain juga terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk: pembunuhan ilegal, pemecatan sewenang-wenang, penyiksaan dan penganiayaan, penahanan sewenang-wenang, pengadilan yang tidak adil, diskriminasi dalam beasiswa dan pekerjaan,” tegas Shakeri.

Peneliti Asosiasi Hak Asasi Manusia Bahrain kemudian mengisyaratkan: Dari 2011 hingga akhir Juni 2020, lebih dari 300 perempuan Bahrain, termasuk delapan gadis, ditahan. Lebih dari 200 mahasiswi dari universitas dan lebih dari 380 perempuan dari pekerjaan mereka baik di ranah publik maupun swasta juga telah dipecat karena alasan politik, dan beberapa dari mereka telah diadili.

Dengan mengisyaratkan bahwa perempuan Bahrain juga menjadi target pembunuhan ilegal, Shakeri mengatakan: “Sejauh ini, lebih dari 10 perempuan telah kehilangan nyawa mereka, termasuk Bahiya al-Aradi, yang syahid ditembak langsung pada hari-hari awal pemberontakan Bahrain oleh pasukan tentara Bahrain.”

Dia menekankan bahwa di penjara-penjara Bahrain, untuk mendapatkan pengakuan palsu dari narapidana, mereka dianiaya dan diancam dengan pelecehan seksual anggota keluarga perempuan mereka, termasuk pasangan, saudari perempuan, dan bahkan ibu mereka, sebagaimana dibuktikan oleh laporan komite penyelidik independen Bahrain (Basyouni).

Elham Shakeri menambahkan: Selama bertahun-tahun, lebih dari 5.000 rumah dan properti pribadi telah diserang oleh berbagai pasukan keamanan, yang disertai dengan penghinaan dan pelecehan terhadap pemilik rumah, terutama perempuan. Dalam laporan komite Basyouni disebutkan bahwa “(Ketika menyerang rumah di tengah malam) perempuan tidak diperbolehkan menutupi tubuh mereka, dan ini membuat mereka merasa tertekan dan terhina karena keyakinan agama mereka.”

Shakeri kemudian menyebut Zakia al-Barbouri, seorang tahanan politik saat ini di Bahrain, mengatakan: “Al-Barbouri adalah seorang insinyur kimia berusia 32 tahun yang ditangkap pada 18 Mei 2018, menyusul serangan ilegal oleh 15 pasukan keamanan bertopeng di rumah mereka sekitar pukul 3 pagi. Dia diadili atas dasar pengakuan yang diperoleh darinya di bawah penyiksaan, dan kewarganegaraannya dicabut, tetapi kemudian dikembalikan lagi. Zakia secara diam-diam diculik selama dua minggu dan kemudian menghabiskan sekitar satu bulan di sel isolasi. Petugas dari unit investigasi kriminal mengancam akan menahan saudara-saudaranya dan melarang Al-Barouri menerima perawatan medis yang urgen. Dia menjadi sasaran interogasi-interogasi yang menghina. Di antara hak-hak yang dirampasnya adalah pembatasan mengunjungi keluarganya dan haknya untuk menghabiskan waktu di luar sel.”

Perwakilan dari Asosiasi Hak Asasi Manusia Bahrain juga mengisyaratkan pada kasus Ebtesam Al-Sayegh, seorang pembela hak asasi manusia Bahrain, dan berkata: “Dia disiksa dan dilecehkan secara seksual oleh anggota Dinas Keamanan Nasional Bahrain selama penangkapan dan interogasinya pada Mei 2017. Selanjutnya, pada Juli 2017, petugas keamanan bertopeng menggerebek rumahnya dan menangkapnya menyusul publikasi tweet dan pemberitahuan tentang penganiayaan terhadap para tahanan perempuan di penjara perempuan di daerah Isa Town. Al-Sayegh mengalami kondisi yang sangat sulit dan martabat manusianya dihancurkan serta dia disiksa dan dianiaya.” (hry)

 

3923579

captcha