Menurut laporan IQNA dilansir dari Aljazeera, kemarin, pemerintahan Trump menambahkan enam negara; Eritrea, Kyrgyzstan, Myanmar, Nigeria, Sudan, dan Tanzania ke dalam daftar larangan perjalanan ke Amerika Serikat, dan dengan demikian jumlah negara ini menjadi 13.
Kelompok hak asasi manusia telah mengecam peningkatan jumlah negara termasuk larangan bepergian ke Amerika Serikat. Dalam pandangan mereka, rencana tersebut telah menjadikan undang-undang imigrasi sebagai alat untuk mempromosikan anti-asing dan propaganda pemerintahan Trump.
Berdasarkan undang-undang, yang berlaku mulai 21 Februari tahun ini, Amerika Serikat melarang penerbitan visa yang dapat menyebabkan status penduduk permanen.
Menurut para aktivis hak asasi manusia, pemerintahan Trump berupaya melanjutkan kebijakan pelaksanaan kebijakan hegemonic untuk orang kulit putih dan pendekatan diskriminatifnya yang menghakimi manusia berdasarkan agama, kebangsaan, dan status imigrasi.
Pengacara provinsi, Khawira Jamil mengatakan pemerintahan Trump terus menggunakan sarana undang-undang imigrasi sebagai alat untuk memperluas propaganda anti-asingnya.
American Civil Liberties Union (ACLU) demikian juga mengatakan larangan bepergian Muslim ke Amerika Serikat harus dicabut, bukan malah menambahkan negara yang lainnya.
Omar Judat, direktur Proyek Hak Keimigrasian di American Civil Liberties Union, mengatakan Trump menggunakan larangan bepergian sebagai cara untuk menjalankan kepercayaan fanatismenya dengan melarang perjalanan warga sejumlah negara baru.