
Sebuah investigasi yang diluncurkan oleh The Guardian telah menyoroti beberapa tindakan kejam yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel selama serangan terakhir mereka ke kamp pengungsi Nur Shams di provinsi Tulkarm.
Kamp tersebut, yang terletak di pinggiran Tepi Barat yang diduduki dekat wilayah pendudukan ’48, menjadi tempat penjara pendudukan Inggris sebelum berdirinya rezim Israel. Dengan masuknya terus-menerus warga Palestina yang mengungsi secara paksa, Nur Shams menjadi kamp pengungsi yang menampung keluarga-keluarga Palestina yang melarikan diri dari pendudukan brutal “Israel”.
Upaya Israel untuk membersihkan Tepi Barat secara etnis dan meyahudikan wilayah tersebut hingga merugikan penduduk setempat dan pengungsi Palestina telah menyebabkan Tepi Barat utara, termasuk Tulkarm dan kamp Nur Shams, membangun gerakan perlawanan bersenjata sebagai tanggapan, yang membahayakan proyek ekspansionis “Israel”.
Selama beberapa tahun terakhir, agresi Israel di Tepi Barat tidak pernah berhenti, dan semakin intensif sejak 7 Oktober, menyusul perang Israel di Gaza.
Sekarang, komando politik dan militer Israel melancarkan agresi berskala paling luas di kota-kota di Tepi Barat utara, dengan tujuan untuk memberi pukulan keras warga Palestina yang menolak status quo saat ini.
Tentara pengecut menggunakan anak-anak sebagai Perisai Manusia
Kisah Malak Shihab, seorang gadis berusia 10 tahun, merupakan perwujudan taktik kekerasan yang digunakan oleh pasukan pendudukan selama penggerebekan dan penyerangan di kota-kota di Tepi Barat yang diduduki.
Malak, yang hadir di rumah bibinya yang sederhana di kamp pengungsi, mengalami kekerasan ini secara langsung. Selama penggerebekan di rumah tersebut, pasukan pendudukan secara paksa mengusir seorang ibu dan empat anaknya tetapi menangkap Malak.
Dalam pertunjukan kekejaman rezim tersebut, mereka melepaskan seekor anjing penyerang untuk mengintimidasinya dan kemudian menggunakannya sebagai tameng manusia. Di bawah ancaman anjing tersebut, Malak dipaksa untuk membuka setiap pintu di rumah tersebut sementara pasukan melakukan penggeledahan.
Meskipun Malak memohon untuk ditemani ibunya, pasukan Israel yang menyerbu rumah itu hanya membalas dengan kata-kata berikut, “Buka pintunya!”
Karena tidak dapat membuka salah satu pintu di rumah itu, gadis berusia 10 tahun itu membenturkan kepalanya ke pintu itu karena putus asa.
“Saya tidak tahu mengapa. Saya hanya ingin pintu itu terbuka,” katanya, seperti dikutip oleh The Guardian.
Pasukan pendudukan kecewa karena mereka tidak dapat menemukan satu pun target mereka di rumah itu, tetapi mereka berhasil meneror keluarga Palestina lainnya.
Seperti yang biasa terjadi, komando militer Israel menolak laporan Malak tentang kejadian tersebut, menolak untuk bertanggung jawab atas terorisme sistematis yang dilakukan oleh pasukan Israel.
“Setiap kali pasukan itu masuk, semakin banyak anak-anak di Nur Shams yang menjadi korban kekerasan,” tulis The Guardian. (HRY)
Sumber: arrahmahnews.com