Dalam wawancara dengan IQNA, Roghayeh Ezadi, dosen Jurusan Ilmu Pengetahuan Islam Universitas Azad, menjelaskan "Rahmatan lil Alamin/ Rahmat bagi seluruh alam" sebagai salah satu sifat Nabi Islam (saw) dan berkata: Menurut ayat 107 dari surah Al-Anbiya, "Rahmat bagi seluruh alam" adalah salah satu sifat Nabi Islam (saw) yang mana Allah berfirman: "Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam".
Dalam menjelaskan gambaran Nabi suci (saw), Allamah Thabathabai menjelaskan: Yakni, Anda adalah rahmat yang telah dikirimkan kepada semua umat manusia, dan inilah yang dituntut dari keumuman risalahnya. Dalam bahasa Arab, ketika huruf Alif dan Lam yang menyatu pada jamak merupakan tanda umum, oleh karena itu dapat dikatakan dialah rahmat bagi manusia di dunia ini, sampai hari kiamat, karena dia membawa agama yang penerimaannya membawa kebahagiaan dunia dan akhirat.
Menanggapi pertanyaan, apa kriteria terbaik Nabi (saw) untuk mencapai gelar " Rahmat bagi seluruh alam "?, peneliti Alquran ini mengatakan: “Rasulullah (saw) mencapai tingkat kesempurnaan di mana da menjadi manifestasi sempurna rahmat dan mahabbah atau kecintaan Ilahi. Dia memandang tidak hanya seluruh manusia, namun juga seluruh makhluk dengan penuh belas kasih dan rahmat serta berperilaku bersama mereka. Nabi Allah (saw) bahkan lebih baik kepada manusia daripada seorang ayah.
Dengan menyatakan bahwa Nabi adalah manifestasi sempurna rahmat dan mahabbah Allah, ia menjelaskan: “Seluruh sifat, kriteria dan dasar siroh Nabi Muhammad (saw) didasarkan rahmat dan mahabbah.”
Pengajar hauzah ilmiah Fatimiah Kerman ini melanjutkan dengan membahas contoh kerahmatan Nabi bagi seluruh alam dan berkata: Nabi (saw) dikarenakan "akhlak yang agung" (Surah Al-Qalam: 4) dan " Rahmatan lil Alamin” (QS. Anbiya: 107), merupakan contoh dan teladan keutamaan akhlak bagi seluruh umat manusia di segala zaman. Selain itu, Alquran menyebut Rasulullah saw sebagai uswah hasanah yang patut dijadikan teladan oleh setiap orang.
لَقَدْ کَانَ لَکُمْ فِی رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Al-Ahzab: 21) Dan hasilnya, beliau sebagai teladan kemanusiaan yang terbaik dan terlengkap, sangat penyayang, ramah dan baik hati kepada semua orang serta dermawan dalam akhlak dan amal, oleh karena itu, selama 23 tahun kenabian, beliau mampu menarik perhatian banyak hati yang salah arah kepada ajaran Islam.
Ia melanjutkan, kita mempunyai banyak contoh dari Rahmatan lil Alamin. Satu dimensi perilaku pribadi Rasulullah saw yang terlihat dalam menghadapi berbagai kelompok lainnya, dan dimensi lainnya adalah perilaku internal. Kita mengenal Nabi saw kebanyakan melalui kriteria-kriteria perilakunya, Allah saw berfirman dalam Alquran:
مَا أَنْزَلْنَا عَلَیْکَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَی
“Kami tidak menurunkan Al-Qur’an ini kepadamu (Nabi Muhammad) supaya engkau menjadi susah”. (QS. Thaha: 2), Nabi (saw) begitu berhasrat dalam memberi petunjuk sehingga beliau menginginkan semuanya untuk masuk surga dan tidak ada seorang pun yang masuk neraka, sampai-samai Allah mengatakan jangan terlalu menyusahkan diri sendiri.
Di penghujung, Ezadi menyatakan bahwa para ahli tafsir Syiah dan Sunni telah mengungkapkan tiga makna kerahmatan Nabi (saw) dalam Alquran, diantaranya adalah universalitas dan keabadian risalah beliau, kebahagiaan dan akhir yang bahagia bagi semua orang, dan pencegahan azab Ilahi. Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud dengan siksa di sini adalah azab Istishal, dimana Allah memberantas suatu kaum dikarenakan keteguhan mereka pada kekafiran dan ketidakimanannya. Dalam surah Al-Anfal ayat 33, Allah berbicara kepada Nabi saw bahwa Dia tidak akan menghukum manusia selama kamu berada di antara mereka. Dalam tafsir Shafi, Faiz Kashani menganggap aman dari khasf (tenggelam ke dalam tanah), cacat dan hancur oleh azab istishal sebagai contoh dari rahmat tersebut. (HRY)