Hujjatul Islam wal Muslimin Dr. Sayid Abdul Hasan Navvab, Ketua Universitas Agama dan Mazhab saat wawancara dengan IQNA, tentang pokok-pokok penistaan terhadap kesucian Rasulullah (Saw) di Barat, khususnya dalam insiden terakhir Perancis mengatakan, pokok-pokok Islamfobia di Barat bukanlah masalah satu hari atau kemarin hari semata, namun memiliki latar belakng sejarah kurang lebih 1000 tahun, yang mana sekarang kita menghadapinya dengan bagian pudarnya.
Barat Sekarang, adalah Barat Perang Salib
Dia mengungkapkan, tidak semestinya dilupakan bahwa Barat sekarang adalah Barat pada perang-perang Salib dan Perancis adalah negara yang mengutus para serdadunya untuk berpartisipasi dalam perang-perang Salib sehingga mereka satu sama lain saling berlomba-lomba untuk membunuh kaum muslimin dan sejak saat itu gereja sangatlah bermasalah dengan kaum muslimin.
Hujjatul Islam Navvab menambahkan, pada tahun 1965 Gereja Katolik dalam Dewan Vatikan kedua mengeluarkan sebuah statemen dan meminta maaf atas apa yang telah dilakukan kepada kaum muslimin dan mereka mengecam perang Salib dan sejak saat itu komunikasi umat Katolik dan kaum muslimin mengalami kepulihan relatif.
Ketua Universitas Agama dan Mazhab mengintroduksikan, namun badan Kristen selain Kristen Ortodoks dan Katolik seperti Protestan dan Kristen Zionis memiliki masalah secara mendasar dengan kaum muslimin. Dari satu sisi dengan merebaknya Islam dan bertambahnya populasi kaum muslimin di Eropa, sensitivitas politik Barat terhadap Islam juga semakin meningkat.
Tiga Akar Islamfobia di Barat
Hujjatul Islam Navvab mengingatkan, bahwa Barat berdasarkan klaim dusta kebebasan press telah melegalkan penistaan pelbagai agama kepada orang-orang, khususnya Islam, mereka memberikan izin kepada kelompok, majalah dan media, namun Barat ini tidak mengizinkan berbicara, penulisan dan kritikan terhadap tragedi Holocaust sebagai sebuah tragedi sejarah.
Dia menegaskan, dengan demikian Islamfobia di Barat memiliki tiga akar; ideologi, politik dan kebudayaan yang butuh pada sebuah kajian dan permasalahnya tidaklah sesederhana ini, yang mana penistaan akhir dan hal-hal yang serupa yang pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya, hal itu sepertinya kita klaim sebagai sebuah tindakan teroris.
Anggota Masyarakat Pejuang Rohaniawan ini menegaskan, tujuan majalah Charlie Hebdo dalam mengulang kembali penistaan Rasulullah (Saw) adalah ingin mengatakan bahwa setelah peristiwa teroris tersebut kami tidak akan mundur, kami tidak takut dan kami tetap pada posisi-posisi kami dan ini menunjukkan kebodohan mereka.
“Sementara semua para pemimpin muslim dan non-muslim sangat mengecam tindakan ini dan Paus Fransiscus mengambil sikap jelas dan tegas terhadap tindakan majalah ini dan mengumumkan tidak ada seorangpun yang menerima penistaan terhadap ideologi dan kesucian-kesucian selainnya dan tidak memujinya,” tambah Hujjatul Islam Navvab.
Penistaan terhadap Rasulullah (Saw), adalah Penistaan terhadap Minimalis Seperempat Masyarakat Dunia
Dia mengingatkan, sekarang ini satu milyar 670 juta orang pengikut Rasulullah (Saw) tinggal di bumi dan seperempat penduduk dunia adalah penganut Islam dan mereka sangat mencintai Rasulullah (Saw). Nabi kami adalah nabi perdamaian, cinta dan rahmat dan dalam satu kalimat, “Rahmat untuk alam semesta” dan rahmat Rasulullah (Saw) tidak semata-mata untuk kaum muslimin saja, bahkan universal. Dengan demikian penistaan terhadap nabi semacam ini, sama halnya menistakan sepertempat masyarakat dunia.
Ketua Universitas Agama dan Mazhab mengungkapkan, dengan demikian, penistaan terhadap Rasulullah (Saw) tidak hanya ditolak oleh akal sehat, bahkan tidak selaras juga dengan dasar-dasar kebebasan press dan para pemimpin agama dunia juga tidak mengafirmasikan hal ini. Penistaan ini bersumber dari fanatisme Barat, buta hati dan dekadensi budaya dan merupakan bukti kebodohan moderen di Barat.
Memang Terancang Melawan Kebudayaan, Solusi Mendasar Melawan Penistaan dengan Kesucian-kesucian Islam
Hujjatul Islam Navvab terkait reaksi terpenting pihak dunia Islam dalam melawan penistaan-penistaan terhadap kesucian kaum muslimin semacam ini mengatakan, menurut keyakinan saya, kaum muslimin dengan segala sarana, khususnya sarana kebudayaan harus melawan penistaan-penistaan kesucian semacam ini dan menjelaskannya; yakni mereka menulis, membuat buku, memproduksi film, mereka berceramah, mereka melakukan demo, mengaktifkan jawatan Islamologi di universitas-universitas dunia dan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dalam ranah ini.
Dia dengan menjelaskan kelaziman dunia Islam untuk aktif sekali lagi dalam seluruh aspek untuk menjelaskan Islam dan Rasululah (Saw) mengatakan, tahun-tahun sebelumnya penistaan-penistaan ini juga terjadi, sudah dilakukan sebuah serangkaian demonstrasi dan akhirnya mereka tidak melakukan tindakan lagi, sementara seharusnya dalam melawan hal ini harus menindaklanjutinya secara mendasar.
Hujjatul Islam Navvab dalam menjelaskan tindakan-tindakan mendasar ini mengatakan, harus diprogram dari sekarang sampai sepuluh tahun mendatang, semisalnya membuat beberapa film, buku, menyelenggarakan pertemuan dan lain-lainnya supaya tingkat pengetahuan masyarakat dunia semakin terus bertambah terhadap Islam dan sosok Rasulullah (Saw), sehingga jika orang-orang dan kelompok-kelompok berniat melakukan penistaan, maka mereka tidak akan berani melakukan tindakan-tindakan semacam ini.