IQNA

Masa Depan Hubungan Malaysia dengan Dunia Islam/ Selamat Tinggal Mitra Saudi (Bagian 1)

11:46 - May 18, 2018
Berita ID: 3472189
MALAYSIA (IQNA) - Hasil Pemilu Malaysia dan Kemenangan partai oposisi pemerintah masuknya kembali Mahathir Mohamad merupakan awal era baru di Malaysia untuk hubungan dengan negara-negara dunia Islam.

 Masa Depan Hubungan Malaysia dengan Dunia Islam/ Selamat Tinggal Mitra Saudi (Bagian 1)

Menurut laporan IQNA, Abdolreza Alami, Ph.D. dalam studi media di Universitas "Malaya" Malaysia dan seorang ahli kawasan Asia Tenggara dalam sebuah pembahasan untuk IQNA menuturkan tema "Era baru Malaysia di dunia Muslim": Pada bulan lalu Muhammad bin Salman, Putra Mahkota rezim Saudi dalam sebuah wawancara dengan Atlantik, selain menyerang Iran, kami mencoba untuk menetralisir tindakan-tindakan Iran di wilayah tersebut. Kami telah melakukan ini di Afrika, Asia, Malaysia, Sudan, Irak, Yaman dan Lebanon. Nampaknya pemilihan parlemen Lebanon dan kemenangan Hizbullah, adalah kejutan besar untuk rezim Saudi, demikian juga sebelum pengumuman hasil pemilu baru-baru ini di Irak, dengan pengumuman hasil-hasil pemilu Malaysia, rezim Saudi sekali lagi mendapat kejutan lain menghadapi kekalahan beruntun di Malaysia dan menambah kegagalan Riyadh dan sekutu-sekutunya di benua Asia.

Kemenangan Mahathir Mohamad dalam pemilu dan masuknya kembali ke kekuatan politik tertinggi negara itu adalah hasil dari kritik masyarakat Malaysia terhadap kebijakan domestik dan luar negeri dari perdana menteri dan keikutsertaan Mahathir dengan rakyat negaranya.

Sejumlah kritik yang berasal dari perubahan dalam kebijakan partai yang berkuasa dan kecenderungannya terhadap Amerika Serikat, Arab Saudi dan bahkan rezim Zionis, karenanya ada beberapa analis melihat kemenangan ini sebagai kekalahan baru bagi politik Saudi dan bahkan Amerika Serikat di selatan Asia dan Malaysia khususnya.

Peraihan Kekuatan "Arsitek besar Malaysia" akan berimplikasi pada kawasan itu, terutama di Abu Dhabi dan Riyadh, karena penguasa Saudi dan Emirat, dengan dukungan keuangan, telah berusaha mempertahankan Najib Tun Razak, yang menjadi sekutunya, berkuasa. Tapi Najib Tun Razak gagal melawan saingannya, yang memiliki kebijakan independen yang didasarkan pada poros orang-orang Melayu dan menentang kebijakan Saudi di pelbagai bidang, terutama dalam perang Yaman.

Setelah 15 tahun absen dari panggung politik, Mahathir Mohamad kembali ke kancah secara resmi dan berhasil mendapatkan 112 kursi dari 222 kursi parlemen dengan Pakatan Harapan. Koalisi pemerintahan, yang dipimpin oleh Najib Tun Razak, yang memiliki sekutu Riyadh, memiliki 79 kursi, sementara di parlemen sebelumnya 133 kursi. Dengan kata lain, koalisi yang berkuasa kehilangan 54 kursi di pemilu kali ini.

Popularitas Menurun

Popularitas Najib Razak telah menurun sejak 2015 dan dalam kasus pengungkapan satu kasus penyalahgunaan beberapa miliar dolar, yaitu sejak ia sering hilir mudik ke Arab Saudi dan sejak saat itu, dia diinterogasi karena korupsi keuangan dan penerimaan uang dari Riyadh pada pemilu 2013.

Dokumen politik kampanye 2013 di negara itu menunjukkan bahwa ia telah menerima $ 620 juta dalam dua dokumen bank terpisah dalam dua transaksi besar, dan kemudian menerima $ 61 juta di rekening banknya, yang kemudian menjadi jelas bahwa kedua jumlahnya bersumber dari Saudi.

Meskipun Najib Razak awalnya menolak untuk ditransfer dana tersebut ke rekening pribadinya, namun kemudian dia menamainya sebagai hadiah Al Saud untuknya dan menyanggah suap.

Skandal keuangan dan pada kenyataannya, politik yang muncul dari peningkatan kerja sama Malaysia dengan Arab Saudi dan pengungkapan peran Riyadh dalam mendukung infiltrasi ekstremis di badan pemerintahan negara itu, menyebabkan kemarahan rakyat, pemikir politik, dan partai oposisi kepadanya, mereka mengadakan sejumlah demonstrasi  untuk menentangnya dan mengumumkan ketidaksetujuan mereka dengan kebijakan partai yang berkuasa.

Selanjutnya, pada tahun 2017, setelah kunjungan empat hari  raja Saudi, Raja Salman ke Kuala Lumpur dan ribuan rombongannya, kedua negara dalam pernyataan bersama sengaja mengangkat tuduhan terhadap Iran dan pemerintah Malaysia bersama dengan Arab Saudi, menuduh Iran telah ikut campur dalam urusan negara-negara lain.

Menurut para pakar, orang Arab dan dikepalai oleh Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir telah bekerja keras untuk mempromosikan budaya-budaya Arab (dengan dalih publikasi Islam), di negara ini, selain kegiatan ekonomi dan politik sampai-sampai proses Arabisasi Malaysia mendapat penentangan besar-besaran dari Mahathir dan aktivis sosial, politik Melayu, sebuah tablig yang menyebabkan bergabungnya banyak pemimpin agama di wilayah ini dari dunia ke Salafisme Arab Saudi, dan mereka bahkan memberikan kebijakan ini kepada pengikut mereka. Bukti klaim ini adalah statistik signifikan kehadiran sejumlah besar warga negara-negara ini di            samping para teroris ISIS di Suriah dan Irak.

Masuknya Amerika

Namun, skandal korupsi dari perdana menteri Malaysia sampai pada titik di mana bahkan pemerintah AS bertindak untuk merekam aset kerabat dekat Najib Razak.

Meskipun Perdana Menteri berulang kali menolak tuduhan korupsi dan bahkan menuduh Mahathir Mohamad telah berkomplot melawannya, namun situasinya sedemikian rupa sampai Menteri Luar Negeri Saudi Adel al-Jabir, pada tahun yang sama, saat wawancara dengan wartawan Malaysia di Istanbul mengakui bahwa pemerintah Saudi telah memberikan $ 681 juta kepada Najib Razak sebagai "hadiah murni," dan tidak mengharapkan imbalan balik.

Pemerintah Malaysia kemudian mengumumkan bahwa uang itu diberikan kepadanya untuk membantunya melawan ekstremisme.

Kelanjutan dari proses ini adalah di mana Mahathir Mohamad pada tahun 2016, bersama dengan sekelompok oposisi pemerintah dan dikeluarkan dari pemerintah, seperti Muhyiddin Yassin, mendirikan "Partai Pribumi Malaysia" untuk memerangi korupsi di partai yang berkuasa, dan dengan menyusun "Deklarasi Kewarganegaraan" bersama dengan sejumlah politisi oposisi, ia menyerukan pengunduran diri Razak.

Pada bulan Februari tahun lalu, sebuah surat kabar Amerika mengutip dari menteri luar negeri Saudi yang mengatakan bahwa uang itu telah dibayarkan kepada perdana menteri untuk berinvestasi dalam proyek di Malaysia dan menolak untuk mengkonfirmasi bahwa pembayaran itu adalah "hadiah."

Kelanjutan skandal keuangan dan politik yang sedang berlangsung berlanjut sampai pada batas pada awal tahun ini, Jaksa Agung Malaysia dalam sebuah informasi memberitahukan bahwa Najib Razak terlepas dari korupsi terkait dengan menerima royalti ini dari keluarga kerajaan Saudi, mengatakan tidak ada kejahatan dalam hal ini.

Tentu saja, keputusan ini menyebabkan lebih banyak kemarahan masyarakat kepada Perdana Menteri, karena masyarakat tidak menerimanya, dan dalam beberapa bulan terakhir, partai-partai oposisi menyebut tidak cukup argumentasi sistem peradilan dan menuntut penyelidikan lebih lanjut atas masalah ini.

Dukungan keuangan dan politik Arab Saudi dan UEA kepada Najib Abdul Razak, telah menciptakan kecurigaan bahwa ia adalah alat Riyadh dan Abu Dhabi yang melaluinya untuk mengambil keputusan politik, militer, dan ekonomi Kuala Lumpur, tetapi dukungan ini tidak dapat mencegah Mahathir Mohamad kembali ke kancah politik setelah 15 tahun absen.

Kembalinya ini telah membuat murka masyarakat terhadap sekutu Riyadh, yang dimanifestasikan dalam kehadiran rakyat yang meluas dalam pemilihan. Meski Abdul Razak dan rekan-rekannya berupaya untuk mengurangi tingkat partisipasi lebih dan pembatasan lebih lanjut untuk tidak memilih oposisi dan persetujuan beberapa program sebelum pemilu karena takut dukungan besar-besaran kepada Mahathir, namun ia mendapat lebih dari tujuh puluh persen pemilih yang memiliki hak memilih. (Bersambung)

 

http://iqna.ir/fa/news/3714971

 

captcha