Pendidikan ditinjau dari dua sudut pandang; bagian pertama pendidikan diambil dari prinsip-prinsip filosofis, kosmologi, epistemologi, dan teori memberikan pedoman praktis bagi pendidikan. Misalnya dalam kosmologi, manusia memiliki kemampuan dan bakat yang dapat digunakan untuk pendidikan. Misalnya menurut Plato, jika seseorang melihat idenya dalam tiga ruang kemauan, rasional, dan emosional, maka pendidikan yang diberikannya harus mempunyai aspek rasional bagi perkembangan manusia, dan juga mempunyai ragam seni untuk perkembangan emosi manusia, dan di sisi lain jadikan kehidupan orang yang berkemauan keras sebagai teladan bagi orang lain.
Sudut pandang yang kedua dalam persoalan pendidikan adalah sudut pandang analitis, yang menjadi landasan konsep-konsep dan teori-teori dalam pendidikan hendaknya dibahas, direvisi dan diperbaharui, misalnya dalam mengkaji konsep pendidikan adalah sebuah aliran dua arah "Murabbi-Mutarabbi" (pelatih-anak didik), kita tahu bahwa jika ada bakat dan tujuan akhir di dalamnya, dalam bidang ini tugas pelatih adalah mengembangkan bakat-bakat tersebut untuk mencapai tujuan akhir.
Islam mempunyai pandangan khusus terhadap pendidikan. Imam Khomeini (qs) berpendapat bahwa meskipun Plato dan Aristoteles membukakan pintu ilmu pengetahuan kepada manusia, namun jika bukan karena kebenaran Nabi Muhammad maka pintu ilmu pengetahuan akan tertutup bagi manusia selama-lamanya. Pendidikan Islam memandang manusia sebagai makhluk abadi, karena dari pendidikan yang direncanakannya bagi manusia, ia mengembangkan kapasitas dan kemampuan untuk membawa manusia pada kedudukan penghambaan dan ubudiyyah. Oleh karena itu, dalam pendidikan Islam mencapai Hayat Tayyibah (kehidupan suci) adalah salah satu tujuan utama dan sangat penting, dan kehidupan murni suci ini terus berlanjut, sama seperti kehidupan setelah kematian terus berlanjut.
Dalam pendidikan seperti ini, manusia adalah makhluk yang harus mengembangkan kemampuannya dan mengarahkan emosinya agar mempunyai kemauan yang kuat untuk mengambil keputusan sehingga mencapai kehidupan yang suci. Di samping setiap manusia, diperlukan seorang pendidik yang mampu membantu dalam pengelolaan emosi untuk membimbing manusia dalam mencapai kesempurnaannya. (HRY)
3794108