IQNA

Catatan

Pelajaran dari Toleransi Imam Shadiq (as) di Era Konflik Pendapat

10:35 - May 05, 2024
Berita ID: 3480021
IQNA - Luasnya kemanusiaan dalam pemikiran Imam Shadiq (as) tampak pada hatinya dan cara beliau berdemokrasi. Beliau biasa mendengarkan orang-orang sesat dan ateis yang duduk di sebelah Ka'bah dan mempunyai pemikiran yang tajam terhadap Islam dan berbicara kepada mereka dengan kata-kata yang menyenangkan, sopan santun dan argumentasi yang kokoh.

Menurut Iqna, mengutip Buratha, ulama Irak Syekh Muhammad Rabi’i menulis dalam sebuah catatan: Kehidupan Imam Ja’far Shadiq (as) dibedakan dengan kemurahan hatinya, karena kondisi di mana ia hidup adalah kondisi konflik antara Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Dan para khalifah dari kedua kelompok tersebut, sebagaimana hal lazim sebelumnya, memberikan tekanan kepada Imam dan ayah serta datuknya, oleh karena itu Imam Shadiq (as) mampu meliput seluruh realitas Islam dengan isu-isu intelektual, agama, dan fikih dan bahkan menjadikan manusia bergerak dan dinamis dalam konsep-konsep yang berkaitan dengan manusia dan kehidupan sehingga ada ilmu-ilmu yang tidak lazim, atau tidak relevan bagi orang-orang seperti Imam Shadiq (as), seperti Jabir bin Hayyan mengutip Imam Shadiq (as) sebagai inspirasinya, dan buku-buku kimia Jabir bin Hayyan masih diajarkan di universitas-universitas Barat sebagai teori kimia tingkat lanjut.

Toleransi Imam Ja’far Shadiq (as) dan keterbukaan terhadap kenyataan

Kita tidak dapat membicarakan seluruh warisan ensiklopedis yang dimiliki Imam. Sampai saat ini kita banyak menemukan jawaban atas konsep kebebasan dan martabat dalam dimensi politik dan sosialnya dalam gerak manusia dalam kehidupan dalam menghadapi tantangan. Dan kita tidak dapat memahami kekayaan ensiklopedia peninggalan Imam yang telah memperkaya dunia Islam. Ada empat ribu orang yang meriwayatkan hadis dari Imam Shadiq (as) dan belajar darinya, yang masing-masing adalah seorang pakar.

Konon ada yang masuk ke masjid Kufah, saat itu para guru biasa duduk di semua masjid dan menyambut siswa di lingkungan keilmuan. Orang ini melihat 900 orang pengajar sedang berdebat dan masing-masing dari mereka mengatakan di awal pidatonya, “Ja’far Shadiq (as) memberitahuku…”. Imam Shadiq menyambut baik semua orang dan kefanatikan pada saat itu tidak sampai umat Islam saling berpisah atau berbeda pendapat di masjidnya masing-masing bahwa ini masjid Syiah dan itu masjid Sunni. Tidak ada perbedaan antara mazhab tersebut, bahwa mazhab ini Syi'ah dan mazhab ini Sunni. Sebaliknya, mazhab Imam Shadiq (as) menerima semua orang tanpa memandang perbedaan sektarian di antara mereka. Dan kita tahu bahwa Abu Hanifah, pencetus mazhab Hanafi, adalah salah satu murid mazhab tersebut dan dia berkata: “Jika dia tidak berguru pada Imam Shadiq (as), Nu’man pasti binasa.” Dan saat ditanya siapakah orang yang paling faqih menurut pendapatnya, dia menunjuk kepada Imam Shadiq dan menyimpulkan bahwa “orang yang paling alim adalah orang yang lebih mengetahui orang-orang pada zamannya daripada orang lain.” Imam Shadiq adalah orang yang paling bijaksana terhadap orang-orang pada masanya karena dia mengetahui segala perbedaan umat Islam, maka ketika saya datang kepadanya dia akan berkata: Anda mengatakan ini dan kelompok yang lain mengatakan demikian. Imam tertarik pada segala sesuatu yang ada dalam realitas Islam, yaitu perbedaan sektarian, fiqih, teologis dan sejenisnya.

Diriwayatkan dari Malik bin Anas, Imam mazhab Maliki, bahwa dia berkata: “Mataku belum pernah melihat orang yang lebih baik dari Ja’far bin Muhammad dalam keutamaan, ilmu dan ketakwaannya.”

Imam Ja’far Shadiq (as); Ensiklopedia Masa

Jika kita mempelajari hadis Imam Shadiq (as), kita akan menemukan bahwa beliau mencakup semua istilah Islam dan beliau juga akrab dengan isu-isu yang diangkat dalam Islam pada saat itu. Sehingga ia hidup dengan permasalahan zamannya dan tidak lepas dari realita.

Risalah pendekatan antar umat Islam

Terlepas dari semua perbedaan sektarian yang parah, Imam Shadiq (as) tidak ingin umat Islam terpisah satu sama lain; kenyataan yang kita jumpai saat ini yaitu masjid-masjid Syi'ah yang Sunni tidak ada tempatnya atau masjid-masjid Sunni yang Syi'ah tidak ada tempatnya, sehingga terjadi sektarianisme, kita sudah sampai pada tahap dimana orang-orang dari satu sekte menyebut orang-orang dari sekte yang lain sebagai kafir. Mereka tahu, Imam Shadiq (as) menekankan kepada masyarakat pentingnya berpegang teguh pada apa yang diyakininya, karena persoalan mencampuradukkan pikiran dengan pikiran orang lain bukan berarti melepaskan pikiran karena kesopanan. Persatuan Islam tidak berarti Anda menyerah pada pemikiran Anda. Sebaliknya, itu berarti Anda bersatu dengan Muslim lainnya melalui Islam. (HRY)

 

4213339

Kunci-kunci: Catatan ، Pelajaran ، toleransi ، Imam Shadiq
captcha