IQNA

Islam Adat dan Syariat di Asia Tenggara

15:13 - April 25, 2016
Berita ID: 3470332
INDONESIA (IQNA) - Islam di Asia Tenggara yang berpangkal dari dua sumber, India dari satu sisi dan dari sisi lain, Arab Saudi, Yaman dan pinggiran Teluk Persia dan Mesir, memiliki dua gerakan global dan dua pandangan yang berbeda.

Ali Akbar Dhiya’i, Konsultan Kebudayaan Iran di Malaysia menulis sebuah pembahasan dengan topik "Islam Adat dan Syariat dalam budaya agama masyarakat Asia Tenggara” yang kemudian diserahkan ke IQNA. Ia menulis: Islam di Asia Tenggara yang berpangkal dari dua sumber, India dari satu sisi dan dari sisi lain, Arab Saudi, Yaman dan pinggiran Teluk Persia dan Mesir, memiliki dua gerakan global dan dua pandangan yang berbeda, yakni sekelompok muslim menyebut dirinya sebagai pengikut Al-Quran, sunnah dan syariat, bukan adat dan tradisi pribumi dan kelompok ini mayoritas terpengaruh dari negara-negara Arab dan di tahun-tahun terakhir terpengaruh oleh Salafi dan para ekstremis agama Arab Saudi dan kelompok lainnya juga mengikuti adat, tradisi kabilah serta mengikuti para pemuka suku yakni para pemimpin setempatnya, yang biasanya memiliki Islam yang lebih lembut, fleksibel, damai dan deduksi tentang Islam ini yang selaras juga dengan tasawwuf lebih selaras dengan suku-suku pertama semenajung Melayu.

Deduksi agama semacam ini dinamakan dengan Islam Adat. Islam yang masuk ke kawasan ini oleh para mubalig Gujarat India sampai berabad-abad, yang menjaga spirit damainya dalam berkomunikasi dengan para suku Buddha dan Hindu, namun pasca masuknya para mubalig semenajung Arab Saudi dan para pelajar Asia Timur, yang rata-rata tamatan dari negara-negara Arab, Islam yang damai berubah menjadi Islam kering dan tidak dapat diterapkan dengan struktur asli penduduk ini dan untuk transformasi ini banyak sekali anggaran-anggaran yang diberikan oleh negara-negara Arab di kawasan ini dan di antaranya adalah memegang sumber-sumber ekonomi dengan memberikan pinjaman-pinjaman berat. Jenis ini populer dengan Islam Syariat.

Pada abad ke-15 Masehi, Islam berkembang di kawasan ini lewat 9 tokoh penting Indonesia, yang masyhur dengan Wali Songo (Wali Sembilan). Para sufi seperti Hamzah al-Fansuri (1590 M), Syamsuddin Pasai (1630 M), Nuruddin ibn Ali ar-Raniri (1658 M) dari kawasan Randher Gujarat India juga memiliki peran penting dalam memublikasikan sufi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Pada masa kehadiran Belanda, mayoritas daerah pesisir Asia Tenggara juga di bawah pengaruh Islam. Lingkup pengaruh Islam pada abad ketujuhbelas Masehi semakin bertambah, dengan kehadiran para saudagar dan cendekiawan muslim dari Timur Tengah, khususnya Arab Yaman dan pemukiman mereka di daerah pesisir. Masyarakat setempat sangat menghormati orang-orang Arab dan menganggap mereka sebagai cindera mata Rasulullah (Saw) di daerahnya dan karenanya penghormatan kepada mereka masih terlihat di tengah-tengah kaum muslimin Asia Tenggara sampai saat ini.

Dengan penemuan kapal uap, hilir mudik kaum muslimin ke kawasan Hijaz untuk menunaikan haji semakin bertambah dan tidak lama kemudian sejumlah dari mereka bermigrasi ke Semenanjung Arab untuk menuntut ilmu agama dan saat kembali ke daerahnya, mereka juga membawa buku-buku agama dengan berbahasa Arab untuk familinya dan dimulailah kebangkitan terjemahan teks-teks Arab ke dalam bahasa pribumi dan dengan demikian pengaruh pertama masyarakat Asia Tenggara dari Arab muslim dan membentuk tata cara kehidupan, budaya dan tradisi mereka.

Hasil dari komunikasi semacam ini memunculkan dua deduksi berbeda tentang Islam; salah satunya adalah Abangan dalam bahasa Jawa, Kaum Tua dalam bahasa Melayu dan Khana Kau dalam bahasa Thailand. Islam wacana ini juga berbaur dengan unsur-unsur pribumi, seperti adat dan tradisi Hinduisme, Budisme dan Animisme dan jenis adat ini atau istilahnya Kejawen, kebatinan memiliki perbedaan dengan syariat agama berdasarkan sumber-sumber utama agama, yang dinamakan dengan santri. Jenis wacana kedua yaitu ajaran-ajaran Islam berdasarkan syariat, yang disebut dengan santri dalam bahasa Indonesia, atau kaum muda dalam bahasa Melayu dan Khana mai dalam bahasa Thailand. Dua jenis deduksi dan wacana religi ini ada dalam satu waktu di kawasan Asia Tenggara.

Abad kedelapan belas terlihat hadirnya dua jenis deduksi agama dari kawasan Timur Tengah di Asia Tenggara, salah satunya adalah haluan Arab Saudi dan satunya adalah haluan Mesir dan dengan ibarat lain, gerakan ekstrem wahabi yang diusung dari Arab Saudi dan lainnya adalah Modernitas Islam oleh para pengikut Jamaluddin Asadabadi dan Muhammad Abduh dari Mesir. Dengan demikian, kita biasanya di kawasan ini berhadapan dengan dua kelompok ekstrem agama dan sekular penuntut modernitas.

Ektremis agama membentuk mayoritas muslim Malaysia, Indonesia, Brunei dan selatan Thailand, yang menyalahi analisis sebagian politisi Amerika, seperti Palmer dan minoritas condong ke barat bersama para cendekiawan sekuler dan nasionalisme. Mayoritas ekstremis ini condong ke barat karena jenis kebijakan-kebijakan intervensi Amerika dan Barat di negara-negara Islam pada tahun 2003, dimana Palmer mengutarakan ceramahnya dalam program Afrika universitas Villanova dan mengutarakannya secara terbalik, yakni minoritas tidak puas dan menuntut sebuah negara yang benar-benar Islam dan mayoritas pendukung pemerintah modern yang condong ke Barat.

Sampai saat ini negara Malaysia, Singapura, Filipina dan Indonesia di Asia Tenggara melihat pertumbuhan ekstremisme agama. Thailand juga memiliki minoritas muslim yang tidak setuju di propinsi-propinsi selatannya dan sebagian ekstremis negara ini hadir di seluruh kawasan perbatasan pengaruh Thailand dan Malaysia dan menemukan tempat perlindungan untuk dirinya.

http://iqna.ir/fa/news/3491375

Kunci-kunci: indonesia ، islam ، asia tenggara
captcha