IQNA

Penjelasan “Moderasi dalam Alquran” di Malaysia/ Wahabi, Faktor Perpecahan

23:27 - April 12, 2018
Berita ID: 3472087
MALAYSIA (IQNA) - Seminar ilmiah "Ekstremisme di Kawasan Asia" diselenggarakan pada Selasa (10/4) di Universitas Nasional Malaysia, atas prakarsa atase kebudayaan Iran di Kuala Lumpur dan dengan dihadiri para cendekiawan, mahasiswa dan professor Melayu dan Kuala Lumpur.

 Penjelasan “Moderasi dalam Alquran” di Malaysia/ Wahabi, Faktor Perpecahan

Menurut laporan IQNA dilansir dari atase kebudayaan Iran di Malaysia, seminar satu hari ini diselenggarakan oleh di Malaysian National University (UKM), dengan partisipasi atase kebudayaan Kedutaan Republik Islam Iran di Malaysia dan dengan kerjasama markas studi penelitian Asia Kami (ASIAWE) dan markas studi dunia Universitas Nasional Malaysia (IKHMAS).

Di permulaan seminar satu hari ini, Prof. Dr. H. Rusli Ramli, M.S, Ketua Lembaga Studi Dunia (IKMAS), dalam pidatonya dengan berterima kasih atas kerjasama atase kebudayaan dalam menyelenggarakan seminar ini, menyebut isu ekstremisme di Asia sebagai tantangan utama bagi kawasan, dan tujuan pertemuan tersebut adalah untuk mengkaji pelbagai dimensi tantangan dan memaparkan solusi untuk masalah ini serta meminta para nara sumber dan partisipan untuk lebih mengkaji dan membahas tentang hal ini, dengan mempertimbangkan kondisi global dan wilayah Asia Tenggara.

Kemudian, Ali Mohammad Sabeghi, atase kebudayaan Kedutaan Besar Iran di Malaysia, dengan mengucapkan terima kasih atas penyelenggaraan Universitas Nasional Malaysia dan kerjasama universitas ini dalam mengadakan pertemuan, mengatakan bahwa moderasi memiliki konsep yang luas dengan makna yang berbeda dalam sejarah Islam. Setiap aliran pemikiran memiliki definisi tersendiri tentang konsep ini, dan kadang-kadang terlihat kontradiksi pendapat di antara pelbagai aliran ini.

Dia melanjutkan dengan merujuk Surah Al-Baqarah ayat 143, “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” mengungkpakan, moderasi ini, yang mana Alquran menggambarkan Umat Islam denganya, mencakup semua aspek kehidupan individu dan sosial umat Islam.

Moderasi bukanlah radikalisme atau kelambatan, namun moderasi berarti bergerak ke arah yang benar, dan indeks jalan yang benar dan salahnya jalan menurut ayat "Laqad Kana Lakum fi Rasulillah Uswatun Hasanah” adalah Rasulullah saw. Ifrat dan Tafrit (ekstrem) kedua-duanya dicela dalam Islam dan Imam Ali as mengatakan: “Kanan dan Kiri adalah jalan yang sesat dan jalan moderat adalah jalan yang lurus”.

Alquran dan Sunah; Barometer Valid Terbaik

Dia menambahkan bahwa definisi ekstremisme tidak membantu memahami apa ideologi atau gerakan politik dalam posisi moderat dan atau yang mana yang berada dalam posisi ekstremisme. Banyak para fakih menyebut Alquran dan Sunah sebagai barometer terbaik untuk menentukan validitas pikiran dan tindakan dan merujuk pada hadis-hadis Nabi Muhammad (saw).

Penjelasan “Moderasi dalam Alquran” di Malaysia/ Wahabi, Faktor Perpecahan

Sabeghi mengharap para ulama dan peneliti dunia Islam dapat dengan benar menggambarkan jalan sahih gerakan masyarakat Islam di masa-masa krisis ini, dan tantangan berdasarkan tolok ukur agama dan Islam bagi kaum muda.

Profesor Farid al-Attas, profesor sosiologi di Universitas Nasional Singapura, juga dalam pertemuan ini dalam pidatonya dengan tema "Ranah-ranah Ekstremisme Muslim" mengatakan, Isu fundamentalisme dan ekstremisme tidak hanya sekedar penting bagi kami, dari aspek karena sebuah tantangan dan krisis global, bahkan juga sangat penting bagi masyarakat Malaysia dikarenakan terlibat dengan krisis ini.

Bahaya di Malaysia

Dia menambahkan, Maaysia tidak seperti dahulu, yang tersohor dengan negara berpenduduk toleransi dan koeksistensi damai, yang memiliki pelbagai penganut agama dan multi budaya, saat ini karena ekspansi Salafi (ekstremisme Salafis) dan Wahabi yang datang dari negara-negara Timur Tengah dan memasuki negara kami, dan telah mempengaruhi budaya tradisioanl Melayu, telah menggiring menuju ketidakcocokan dan ekstremisme, dan masalah ini akan berbahaya bagi kita di masa mendatang.

Al-Attas menegaskan, gerakan ini tidak hanya akan menghilangkan nilai-nilai baik dan tradisi budaya kami, tetapi juga mengarah pada penyebaran instabilitas sosial dan budaya serta konfrontasi antar pengikut agama, serta akan mengakibatkan hilangnya toleransi dan kesabaran tidak hanya terhadap non-muslim, bahkan terhadap kelompok-kelompok Islam lainnya, dan bahkan di kalangan Ahlusunah sendiri.

Dia berkata, di masa lalu, dan dalam masyarakat tradisional, Sunni Malaysia tidak pernah menentang ide-ide mazhab lain dan Syiah, gerakan baru-baru ini hasil dari pengaruh gagasan Salafi dan Wahabi di Malaysia, yang telah menghadapkan masyarakat dengan perpecahan dan krisis. Intoleransi dan hasutan sebagian pemerintah yang melarang ideologi dan cara dari pelbagai perspektif sosial termasuk salah satu penyebab ekstremisme dalam masyarakat Islam.

Ekstremisme dalam Agama

Profesor Universitas Singapura menambahkan, ketika berbicara tentang ekstremisme, ini bukan hanya tentang Islam, tetapi juga mencakup agama-agama lain. Dia menganggap bagian penting dari ekstremisme di beberapa negara Islam merupakan hasil dan respon mereka terhadap ekstremisme agama-agama lain dan masyarakat.

Penjelasan “Moderasi dalam Alquran” di Malaysia/ Wahabi, Faktor Perpecahan

Profesor al-Attas dengan menyebut mekanisme pembentukan Israel dan peran sentral umat Kristen Zionis Eropa dan Amerika dalam membentuk rezim dan pencaplok kawasan-kawasan Islam mengatakan, upaya orang Kristen Zionis dan kekuatan mereka dalam membela rezim Israel jauh lebih besar daripada Yahudi Zionis itu sendiri, dan gerakan Islamofobia di pelbagai masyarakat bermula dari umat Kristen Zionis.

Ia lebih lanjut mengisyaratkan pada aspek ganda seperti individualisme dan pluralisme serta ia menggambarkan moderasi berdasarkan konsep-konsep ini dan dengan merujuk pada pengenalan praktik keagamaan oleh komunitas dalam bentangan sejarah.

Bungkam atas Ekstremisme Para Pemimpin

Al-Attas mengkritik masyarakat sipil di beberapa negara di Asia Tenggara karena bungkam terhadap perilaku-perilaku ekstremis dari beberapa politisi dan pemimpin agama dan mengungkapkan, kebungkaman masyarakat terhadap penyalahgunaan hak-hak minoritas agama adalah kesalahan dari sebuah komunitas.

Farid al-Attas mengatakan, negara-negara Islam harus menghalau ifrat dan tafrit (ekstrem) untuk menciptakan moderasi dan keseimbangan dalam masyarakat, karena ifrat dan tafrit memiliki dampak negatif pada masyarakat.

Penjelasan “Moderasi dalam Alquran” di Malaysia/ Wahabi, Faktor Perpecahan

Dari kiri, Farid al-Attas, profesor sosiologi di  National University Singapore

Dia juga mengkritik munculnya ide-ide radikal di masyarakat Malaysia dan mengatakan bahwa investasi dari beberapa negara penyokong Salafi di negara-negara Asia Tenggara telah membuat masalah karena mendorong masyarakat moderat menuju ekstremisme.

Ekstrimisme di ASEAN

Pengajar berikutnya pada pertemuan itu adalah Profesor Sufian Jusoh, profesor di Universitas Nasional Malaysia dan Wakil Direktur Markas Studi Dunia di Universitas Malaysia, yang berbicara tentang "Ranah Ekstremisme di Wilayah ASEAN."

Wakil Direktur Markas Studi Dunia di Universitas Nasional Malaysia mengatakan, jika fundamentalisme berarti kembali ke prinsip agama dan mazhab, itu bukan ide yang buruk. kembali dan afirmasi pada prinsip-prinsip dasar dari setiap mazhab dan mengindahkan serta mempraktekkan prinsip-prinsip agama tidak pernah mengarah pada kekerasan, ekstremisme dan terorisme juga mereka yang telah memilih cara untuk menindas ideologi-ideologi selainnya belum menelaah agamanya dengan baik.

Profesor Sufian menambahkan, sebagian dari masalah sektarian di wilayah Asia Tenggara adalah karena Etnosentrisme yang bersumber dari krisis identitas, dan menggunakan agama dalam hal ini hanya sebagai alat semata.

Profesor Malaysia ini mengisyaratkan perlunya solidaritas dan dialog dalam masyarakat multi-etnis. “Agama memungkinkan orang-orang dari pelbagai ideologi untuk mencapai persamaan-persamaan dan persamaan-persamaan tersebut membantu dalam membangun stabilitas dan perdamaian di negara-negara,” tegasnya.

Distorsi Interpretasi Mazhab

Profesor universitas ini menekankan peran pendidikan sahih dalam masyarakat dan mengatakan, di semua masyarakat ada beberapa kelompok yang, meskipun mereka tidak akrab dengan prinsip-prinsip agama sama sekali, mendefinisikan dan mendistorsi interpretasi agama sesuai dengan selera mereka sendiri, dan kelompok ini sangatlah berbahaya.

Penjelasan “Moderasi dalam Alquran” di Malaysia/ Wahabi, Faktor Perpecahan

Dari kanan dari Ibu Profesor Rashley Ramley, Direktur Institut Studi Dunia (IKMAS)

“Dengan investasi yang diperlukan, kita perlu meningkatkan sistem pendidikan sedemikian rupa yang melawan pandangan-pandangan ekstrem, sementara pada saat yang sama memperkuat koeksistensi dan kedekatan antar mazhab dalam pendidikan, yang ironisnya hal ini tidak diagendakan dalam sistem pendidikan Malaysia,” tegasnya.

Chandra Muzaffar adalah nara sumber lain yang ditunjuk untuk seminar ini, yang tidak dapat hadir karena sakit dan meminta maaf.

Di akhir seminar, para nara sumber menanggapi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para partisipan di berbagai bidang yang terkait dengan topik seminar.

 Penjelasan “Moderasi dalam Alquran” di Malaysia/ Wahabi, Faktor Perpecahan

http://iqna.ir/fa/news/3704897

 

 

captcha