IQNA

IQNA:

Islamofobia Politik, Dokumen Skandal Buruk Kebebasan Berekspresi Pemerintah Perancis

13:14 - November 02, 2020
Berita ID: 3474742
TEHERAN (IQNA) - Pelanggaran luas atas hak-hak beragama Muslim, termasuk hak berjilbab dan serangan terhadap masyarakat sipil Islam dengan dalih memerangi ekstremisme, semakin mengungkap kemunafikan pemerintah Perancis dalam membela kebebasan berekspresi.

IQNA melaporkan, dalam wawancara dengan Al Jazeera kemarin, Presiden Perancis, Emmanuel Macron mencoba meredam amarah umat Islam di seluruh dunia setelah sikap anti-Islam dan dukungannya terhadap kartun-kartun yang menghina Nabi Islam.

Upaya Macron untuk menenangkan situasi

Macron mengklaim bahwa berita yang diterbitkan tentang dukungannya terhadap kartun-kartun yang menghina Nabi Islam (saw) itu menyimpang dan tidak benar. Dia juga mengatakan bahwa dia memahami perasaan umat Islam tentang kartun tersebut. Kendati demikian, dia tidak menawarkan solusi apa pun untuk mencegah penghinaan seperti itu terjadi lagi di masa depan.

“Perancis telah menjadi sasaran tiga serangan teroris oleh para ekstremis atas nama Islam, yang merugikan rakyat negara ini,” kata Macron. Menurutnya, serangan itu akibat dari kesalahpahaman.

Presiden Perancis demikian juga mengklaim bahwa negaranya berkomitmen pada kebebasan berkeyakinan dan beragama serta berupaya memastikan hak politik dan sosial individu, terlepas dari agamanya. Dia mengatakan negaranya tidak memiliki masalah dengan agama apa pun dan bahwa pengikut semua agama hidup dalam kebebasan penuh di negara ini.

Macron mengklaim bahwa menggambar karikatur tokoh politik dan agama adalah bagian dari kebebasan berekspresi, dan karikatur tokoh Kristen dan rabi Yahudi telah berkali-kali diterbitkan di majalah, termasuk Charlie Hebdo.

Islamofobia Kuno, dokumen kemunafikan pemerintah Perancis

Pernyataan Macron ini datang ketika Muslim di negara itu telah menderita akibat kebijakan anti-Islam Perancis selama beberapa dekade. Dalam contoh terbaru dari kebijakan anti-Islam negara itu, Macron mengumumkan bulan lalu bahwa Islam di seluruh dunia berada dalam krisis dan menyerukan tindakan keras terhadap apa yang disebutnya "Islamis separatis".

Islamofobia Politik, Dokumen Skandal Buruk Kebebasan Berekspresi Pemerintah Perancis

Pernyataan tersebut yang disertai dengan dukungan Macron untuk penerbitan kartun dengan dalih kebebasan berekspresi, mendorong banyak pejabat Muslim dan orang-orang untuk memboikot produk-produk buatan Perancis, memicu puluhan ribu Muslim dari Pakistan hingga Bangladesh dan Palestina untuk memprotes pemerintah Negara ini.

Ucapan Macron dan pejabat Perancis lainnya bahwa ada daerah di Perancis yang bertindak melawan kohesi sosial di negara tersebut dan menyebabkan perpecahan di negara tersebut, mencerminkan pendekatan terhadap kepentingan-kepentingan partai dan politik pemerintah Macron.

Analis politik senior Al Jazeera, Marwan Bashara menulis dalam sebuah analisis bahwa pernyataan Macron tampaknya merupakan upaya untuk mengklarifikasi sikapnya tentang isu-isu yang sangat penting bagi Perancis dan dunia Muslim.

Faktanya adalah, negara ini telah menindas umat Islam selama beberapa dekade dengan dalih kebebasan berekspresi dan prinsip sekularisme. Pengenaan pembatasan ketat pada jilbab di sekolah, universitas, dan ruang kantor adalah contoh nyata dari penentangan terhadap kebebasan beragama yang bertentangan dengan klaim Macron. Jilbab dilarang di sekolah dan untuk pegawai pemerintah di Perancis. Juga, umat Islam tidak dapat muncul di pengadilan dan parlemen negara ini dengan berjilbab.

“Di Perancis, kami pikir semua agama sama dan simbol agama tidak boleh ditampilkan di tempat-tempat umum,” Alexis Poulin, seorang analis politik dan pendiri situs berita Le Monde Modern, mengatakan kepada Al Jazeera.

Menciptakan suasana kebencian terhadap umat Islam

Islamofobia di Perancis tidak terbatas pada masalah jilbab. Dalam suasana kebencian terhadap Muslim yang merasuki kebijakan pemerintah dan media, serangan terhadap masjid dan Muslim jarang terefleksikan. Misalnya, pada 18 Oktober, ketika dua wanita Muslim ditikam di dekat Menara Eiffel, berita itu tidak diberitakan secara luas di media Perancis. Serangan terhadap masjid-masjid di Bordeaux dan Beziers juga diberitakan secara kecil.

Di Perancis, mereka yang mengkritik kebijakan kebencian pemerintah terpinggirkan. Misalnya, Nicolas Caden, direktur Observatoire de Laicite di Perancis, yang mengkritik perlakuan pemerintah baru-baru ini terhadap Muslim, mendapat reaksi keras dari pejabat pemerintah, dengan beberapa yang menyerukan pengunduran dirinya.

Islamofobia Politik, Dokumen Skandal Buruk Kebebasan Berekspresi Pemerintah Perancis

Dalam ruang di mana Islamofobia di Perancis dibenarkan dengan kedok kebebasan berekspresi, Muslim menjadi sasaran semua jenis diskriminasi dan kejahatan. Pemerintah Perancis sekarang sedang menerapkan kebijakan untuk mengasingkan Muslim sehingga mereka harus terus membuktikan kelayakan mereka untuk kewarganegaraan Perancis kepada masyarakat dan pemerintah Perancis.

Selama Perancis menganggap Muslim sebagai "pilar kelima" dan mengecualikan mereka dari perang melawan ekstremisme, dan selama pemerintah Perancis menggunakan serangan para ekstremis untuk tujuan politiknya sendiri menjelang pemilu tahun depan, negara itu dari hari ke hari akan jauh dari nilai-nilai inti kohesi sosial, perdamaian sipil dan dialog, dan masyarakat Negara ini akan bergerak menuju ketegangan-ketegangan agama, kekerasan dan perpecahan. (hry)

 

3932532

captcha