Bertepatan dengan peringatan kesyahidan Imam Syiah ke-8, Imam Ridha (as), Hujjatul Islam wal Muslimin Sayyid Abbas Shabbar, salah satu mubaligh agama dan direktur departemen kebebasan beragama dari organisasi hak asasi manusia "Perdamaian" di Bahrain, dalam sebuah wawancara dengan Iqna, ia mengkaji siroh pendekatan Imam dan perannya dalam penciptaan peradaban Islam.
Hujjatul Islam Shabbar mengatakan tentang siroh pendekatan Imam Ridha (as). “Imam Ridha (as) adalah tokoh penting dalam sejarah Islam. Beliau memadukan ilmu pengetahuan dan kepemimpinan dengan keterampilan yang hebat sedemikian rupa sehingga menjadi teladan kepemimpinan umat di jalur persatuan dan stabilitas intelektual,” ucapnya.
Dia melanjutkan, dari sudut pandang Ayatollah Khamenei qs, Imam Ridha (as) dianggap sebagai puncak dalam sejarah Islam karena beliau bukan hanya seorang Imam yang harus diikuti dalam urusan agama, tetapi beliau adalah pelopor dalam arah untuk mereformasi umat. Imam bekerja untuk persatuan umat Islam melalui pengetahuan dan kebijaksanaan.
Shabbar menambahkan, sudut pandang ini menunjukkan pengaruh yang mendalam dari Imam Ridha (as) dalam lingkungan sosial dan keagamaannya serta kemampuannya dalam memberikan contoh kepemimpinan seimbang yang mengedepankan kepentingan masyarakat dari awal prioritasnya.
Anggota komunitas Wefaq Islam Bahrain menambahkan, Ayatullah Khamenei percaya bahwa Imam Ridha (as) bukan hanya cahaya kaum Syi'ah, tetapi juga cahaya para ulama dan ahli hukum dari agama dan mazhab lain, dan beliau menyebarkan ajaran Islam dengan perilakunya sebelum berbicara.
Hujjatul Islam Shabar mengatakan tentang gaya interaksi Imam Ridha (as) dengan pemeluk agama dan mazhab lain. Ia mengatakan Imam Ridha (as) mewujudkan model dialog yang dilandasi rasa saling menghormati dan rasionalitas dalam berinteraksi dengan pemeluk agama dan mazhab lain. Beliau memperlakukan mereka yang beragama selain Islam dengan penuh toleransi dan selalu mengandalkan dialog rasional berdasarkan dalil dan burhan.
Ia mengatakan tentang pandangan Imam Khomeini (qs) dalam hal ini. Ia mengatakan, Imam Khomeini (qs) meyakini bahwa metode ini mengungkapkan hakikat Islam yang hakiki, yaitu berupaya menciptakan pemahaman dan keterbukaan intelektual. Imam Khomeini (qs) mengisyaratkan bahwa Imam Ridha (as) menggunakan hikmah dan persahabatan dalam perdebatannya dan hal ini mempunyai kontribusi yang besar dalam memperkuat kedudukan Islam di kalangan pemeluk agama lain.
Mubaligh asal Bahrain ini bercerita tentang kondisi politik dan sosial masyarakat pada masa Imam Ridha (as). “Imam Ridha (as) menghadapi tantangan politik dan sosial yang kompleks pada masanya. Karena pemerintahan Abbasiyah berada dalam keadaan ketegangan internal dan eksternal, dan Imam (as) dengan menerima jabatan resmi Ma'mun Abbasi berhasil mengubah posisi tersebut menjadi alat penyebaran ajaran Ahlulbait (as) dan mengkonsolidasikan fondasi Imamah,” ucapnya.
Ia melanjutkan, Ayatullah Isa Qassim, pemimpin Syiah Bahrain, menekankan bahwa Imam Ridha (as) memanfaatkan posisi Wilayatul Ahd (putra mahkota) untuk menyebarkan ilmu dan mengoreksi pemikiran serta menciptakan keseimbangan antara pemerintah dan umat Islam. Ia berpendapat bahwa Imam Ridha (as) tidak memanfaatkan jabatan tersebut untuk memenuhi kepentingan pribadinya, melainkan beliau menggunakannya untuk membimbing umat menuju ilmu pengetahuan dan menciptakan keseimbangan antara pemerintah dan umat.
Hujjatul Islam wal Muslimin Shabbar menyatakan dalam bidang peran dan pengaruh Imam Ridha (as) dalam mengangkat status Imamah dan Syiah. Ia mengatakan Imam Ridha (as) berperan besar dalam memperkuat posisi Imamah dan Syiah dengan kebijaksanaan politiknya dan penerimaan posisi putra mahkota. Penerimaan ini bukan bertujuan untuk tunduk kepada pemerintah, namun merupakan pemanfaatan kesempatan yang cerdas untuk mengkonsolidasikan fondasi Imamah sebagai kekuatan efektif dalam politik Abbasiyah. (HRY)
4234524