Pada kesempatan Idul Fitri ini, koresponden IQNA dari Isfahan berbicara dengan Hujjatul Islam Hamid Elahidoost, staf pengajar Jamiah al-Mustafa (saw) Isfahan, tentang makna harfiah, filosofi, dan adab Idul Fitri, yang teksnya dapat kami baca di bawah ini.
Iqna - Apa arti harfiah dan idiomatik dari "Fitr"? Apakah kata ini juga digunakan dalam Alquran?
Kata fatir atau ayat "fithratallâhillatî fatharan-nâsa ‘alaihâ/ fitrah (dari) Allah yang telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu" (QS. Ar-Rum: 30) disebutkan dalam Alquran. Fitrat adalah padanan kata khilqah/ penciptaan dan memiliki makna yang sama. Satu-satunya perbedaan antara kata ini adalah bahwa penciptaan manusia secara khusus disebut fitrat. Oleh karena itu, segala kecenderungan yang ada pada diri manusia, baik yang bersifat teologis, mencari Tuhan, maupun menyembah Tuhan, disebut sebagai kecenderungan fitri. Ayatullah Mutahari menulis sebuah buku yang berjudul "Fitrah dalam Alquran" dan membahas pokok bahasan ini.
Idul Fitri adalah Idul Fitrah; yakni, hari raya yang berkaitan dengan penciptaan manusia, yang mewajibkan pemberi nafkah keluarga untuk membayar zakat fitrah per kapita bagi setiap orang yang diciptakan dalam keluarganya, dan tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin, usia, apakah ia beriman atau kafir, apakah ia berpuasa atau tidak. Fakta bahwa seseorang dilahirkan dalam rumah tangga sebagai pencari nafkah atau kepala keluarga sudah cukup untuk membayar fitrah per kapita. Akan tetapi, fitrah tidaklah wajib atas anak yang masih dalam kandungan ibunya, karena fitrah itu belum terbentuk secara lahiriah. Akan tetapi, kalau ia lahir pada malam Idul Fitri pun, tetap saja wajib mengeluarkan zakat fitrah per kapitanya.
Iqna - Apa filosofi Idul Fitri?
Semua program keagamaan kita bersifat multifaset, artinya tidak hanya mengejar satu tujuan saja, seperti ibadah; misalnya, puasa merupakan suatu ibadah, namun tujuannya adalah untuk menambah ketakwaan. Artinya, seseorang memperoleh kekuatan pengendalian diri dan mampu menahan godaan. Oleh karena itu, puasa merupakan ibadah kepada Allah, pendidikan, pembinaan, dan penguatan masyarakat terhadap kenikmatan duniawi, serta peningkatan ketakwaan.
Salah satu aspek puasa selama bulan suci Ramadhan adalah memberi dan peduli terhadap mereka yang membutuhkan di masyarakat. Artinya, dengan menahan lapar, kita bisa sedikit banyak memahami permasalahan masyarakat yang membutuhkan, lalu di akhir bulan, kita bisa memberikan sebagian harta kita untuk ikut merasakan permasalahan mereka dan berempati kepada mereka. Karena simpati intelektual saja tidak cukup, harus ada simpati dalam bentuk tindakan, yakni membayar zakat fitrah.
Tentu saja, selama bulan suci Ramadhan dianjurkan untuk berbuka puasa dan berbagi rezeki dengan orang lain, namun menunaikan zakat fitrah di akhir bulan hukumnya wajib. Karena adanya hubungan antara penciptaan manusia dengan hari raya Idul Fitri, maka Zakat Fitrah disebut juga Zakat Badan.
Iqna - Apa hubungan antara puasa dan spiritualitas dan mempertahankannya sepanjang tahun?
Orang yang berpuasa telah menjalankan perintah Allah, yaitu larangan makan dan minum selama bulan suci Ramadhan, dan telah melakukan upaya-upaya untuk menjaga diri dari godaan, yang merupakan cerminan dari ciri-ciri pembinaan atau pendidikan akhlak. Puasa merupakan suatu amalan menahan diri dari godaan, tidak hanya sekedar makan dan minum saja. (HRY)