Juru bicara PBB, Stéphane Dujarric, pada hari Jumat menyatakan bahwa “bantuan harus menjangkau semua orang, di mana pun mereka berada, berdasarkan kebutuhan mereka,” seraya menambahkan bahwa situasi di lapangan telah menjadi tak tertahankan setelah hampir sepuluh minggu pembatasan bantuan secara brutal.
“Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan menyatakan bahwa pencabutan blokade Gaza kini lebih mendesak daripada sebelumnya,” ujar Dujarric. “Krisis kemanusiaan telah memburuk secara signifikan setelah hampir sepuluh minggu pemutusan aliran bantuan.”
Dujarric juga memperingatkan bahwa “penundaan tambahan dalam pengiriman bantuan ke Gaza akan memiliki konsekuensi yang tidak dapat dipulihkan.” Ia menegaskan kembali sikap Sekretaris Jenderal PBB António Guterres bahwa “organisasi ini tidak akan ikut serta dalam mekanisme apa pun yang tidak menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan.”
Pemblokiran Bantuan: Jalur Hidup yang Disabotase
Blokade Israel telah menghancurkan seluruh jalur distribusi bantuan penting. Menurut Program Pangan Dunia (WFP), persediaan makanan telah habis dan dapur umum tak lagi beroperasi karena kekurangan pasokan. Laporan UNRWA (Badan PBB untuk Pengungsi Palestina) mengonfirmasi bahwa banyak penduduk kini bertahan hidup hanya dengan pakan ternak dan air yang tercemar.
Sementara itu, Amerika Serikat mengusulkan rencana distribusi bantuan yang kontroversial, dengan mendirikan “lokasi distribusi aman” di Gaza selatan—dioperasikan oleh kontraktor swasta dan dikoordinasikan bersama “Israel.”
Namun, badan-badan kemanusiaan dan PBB menolak rencana tersebut karena dianggap melanggar norma-norma kemanusiaan internasional dan akan memaksa warga sipil yang kelaparan mempertaruhkan nyawa untuk mencapai titik distribusi terpencil, bukannya menerima bantuan melalui mekanisme netral yang telah ada.
Uni Emirat Arab juga menyatakan penolakan terhadap mekanisme yang didukung AS tersebut dalam bentuknya saat ini, menegaskan kekhawatiran global atas politisasi bantuan kemanusiaan.
Perang Kelaparan: Rakyat Gaza Dikepung dan Dibiarkan Mati Perlahan
Di Gaza, situasi tetap dalam kondisi bencana. Hingga akhir April, Kantor Media Pemerintah Gaza melaporkan lebih dari 65.000 anak dirawat di rumah sakit karena kekurangan gizi parah, yang semuanya diakibatkan oleh blokade Israel yang terus berlangsung. WFP juga menyatakan bahwa pada awal April, seluruh pabrik roti terakhir yang masih beroperasi telah ditutup karena tidak ada lagi tepung dan minyak goreng.
Sejak 2 Maret, otoritas Israel mempertahankan blokade total terhadap seluruh jalur masuk Gaza, sehingga ribuan truk yang membawa makanan, bahan bakar, dan obat-obatan darurat tertahan di luar perbatasan. Blokade yang telah berlangsung lebih dari dua bulan ini terus mempercepat kehancuran kemanusiaan.
PBB: Dunia Berada di Persimpangan Moral
Para pakar HAM PBB memperingatkan pada hari Kamis bahwa “kekejaman yang terus meningkat” di Gaza telah menempatkan masyarakat internasional pada persimpangan moral.
Mereka menyatakan bahwa dunia kini menghadapi dua pilihan: bertindak untuk menghentikan pembantaian, atau menyaksikan rakyat Palestina dimusnahkan secara terang-terangan.
Sementara serangan genosida “Israel” terhadap Gaza terus berlanjut sejak dimulainya kembali agresi pada 18 Maret 2025, jumlah korban jiwa terus bertambah dan harapan untuk bertahan hidup semakin menipis. Ribuan orang telah terbunuh, terluka, atau hilang, sementara pengepungan yang kejam terus menghukum lebih dari dua juta penduduk Gaza dengan kematian perlahan yang bisa dicegah. (HRY)
Sumber: arrahmahnews.com