Menurut laporan IQNA, cabang Asia Timur, konferensi satu hari ini berhasil diselenggarakan pada hari Sabtu (23/8/2014), dengan dihadiri lebih dari 250 orang tokoh jenius mazhab, kebudayaan, penelitian, ilmu, akademik, dan media dari masyarakat muslim Ahlusunnah dan Syiah di negara ini.
Salah satu dari agenda acara festival ini adalah pembacaan ayat Kalamullah al-Majid, oleh Syekh Muhammad al-Afandi Putphin, Qari terkemuka Ahlusunnah, bacaan makalah singkat berkaitan dengan esensi takfiri dan tujuan-tujuannya oleh Syarif Sang Vyman, Ustad dan asisten perguruan tinggi Islam Bangkok, pameran dokumenter pembentukan dan pengenalan esensi takfiri dan kejahatan serta invasi mereka terhadap kaum muslimin dan tempat-tempat ziarah.
Selanjutnya, Hujjtaul Islam Muhammad Syarif Katsumbun, mahasiswa doktoral Jamiatul Musthafa (saw) di Qum lewat ceramahnya mengulas akar takfiri. “Kelompok Wahabi adalah arus utama yang membantu pertumbuhan dan pembentukan takfri. Dengan demikian, dengan memperhatikan tidak diterimanya kelompok Wahabi di dunia sekarang ini, kita harus tahu bahwa takfiri tidak akan pernah sampai pada satu tempat dan segera dengan irodah Allah dan usaha serta upaya umat Islam, mereka akan sampai pada kehancuran dan akan masuk ke jahannam,” ungkapnya.
Demikian juga, Hujjatul Islam Mujahid Kitaratai, dosen fakultas sastra universitas Sil Pakorn Bangkok dan Farid Dink Yung, Direktur Eksekutif dan Ketua Cannel Tv Internet Institut Studi Islam juga ikut berbicara dalam konferensi ini.
Mushtafa Najjariyan Zadeh, Konsultan Kebudayaan Iran menjelaskan “Kontras nyata takfiri dengan insiden kesadaran dan persatuan Islam dalam perspektif pemimpin tinggi Iran.”
“Sebuah masalah yang mengancam persatuan dunia Islam hari ini dan menyalahi kemaslahatan Islam dan kaum muslimin adalah masalah ekstremisme dan takfiri. Ekstremisme yakni keluar dari jalan kemoderatan. Agama Islam adalah agama moderat dan kita bisa menghasilkan keridhaan Allah (swt) selama kita bergerak dalam koridor kemoderatan. Kita semua mengetahui bahwa syarat-syarat sekarang ini, kemampuan besar dan penjajahan kawasan selalu berusaha mewujudkan persengketaan dan perselisihan dikalangan kaum muslimin dan umat Islam,” ungkapnya.
Selanjutnya, Najjariyan Zadeh menambahkan, “Dari satu sisi, mereka mencari pembagian negara-negara besar Islam yang dianggap kuat, dan dari satu sisi mereka berusaha membagi kaum muslimin menjadi berkelompok-kelompok dan berusaha menciptakan bentrokan di antara para penganut mazhab dan kelompok yang ada dan semua program mereka juga dalam rangka kemaslahatan imperealisme dunia, menjamin keamanan Israel dan mencegah persatuan kaum muslimin dan insiden kebangkitan Islam. Akan tetapi kita harus tahu bahwasanya takfiri adalah sebuah insiden yang sudah ada semenjak permulaan Islam sampai sekarang ini dan dalam setiap tingkatan muncul dalam raut dan bentuk yang khusus. Di era awal Islam dalam raut Khawarij, dan pada era berikutnya dan era sekarang ini dalam bentuk Salafi, Thaliban dan hari ini dalam bentuk ISIS dan Khilafah Islam. Dan Abu Bakar Baghdadi adalah panji sebuah insiden kebatilan, dan dengan sirnanya dia, insiden ini akan terus berlanjut dan takfiri akan muncul dalam bentuk yang lain, sebagaimana Bin Laden tiada dan Thaliban memberikan posisinya kepada ISIS.”
“Kita dengan kesadaran dan pintar harus berada dalam garis wilayah dan dengan memanfaatkan petuah-petuah dan kebijaksanaan pemimpin tinggi kita ini untuk menghadapi dan melawan insiden takfiri ini dan kelompok-kelompok yang berkaitan dengan mereka, dimana dengan ungkapan beliau berganti menjadi salah satu musibah Islam dan membawa kekejaman untuk umat Islam. Kita selalu dan siap menjaga dalam sepanjang masa,” ungkapnya.
Selanjutnya, Konsultan Iran mengatakan, “Kita harus sadar bahwa perkembangan insiden takfiri pada tahun-tahun terakhir dengan interpretasi dogmatis dari sunnah Nabawi (Saw) dan interpretasi lahiriah dari ayat-ayat Al-Quran dan tuduhan takfir dan penyelewengan Islam terhadap kaum muslimin lainnya harus dianggap sebagai skenario baru rezim penguasa untuk memecahkan persatuan kaum muslimin dan memecah belah di antara mereka serta menghapus dan memudarkan karya kebangkitan Islam, dimana pemimpin agung revolusi Islam dengan pengetahuan yang mendalam tentang menejemen dunia insiden semacam ini untuk menyusup ke komunitas kaum muslimin dan menciptakan perpecahan di kalangan umat Islam, beliau selalu memaparkan petuah-petuah bijaksana dan cerdas kepada kaum muslimin dan umat Islam. Beliau menganggap akar utama insiden semacam ini sebagai cara untuk menangani musuh-musuh Islam dan pakaian pakaian Islam mereka untuk menghapus dan melawan Islam.”
Dia menegaskan, “Imam Khomaini (ra), dengan ungkapan “Islam ala Amerika” di hadapan “Islam suci Muhammad” mengisyaratkan penerimaan wilayah para musuh-musuh agama dan senantiasa menyertai para penguasa lalim dan berpegang dengan lahiriah Islam oleh pemerintahan-pemerintahan muslim dan Islam ini dianggap tidak konsisten bahkan berlawanan dengan Islam hakiki nan suci; karena Islam ala Amerika dalam rangka tujuan dan kemaslahatan Amerika dan Zionis.”
Di akhir konferensi ini dibeberkan dua judul buku baru: “Kritikan Pendapat Muhammad bin Abdul Wahhab”, karya Yasir Ali, yang diterjemahkan oleh Hujjatul Islam Muhammad Syarif Katsumbun dalam bahasa Thai dan buku lainnya dengan judul “Sejarah Pendudukan Dunia” yang disusun dan diterbitkan oleh yayasan ini dalam bahasa Thai.