Menurut laporan IQNA, seperti dikutip dari Press TV, Palestina pada tanggal 31 Desember 2014 melayangkan permintaan keanggotaan di mahkamah internasional Den Haag dan setelah disetujui, maka diputuskan negara ini sejak tanggal 1 April 2015 secara resmi menjadi anggota mahkamah kriminal internasional (ICC).
Menurut laporan yang dipublikasikan oleh markas informasi Palestina, negara ini sebelumnya melayangkan permintaan keanggotaan di mahkamah tetap tribunal Den Haag dan menjadi anggota mahkamah tersebut, namun Amerika memprotes keanggotaan tersebut dan akhirnya keanggotaan Palestinapun diberhentikan sementara waktu.
Setelah itu, kementerian luar negeri Palestina dengan memublikasikan sebuah statemen mengumumkan, Riyad al-Maliki, Menteri Luar Negeri Palestina mengumumkan protes keras negara tersebut kepada rekan Belandanya.
Al-Maliki meminta peninjauan kembali penangguhan keanggotaan Palestina dalam mahkamah tersebut dan akhirnya Menteri Luar Negeri Belanda disela-sela pertemuan dewan HAM di Jenewa Swiss siap membantu untuk mengkaji masalah tersebut.
Akhirnya, setelah pertemuan dewan diplomatik Palestina dengan para pejabat pelbagai negara di Belanda dan dukungan anggota mahkamah lainnya, Palestina menjadi anggota resmi mahkamah tetap tribunal tersebut dengan tanpa pertentangan dari satu anggotapun.
Dalam statemen Menteri Luar Negeri Palestina dikemukakan, mayoritas negara secara pasti mendukung keanggotaan Palestina di mahkamah tetap tribunal tersebut, meski pertama kalinya dalam sejarah mahkamah ini, bahwa keanggotaannya dilakukan lewat voting.
Permintaan Palestina untuk keanggotaan dalam pengadilan internasional Den Haag kemudian diketengahkan, dimana agenda pengakhiran penjajahan kawasan Palestina oleh rezim Israel di dewan PBB ditentang oleh Amerika.
Dengan menjadi anggota di pengadilan internasional ini maka Palestina dapat mengadukan para pemimpin rezim Israel dengan tuduhan melakukan kejahatan-kejahatan perang di kawasan Palestina.
Dengan menjadi anggota pengadilan tersebut, Palestina dapat meminta perealisasian tentang kejahatan-kejahatan anti kemanusiaan rezim Israel terhadap bangsa Palestina di jalur Gaza dalam perang 51 hari dan penelitian tentang aktivitas pemukiman ilegal rezim Zionis di tanah-tanah jajahan.
Rezim Zionis musim panas lalu telah menarget jalur Gaza dengan sebuah serangan besar-besaran. Kurang lebih 2.200 rakyat Palestina termasuk anak-anak meninggal dunia dalam serangan tersebut.
Jalur Gaza sudah dikepung oleh rezim Israel sejak Juni 2007 dan kondisi ini menyebabkan turunnya tingkat kemakmuran masyarakat dan bertambahnya kemiskinan dan pengangguran di kawasan tersebut melebihi sebelumnya. Rezim Israel telah melanggar hak-hak fundamental 1.800.00 penduduk di jalur Gaza, seperti kebebasan berpindah tempat, pekerjaan, pelayaan kesehatan dan pendidikan.
Dari sisi lain, PBB dan mayoritas negara-negara dunia menganggap pemukiman Israel di kawasan jajahan Palestina adalah ilegal; kawasan ini dijajah pada tahun 1967 dan berdasarkan konvensi Jenewa, segala bentuk pembangunan di kawasan jajahan dilarang.
Lebih dari setengah juta penduduk Israel tinggal di 230 kota ilegal di Tepi Barat dan al-Quds.