Menurut Iqna, mengutip Anadolu, Perdana Menteri Denmark mengatakan: "Saya tidak melihat bahwa tidak seorang pun dapat membakar buku orang lain sebagai pembatasan kebebasan berekspresi."
Ia mengisyaratkan kemungkinan larangan tidak menimbulkan masalah. “Ada risiko keamanan yang nyata. Pada saat yang sama, ada risiko kita akan dikucilkan di kancah internasional. Masalah ini sangat bermasalah sekarang karena kami melakukan begitu banyak upaya untuk menciptakan kemitraan dan koalisi,” imbuhnya.
Di Denmark, penistaan Alquran berlanjut, dan pada hari Kamis, kelompok sayap kanan ekstrem sekali lagi menghina kitab suci umat Islam.
Tindakan kekerasan baru-baru ini terhadap kitab suci umat Islam dimulai pada tanggal 28 Juni, ketika seorang warga negara Swedia-Irak berusia 37 tahun bernama Salwan Momika menistakan Alquran dengan dukungan polisi Swedia. Kira-kira tiga minggu kemudian, pada 20 Juli, dia mengulangi tindakan keterlaluan ini untuk kedua kalinya.
Pada 31 Juli lalu, warga Swedia-Irak ini bersama seorang lainnya mencoba membakar mushaf Alquran di depan Parlemen Swedia. Tindakan keji ini terjadi untuk ketiga kalinya dalam sebulan terakhir di Swedia, sementara Kementerian Luar Negeri Swedia mengklaim dalam sebuah pernyataan pada 30 Juli bahwa negara ini sangat menolak tindakan Islamofobia dan penistaan kesucian Alquran atau kitab suci lainnya dianggap penghinaan dan tidak menghormati. (HRY)