IQNA

Duta Republik Indonesia di Tehran:

Kejahatan ISIS Akibat Tafsir Keliru dan Tendensius terhadap Islam

16:11 - February 02, 2016
Berita ID: 3470123
INDONESIA (IQNA) - Kejahatan-kejahatan ISIS dan kelompok-kelompok teroris adalah akibat kebodohan dan tafsir keliru dan tendensius terhadap Islam;

Para teroris ISIS tidak dapat memahami dan mengetahui Islam, masyarakat dunia, khususnya masyarakat Barat yang memantau pergolakan-pergolakan regional harus mengetahui bahwa aksi-aksi kelompok ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan Islam, namun dari satu sisi mereka adalah produk bersama takfiri dan ekstremis dan dari sisi lain adalah pengaruh dan dampak sebagian negara-negara Barat.

Bapak Dian Wirengjurit, Duta Republik Indonesia di Tehran saat wawancara dengan IQNA menambahkan, Islam adalah agama perdamaian, keutamaan dan kecintaan dan kewajiban kita sebagai muslim adalah mensterilkan tafsir-tafsir keliru dan propaganda-propaganda negatif tentang Islam dan Al-Quran.

Uraian dialog ini membahas tentang peran dunia Islam dalam memerangi kekerasan dan ekstremisme dan demikian juga hubungan antara Iran dan Indonesia sebagai dua negara besar dan efektivitas Islam.

IQNA : Bapak Duta. Pertama-tama saya ucapkan banyak terimakasih karena Bapak telah bersedia memenuhi permintaan kami untuk berpartisipasi dalam wawancara ini. Saya mulai pertanyaan tentang hubungan Republik Islam Iran dan Republik Indonesia; dua negara muslim dan efektivitas di dunia Islam, perubahan-perubahan regional dan kancah internasional. Iran dan Indonesia termasuk anggota organisasi kredibel internasional, seperti IIC, NAM, dan UN. Kurang lebih dua negara ini memiliki satu pandangan dan sikap tentang beberapa topik, masalah regional dan internasional. Menurut anda, apa saja poin umum yang dimiliki dua negara ini dalam upayanya untuk menetapkan dan menjaga perdamaian, stabilitas dan eskalasi nilai-nilai Islam dan kemanusiaan di kawasan dan dunia.

Bapak Wirengjurit : Indonesia seperti Iran, menentang kekerasan dan permusuhan. Dua negara memiliki satu sikap di hadapan terorisme, ISIS dan aktivitas-aktivitas mereka di kawasan. Kedua negara sama-sama mencari perdamaian, stabilitas dan mengupayakannya dan disamping itu menentang segala bentuk ekstremisme dan pengambilan metode-metode permusuhan dan kekerasan terhadap masyarakat sipil dan manusia-manusia tak berdosa negara-negara regional.

Bangsa Indonesia seperti masyarakat Iran, mereka mencari jalan-jalan perdamaian untuk menyelesaikan masalah; kami pendukung dialog dan kami sangat khawatir dengan semua yang telah terjadi dalam beberapa tahun lalu di regional.

Islam sama sekali tidak menerima publikasi kekerasan. Islam adalah agama damai dan tenang. Rasulullah (Saw) di sepanjang kehidupan penuh berkahnya senantiasa mengajak umat muslim untuk saling mencintai, bersahabat dan berdialog.

IQNA : Sebagaimana yang telah Anda isyaratkan, Islam adalah agama damai dan tenang. Rasulullah (Saw) di sepanjang kehidupan penuh berkahnya senantiasa mengajak umat muslim untuk saling mencintai, bersahabat dan berdialog. Namun sekarang ini, umat Islam menderita parah karena adanya masalah ekstremisme dan kekerasan. Untuk alasan inilah Presiden Islam Iran, Hassan Rouhani dua tahun lalu dan dalam pidato-pidatonya di majelis umum PBB di New York mengetengahkan agenda prakarsa, dengan topik Dunia Melawan Kekerasan dan Ekstremisme (WAVE/World against Violence and Extremism). Apa evaluasi anda tentang hal ini?

Bapak Wirengjurit : Sekali lagi saya hendak jelaskan bahwa Iran mencari dialog. Dalam perundingan nuklir dengan kelompok 5+1, Iran menunjukkan bahwa sama sekali tidak akan mencoba membuat senjata nuklir, namun mencari penetapan dialog untuk menyelesaikan masalah regional dan internasional lewat perdamaian.

Iran Tidak mencari perang dan bukan terorisme, namun ia seperti Indonesia, korban terorisme.

Menurut saya, Iran tidak hanya dapat membantu menyelesaikan dan memisahkan masalah-masalah regional; namun lebih dari itu, yakni dapat efektif juga terkait penyelesaian masalah-masalah lain negara yang terkena krisis, seperti sebagian negara-negara Afrika. Bertahun-tahun saya tinggal di Iran dan sampai pada kesimpulan bahwa bangsa Iran seperti pemerintahannnya, pendukung perdamaian dan keamanan. Indonesia juga demikian; sebuah negara yang cinta perdamaian dan meminta pencegahan kekerasan dan permusuhan di seluruh penjuru dunia.

Saya meyakini bahwa penguatan yang jauh hari sebelumnya telah dijalin hubungan antar dua negara dapat menjadi bantuan yang memadai untuk mengangkat krisis di regional dan khsusunya memerangi ekstremisme dan terorisme di Timur Tengah dan dunia.

Indonesia telah melakukan banyak upaya untuk membantu menjaga pokok dan undang-undang internasional.

IQNA : Anda telah menegaskan poin yang sangat penting sekali. Nampaknya masyarakat dua negara juga harus seperti dua pemerintahannya, yang bergerak menuju dialog satu sama lainnya. Kami banyak membutuhkan dialog untuk sampai pada sebuah pengetahuan timbal balik dalam kerangka umat muslim, karena kita semua dalam tingkat yang lebih tinggi, terkait pada sebuah umat dan pertemuan dan itu adalah umat Islam. Dalam hal ini, bagaimanakah menurut Anda?

Bapak Wirengjurit : Untuk menjawab pertanyaan Anda, kita harus kembali pada sejarah peperangan kontemporer dunia, khususnya perang dunia abad keduapuluh, dimana kedua negara Iran dan Indonesia mengumumkan ketidakberpihakan dan dukungannya terhadap perdamaian. Disamping itu, sejak berabad-abad yang lalu dua negara ini telah menunjukkan bahwa tidak mencari pertempuran dan tidak akan demikian. Saya sudah berkali-kali jelaskan masalah ini. Adapun yang penting dalam hal ini adalah pengetengahan agenda dan pandangan yang berdasarkan logika dan dialog oleh negara-negara sebagai pokok dan kerangka kemanusiaan dan universal. Namun, ironisnya karena serangan propaganda dan media-media yang melawan Republik Islam Iran dan sebagian negara-negara Asia oleh sejumlah kekuatan-kekuatan Barat, opini umum Barat dengan salah menyakini bahwa Iran, Indonesia dan negara-negara lainnya berupaya mengobarkan api peperangan, sementara masalah ini benar-benar tidak berdasar, tidak berasas dan menyalahi realita. Karenanya, Iran dan Indonesia dengan upaya berlipat ganda dan bersama-sama harus mensterilkan propaganda-propaganda buruk dan salah ini terhadap bangsanya.

Kedua negara memiliki kebudayaan dan keagamaan yang sama. Kami dapat menunjukkan kepada dunia bahwa dari satu sisi, propangada-propaganda negatif ini salah dan tidak benar dan dari sisi lain menyalahi apa yang telah diklaimkan oleh sebagian negara-negara Barat, kami adalah umat muslim, pengayom perdamaian dan pendukung dialog, karena Islam adalah agama ketenangan dan keutamaan. Dengan demikian, tidak ada satu hal yang dapat menyebabkan kita tidak dapat membuktikan Islam sebagai penyeru kebebasan, kemuliaan manusia dan harapan kepada keselamatan manusia di bumi.

IQNA : Umat muslim dunia, baik Syiah maupun Sunnah semuanya memiliki persamaan dalam pokok-pokok terpenting; yakni satu agama, Islam, satu kitab, Al-Quran, satu Nabi, Muhammad Saw dan satu Tuhan, Allah Swt. Sebagaimana yang telah Anda isyaratkan, Islam adalah agama perdamaian, rahmat dan kasih sayang. Karenanya, sepak terjang teroris, yang mana sebagian dari mereka secara lahiriah mengklaim dirinya muslim, seperti ISIS sama sekali tidak dapat mengambil ajaran dan hukum-hukum Islam. Kejahatan-kejahatan teroris ini muncul dari ideologi takfiri dan ekstremisme; tidakkah demikian?

Bapak Wirengjurit : Pengamatan saya selama beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa sebagian negara-negara Barat mencari pengetengahan sebuah tafsir keliru dan dusta tentang Al-Quran kepada masyarakat dunia, dimana ini adalah sebuah aksi yang tidak bermoral dan anti kemanusiaan. Islam adalah agama yang penuh dengan perdamaian, keutamaan dan kecintaan. Kewajiban kita umat muslim adalah mensterilkan tafsir-tafsir buruk dan propaganda negatif tentang Islam dan Al-Quran. Sebagaimana yang telah Anda isyaratkan, takfiri dan ekstremis inilah yang telah melakukan aktivitas-aktivits permusuhan dan intensitas kekerasan teroris di regional dan sebagian negara-negara Barat.

Pelaksanaan kejahatan-kejahatan ini bersumber dari kebodohan, tafsir keliru dan tendensius terhadap Islam; para teroris ISIS tidak mampu mengetahui dan memahami Islam. Masyarakat dunia misalnya masyarakat Barat yang memantau pergolakan regional harus mengetahui bahwa aksi-aksi tersebut tidak ada kaitannya dengan Islam, namun merupakan produk bersama kelompok takfiri dan ekstremis dari satu sisi, dan dari sisi lain adalah pengaruh sejumlah negara-negara Barat; sebuah negara yang bergegas ikut campur dalam kondisi internal negara-negara regional dengan mendukung militer dan ekonomi kelompok teroris ini.

IQNA : Bapak Duta, saya ucapkan terimakasih banyak atas partisipasinya dalam dialog ini.

Bapak Wirengjurit : Sama-sama.

http://iqna.ir/fa/news/3470372

captcha