IQNA

Puasa di Turki; Dari Kewajiban Sembunyi-sembunyi hingga Identitas Nasional

17:50 - March 27, 2025
Berita ID: 3481829
IQNA - Pada masa pemerintahan Ottoman, masyarakat Turki dapat dengan mudah menjalankan ritual keagamaan mereka, termasuk puasa, namun dengan naiknya kekuasaan Mustafa Ataturk dan adanya tekanan pada masyarakat Muslim, religiusitas masyarakat menghadapi masalah.

Menurut Iqna mengutip Al Jazeera, puasa di Turki tidak hanya menjadi kewajiban agama, tetapi pada periode tertentu menjadi arena konflik antara identitas Islam dan kebijakan sekuler yang berupaya menghilangkan manifestasi keagamaan. Masjid-masjid ditutup dan puasa di beberapa tempat umum dianggap sebagai simbol keterbelakangan, mendorong banyak orang Muslim di Turki untuk berpuasa secara diam-diam seolah-olah mereka melakukan kejahatan.

Kendati menghadapi segala tekanan itu, bulan Ramadhan telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Turki, dan tradisinya telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, hingga kini telah menjadi bagian utama kehidupan masyarakat negeri ini serta jati diri keagamaan dan nasional mereka.

Tetapi bagaimana orang Turki menghabiskan bulan Ramadhan selama tahun-tahun tekanan dan kesulitan? Lalu bagaimana mereka melawan dan apa yang berubah hingga puasa menjadi kegiatan publik?

Awal mula tekanan pada orang yang berpuasa

Republik Turki didirikan pada tahun 1923, tetapi faktor perpecahan antara agama dan negara terjadi setahun kemudian, ketika Mustafa Ataturk menggulingkan Kekaisara Ottoman pada bulan Maret 1924.

Setelah ini, Kementerian Syariah dan Wakaf serta pengadilan Syariah Turki ditutup, membuka jalan bagi pemisahan agama dan politik dalam pemerintahan Turki yang baru.

Pemerintah baru tidak berhenti pada perubahan ini, tetapi terus mengurangi kehadiran umat Islam di masyarakat. Dengan menghapuskan Kekhalifahan Ottoman, disahkanlah Undang-Undang Standardisasi Pendidikan, yang menyebabkan penutupan sekolah-sekolah agama dan kontrol penuh pendidikan oleh pemerintah.

Selain itu, pada tahun 1926, kalender Hijriah diubah menjadi kalender Gregorian, yang menyebabkan hari besar Islam, termasuk bulan Ramadhan, dihapus dari agenda resmi pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah membubarkan semua hubungan resmi dengan acara keagamaan, dan acara-acara tersebut tidak mendapat tempat di kalangan masyarakat umum.

Menurut penelitian Benjamin Kocaoglu, seorang peneliti sejarah Islam, Republik Turki tidak secara resmi melarang puasa pada tahun-tahun awalnya, tetapi memberlakukan pembatasan tidak langsung terhadapnya, yang membuat puasa tampak tidak diinginkan di masyarakat.

Pengakuan Sekularisme

Amandemen konstitusi Turki pada tahun 1928 bukan sekadar perubahan teks undang-undang, tetapi juga pernyataan resmi bahwa pemerintah Turki tidak menerima Islam sebagai otoritas hukum atau sosial.

Dengan menghapus frasa "agama negara adalah Islam" dari konstitusi, Republik Turki meletakkan dasar bagi sekularisme modern di negara tersebut, dan negara tersebut secara bertahap berubah dari identitas Islam dan historis menjadi negara politik yang memisahkan agama dari lembaga negara.

سیر تحول «جدایی دین از سیاست» در دولت‌های گذشته ترکیه

Menurut peneliti, pengalaman Turki telah membuktikan bahwa tekanan agama tidak menyebabkan masyarakat menjauh dari agama, tetapi justru mendorong masyarakat untuk lebih dekat dengan Islam. Jadi, meskipun pemerintah berupaya menyembunyikan Ramadhan dari mata publik pada dekade-dekade awalnya, bulan tersebut tetap berada dalam benak rakyat negara ini hingga kembali ke masyarakat Turki sebagai bagian inti identitas nasional dan tanpa batasan politik. (HRY)

 

4269695

Kunci-kunci: puasa ، turki ، Kewajiban ، Identitas ، nasional
captcha