IQNA

Menengok Sejarah Sejumlah Fitnah di Era Imam Ridha (as); dari Sekte Waqifiyyah hingga Penyiksaan Kaum Syiah

11:11 - May 10, 2025
Berita ID: 3482038
IQNA - Imam Ridha (as) hidup di masa ketika terjadi fitnah besar dan Imamahnya menghadapi ujian berbahaya dari para sahabat ayahnya, Imam Kadzim (as), dan banyak di antara mereka yang tidak menerima Imamah Imam Ridha (as).

Menurut Iqna mengutip Baratha News, Imam Ali bin Musa, yang dikenal sebagai Imam Ridha (as), adalah Imam kedelapan dari Dua Belas Syiah. Ayahnya adalah Imam Musa bin Ja'far (as), Imam ketujuh Syiah, dan ibunya adalah seorang gadis budak yang dikenal sebagai Najma atau Toktam.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu kelahiran dan kesyahidan Imam Ridha (as). Di antaranya adalah bahwa ia dilahirkan pada tanggal 11 Dzulhijjah atau Dzulqaidah atau Rabi'ul Awwal tahun 148 atau 153 H dan mati syahid pada hari terakhir bulan Safar atau tanggal 17 atau 21 bulan Ramadhan atau tanggal 18 Jumadil Awal atau tanggal 23 atau akhir bulan Dzulqaidah tahun 202 atau 203 atau 206 H. Sayyid Jafar Murtada Amili mengatakan bahwa sebagian besar ulama dan sejarawan meyakini bahwa Imam Ridha (as) lahir di Madinah pada tahun 148 H dan syahid pada tahun 203 H.

Imam Ridha (as) menjadi Imam Syiah setelah ayahnya syahid. Durasi imamahnya adalah 20 tahun (183-203 H), yang bertepatan dengan masa kekhalifahan Harun Abbasi, Muhammad al-Amin, dan al-Ma'mun.

Bertepatan dengan peringatan hari lahir Imam Syiah kedelapan, mari kita ulas satu sudut kehidupan mulianya.

Imam Ridha (as) hidup di masa ketika terjadi fitnah besar dan Imamahnya menghadapi ujian berbahaya dari para sahabat ayahnya, Imam Kadzim (as), dan banyak di antara mereka yang tidak menerima Imamah Imam Ridha (as).

Hal ini karena Imam Kadzim (as) menetapkan dua permasalahan bagi kaum Syiah. Pertama: Kepercayaan terhadap agen di kota dan desa; dan yang kedua, mengaktifkan sistem khumus dalam mazhab Syiah; karena khumus telah dihentikan pada waktu itu akibat kemiskinan kaum Syiah.

Oleh karena itu, ketika Imam Kadzim (as) syahid, para sahabat dan agennya pun melakukan fitnah, hingga sampai pada titik di mana mereka mengumpulkan harta atas nama Imam (as). Karena Imam Kadzim (as) telah mendekam di penjara selama bertahun-tahun hingga ia syahid, banyak di antara agen-agen tersebut yang menolak mengembalikan harta titipan tersebut kepada Imam Ridha (as), bahkan ada yang sampai mengklaim bahwa Imam Kadzim (as) belum meninggal dunia agar dapat membenarkan tidak dikembalikannya harta titipan tersebut kepada Imam Ridha (as). Dari sinilah muncul sekte “Waqifiyyah”.

Sekte Waqfiyyah adalah sekelompok Syiah yang mengingkari Imamah Imam Ridha (as) dengan mengutip beberapa riwayat. Di antaranya ada riwayat yang mengatakan: "Apakah ada di antara kalian yang pernah mendengar riwayat ini dari Imam Musa Al-Kadzim bahwa ia berkata: Ali adalah anakku, penggantiku, atau imam sepeninggalku, atau penggantiku?" Mereka bilang: Tidak!

Sekte ini berhasil mendapatkan pengikut melalui berbagai cara, dan dari total 274 sahabat Imam Kadzim (as), 64 di antaranya berhasil menarik pengikut ke pihaknya. Angka ini merupakan suatu gerakan besar yang tidak boleh dianggap remeh mengingat situasi yang dipicu oleh para khalifah Abbasiyah.

Kegigihan sekte Waqfiyyah dalam mengingkari Imamah Imam Ridha (as) mendorong mereka menulis buku-buku untuk menjauhkan masyarakat dari para Imam Ahlulbait (as). Sekte Waqifiyyah ini bertahan cukup lama, sampai-sampai sumber-sumber Syiah meriwayatkan bahwa Imam Hasan al-Askari (as) berdebat dengan kelompok Waqfiyyah ini. Bani Abbasiyah pun memanfaatkan dan menggalakkan pemikiran ini karena melihatnya sebagai peluang emas untuk memecah belah kaum Syiah.

امام رضا(ع) از نگاه تاریخ

Isu putra mahkota Imam Ridha (as) memiliki tujuan politik dan keagamaan, termasuk menanamkan pada masyarakat Syiah bahwa Imamah telah menjadi bawahan pemerintah.

Tujuan kedua adalah agar Imam (as) menjadi pegawai istana Abbasiyah, sehingga memudahkan pengawasan pekerjaannya dari dalam istana.

Tujuan ketiga adalah berusaha sebisa mungkin menjauhkan orang dari pertemuan dengan Imam (as); karena kehadiran Imam (as) di istana Abbasiyah tidak memungkinkan orang untuk mengunjunginya kapan pun mereka mau.

Era Abbasiyah merupakan halaman gelap dalam sejarah Islam. Pemerintahan Abbasiyah memulai dengan pengkhianatan yang tidak kalah berbahayanya bagi Islam daripada pengkhianatan Saqifah, dan slogan-slogan palsu mereka tidak berbeda. Sebagaimana para Sahabat Saqifah yang secara dusta mengaku menisbatkan diri kepada Nabi (saw), Bani Abbasiyah pun menggunakan cara yang sama dalam menegakkan kekhalifahan dan mengaku dekat dengan Nabi (saw).

Sementara para Imam Ahlulbait (as) membuktikan legitimasi mereka dengan bukti Alquran dan Sunnah Nabi (saw), Bani Abbasiyah, di sisi lain, menghadapi mereka dengan kekerasan dan penyiksaan. Mereka menggunakan penyair palsu untuk membuat klaim palsu mereka dan menghambur-hamburkan kekayaan mereka untuk merendahkan kaum Alawi.

Dinasti Abbasiyah tidak layak menjadi khalifah karena mereka adalah dinasti yang pasif, tidak memiliki ulama, pahlawan, pejuang, atau orang yang memiliki sejarah dalam Islam. Perdebatan antara Imam Kadzim (as) dan Harun Abbasi juga menunjukkan keunggulan Ahlulbait dalam kekhalifahan dibandingkan dengan Abbasiyah dan bahwa para Imam yang maksum (as) adalah pewaris Nabi (saw) dan anak-anaknya. 

Harun Abbasi ingin melegitimasi Kekhalifahan Abbasiyah melalui percakapan yang dilakukannya dengan Imam Kadzim (s), namun Imam (as) menolak bukti-bukti lemah dan argumen-argumen dusta yang Harun coba buktikan, membuatnya bingung.

Imam Ridha (s) berkata tentang pusaranya: "Ini adalah makamku dan aku akan dimakamkan di sini; Allah akan menjadikan tempat ini berbeda bagi kaum Syiah dan para pencintaku. Demi Allah, tidak ada seorang pun peziarah yang menziarahiku dan tidak ada seorang pun penyambut tamu yang menyambutku kecuali, melalui syafaat kami, Ahlulbait, ampunan dan rahmat Allah menjadi wajib baginya." (HRY)

 

4280460

Kunci-kunci: Sejarah ، Imam Ridha as ، penyiksaan ، kaum syiah
captcha