Berbicara di hadapan pasukan IRGC di provinsi Hamedan, Iran barat, Salami mengecam retorika ancaman Israel sebagai omong kosong belaka, sambil menyatakan, “Jika mereka melakukan kesalahan bodoh, kami akan membuka gerbang neraka untuk mereka.”
“Jari kami ada di pelatuk, dan kami bersiap siaga untuk memberikan respons cepat jika mereka [musuh] membuat langkah yang salah — respons yang begitu tegas hingga menghapus ingatan mereka tentang masa lalu,” tegasnya, menekankan kesiapan dan kemampuan reaksi cepat Iran.
Pesan kepada AS: Siap Hadapi Semua Skenario
Jenderal Salami juga menyampaikan pesan langsung kepada Amerika Serikat, memperingatkan Washington bahwa Iran siap menghadapi “setiap skenario” dan tidak akan tunduk pada tekanan politik asing.
“Kemampuan deterensi kami nyata dan berakar pada keyakinan ideologis,” ujarnya, menegaskan bahwa kekuatan militer Iran kini mampu menghadapi kekuatan besar dunia sekalipun.
Pernyataannya mengikuti peringatan serupa yang sebelumnya disampaikan oleh para pejabat tinggi Iran, termasuk oleh Pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Sayyed Ali Khamenei pada bulan Maret, yang memperingatkan AS dan sekutunya bahwa petualangan militer apa pun akan dibalas dengan respons keras dari Iran.
Netanyahu Dorong Aksi Militer saat Trump Ingin Kesepakatan Nuklir
Sementara pemerintahan Donald Trump berupaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu justru mencoba menggagalkan proses diplomatik itu dengan mendorong serangan militer terhadap fasilitas nuklir Iran.
Menurut laporan The New York Times, Netanyahu telah menekan Trump melalui percakapan pribadi dan pertemuan tingkat tinggi di Washington dan Roma. Ia mendesak agar AS melakukan aksi militer, bahkan jika harus dilakukan secara sepihak.
Trump sendiri dikabarkan lebih memilih memanfaatkan kondisi ekonomi Iran yang terpuruk sebagai alat tawar dalam diplomasi. Pada hari Minggu, Trump menyiratkan bahwa “sesuatu yang baik” mungkin akan muncul dari perundingan dalam dua hari ke depan. Namun, menurut pejabat yang terlibat, hasil awal kemungkinan hanya berupa kerangka prinsip, dengan negosiasi substansial ditunda ke tahap selanjutnya.
Perpecahan Strategi AS-Israel Makin Dalam
Perbedaan antara Trump dan Netanyahu terletak pada strategi mereka terhadap Iran. Trump lebih memilih tekanan diplomatik, sementara Netanyahu melihat peluang sempit untuk serangan militer dan menolak segala bentuk pengayaan uranium oleh Iran.
Pejabat Israel khawatir bahwa Trump terlalu berambisi mencetak kesepakatan bersejarah hingga bersedia menerima kesepakatan simbolis yang masih membiarkan Iran melakukan pengayaan uranium. Netanyahu, sebaliknya, bersikeras bahwa satu-satunya kesepakatan yang dapat diterima adalah yang membongkar seluruh infrastruktur nuklir Iran, termasuk situs-situs yang dikubur dalam di Natanz dan Fordow.
Netanyahu sejak lama menolak pendekatan diplomatik terhadap Teheran. Ia menentang keras kesepakatan nuklir 2015 yang dibuat di era Presiden Obama dan bahkan pernah berpidato di Kongres AS untuk menghalanginya. Kini, menurut The New York Times, Netanyahu kembali dengan taktik lama, menunjukkan kesiapan Israel untuk bertindak sendiri jika diplomasi gagal. (HRY)
Sumber: arrahmahnews.com