IQNA

Metode Pendidikan Para Nabi; Musa (as)/ 29

Memerangi Takhayul dalam Kisah Nabi Musa (as)

16:09 - September 20, 2023
Berita ID: 3478953
TEHERAN (IQNA) - Saat ini, dengan berkembangnya teknologi dan mudahnya akses masyarakat terhadap banyak informasi, semua jalan menuju ketidaktahuan tertutup. Namun, di berbagai belahan dunia, orang terlihat melakukan beberapa hal buruk berdasarkan serangkaian takhayul yang disebabkan oleh ketidaktahuan. Perjuangan melawan takhayul dan pemberantasan kebodohan di masyarakat telah tercermin dengan baik dalam kehidupan para nabi.

Salah satu kendala yang membuat jalan untuk mendidik seorang guru tidak merata adalah takhayul, ajaran sesat, dan taklid yang tidak berdasar yang dihadapi setiap masyarakat. Dengan merasuki pikiran dan pemikiran manusia, faktor-faktor tersebut menutup jalan menuju kebenaran dan hak, dan akibatnya firman Allah swt tidak mempengaruhi hati mereka.

Takhayul artinya perkataan yang sia-sia, gagasan yang tidak berdasar, isi khayalan dan bid'ah juga berarti bid'ah, bid'ah dalam agama artinya memasukkan ke dalam agama apa yang tidak ada dalam agama, atau dengan kata lain memalsukan serangkaian hal dalam agama, yang merupakan dosa terbesar.

Metode pendidikan dalam memerangi penyimpangan dan takhayul merupakan salah satu metode yang diambil dari prinsip perbaikan kondisi. Dan Alquran, sebagai kitab pendidikan terbesar dan terlengkap serta memuat seluruh petunjuk kehidupan, telah menggunakan metode ini untuk mereformasi umat. Dalam metode pendidikan seperti ini, tugas guru adalah mencegah perkara-perkara bid’ah tanpa rasa takut, dan ini adalah janji yang diambil Tuhan darinya.

Para nabi sering menggunakan metode ini sehingga perjuangan mereka melawan takhayul tercermin dalam Alquran. Misalnya, Nabi Ibrahim (as) bangkit melawan orang-orang kafir dan berkata dengan penuh keberanian:

وَ تَاللهِ لَأَکِیدَنَّ أَصْنامَکُمْ بَعْدَ أَنْ تُوَلُّوا مُدْبِرِينَ

Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya.” (QS. Al-Anbiya: 57)

Nabi Musa juga menggunakan metode ini dan upayanya untuk memberantas penyembahan berhala:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ  قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ  قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: "Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)". Musa menjawab: "Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS. Al-A’raf: 138)

Taklid secara buta menjadikan manusia mengharapkan nabinya menyetujui penyembahan berhala, padahal mereka tidak mendengar apapun tentang keberadaan Nabi Musa (as) kecuali tauhid dan tidak mengetahui apapun kecuali seruan tauhid,

Namun mereka menerima politeisme berdasarkan taklid buta dan menyarankan nabi mereka untuk membenarkan politeisme ini. Nabi Musa (as) sangat kecewa dengan usulan bodoh dan tidak bijaksana ini, ia menoleh kepada mereka dan berkata:

Kalian adalah orang-orang yang bodoh!

Sebab sumber penyembahan berhala adalah kebodohan manusia.

Nabi Musa (as) mengatakan kepada mereka bahwa kalian adalah orang-orang yang terus-menerus tenggelam dalam ketidaktahuan (karena ketidaktahuan adalah sebuah kata kerja partisip dan sering kali berarti berkesinambungan). (HRY)

Kunci-kunci: Alquran  ، Takhayul ، Musa ، Metode Pendidikan
captcha