Haji telah menjadi asal mula sejarah sejak berabad-abad sebelum Islam dan Kristen dan bahkan sebelum Nabi Musa (as), Nabi Syuaib berkata kepada Musa (as): Aku akan menikahkan salah satu putriku denganmu, dengan syarat delapan atau sepuluh haji temanku. Alquran mengatakan "delapan haji" dengan menggantikan "delapan tahun".
Perjalanan haji ibarat tadabbur dalam Alquran, di mana seseorang menemukan titik-titik baru setiap saat. Berbahagialah orang yang berangkat dengan membawa ilmu pengetahuan dan yang diperlukan.
Selain berangkat haji, juga diperintahkan memberangkatkan orang untuk menunaikan haji. Orang-orang yang mampu dan mampu memberangkatkan orang lain untuk menunaikan haji hendaknya tidak menghilangkan segala pahala yang disebutkan dalam hadis.
Cukuplah demi harkat dan kesucian Ka'bah, seseorang harus menghadapnya mulai dari menyembelih domba hingga tidur di liang kubur.
Betapa mulianya bahwa perang dilarang di sebelahnya.
Betapa mulianya Ibrahim dan Ismail, as, yang harus menjadi abdi-abdinya, dan tidak ada seorang pun yang berhak mengurusnya kecuali orang-orang yang bertakwa.
Betapa mulianya dalam perjalanan ilahi ini, siapa pun yang membantu para peziarah ke rumah Alah akan diberkati oleh-Nya.
Meskipun Ka'bah letaknya di cekungan dan lembah, namun karena Allah saw menyertainya, maka menjadi tinggi dan mulia namun menara dan istana tersebut tidak diperhatikan meskipun terletak di lereng gunung dan di tempat yang cuacanya bagus. Masjid manakah yang disebutkan empat belas kali dalam Alquran kecuali Masjidil Haram?!
Setelah salat dan zakat, mungkin ayat yang paling penting adalah tentang permasalahan dan anjuran terkait haji. Perjalanan ini tidak boleh dilakukan dengan mudah.
Dalam hadis diperintahkan bahwa sebelum bepergian, beritahukan kepada orang lain bahwa Anda akan pergi ke Makkah, dan ketika Anda kembali, bawalah oleh-oleh dan orang-orang akan datang menemui Anda.
Sangat disayangkan bahwa perjalanan ilahi ini terkontaminasi dengan tujuan-tujuan yang rusak atau tidak banyak manfaatnya. Kita membaca dalam hadis; pada hari kiamat, para sultan pergi ke Makkah untuk mencari hiburan dan bisnismen mencari penghasilan dan fakir miskin untuk mengemis dan pembaca Alquran untuk penampilan.
* Diambil dari buku "Haji" yang ditulis oleh Ayatullah Mohsen Qaraati (HRY)