Koresponden Mohammed Qreiqeh, juru kamera Ibrahim Zaher dan Moamen Aliwa, serta asisten mereka Mohammed Noufal sedang bertemu di tenda media di luar Rumah Sakit al-Shifa ketika mereka menjadi sasaran pesawat tak berawak pada Minggu malam.
Al Jazeera Media Network mengutuk apa yang disebutnya sebagai “pembunuhan yang ditargetkan” dan menyebutnya sebagai “serangan terang-terangan dan terencana lainnya terhadap kebebasan pers”.
“Serangan ini terjadi di tengah konsekuensi bencana dari serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza, yang telah mengakibatkan pembantaian warga sipil tanpa henti, kelaparan yang dipaksakan, dan pemusnahan seluruh komunitas,” kata jaringan tersebut dalam sebuah pernyataan.
“Perintah untuk membunuh Anas Al Sharif, salah satu jurnalis paling berani di Gaza, dan rekan-rekannya, merupakan upaya putus asa untuk membungkam suara-suara yang mengungkap rencana perebutan dan pendudukan Gaza”.
Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengatakan pihaknya “terkejut” oleh pembunuhan jurnalis Aljazeera oleh Israel.
“Pola Israel melabeli jurnalis sebagai militan tanpa memberikan bukti yang kredibel menimbulkan pertanyaan serius tentang niat dan rasa hormatnya terhadap kebebasan pers,” kata direktur regional CPJ, Sara Qudah.
“Jurnalis adalah warga sipil dan tidak boleh menjadi sasaran. Mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan ini harus dimintai pertanggungjawaban,” tambah Qudah.
Bulan lalu, CPJ menyatakan sangat khawatir akan keselamatan al-Sharif karena ia “menjadi sasaran kampanye fitnah militer Israel”.
Sejak Israel melancarkan perang di daerah kantong itu pada Oktober 2023, Israel secara rutin menuduh jurnalis Palestina di Gaza sebagai anggota Hamas, sebagai bagian dari apa yang dikatakan kelompok hak asasi manusia sebagai upaya untuk mendiskreditkan pelaporan mereka tentang pelanggaran Israel. (HRY)
Sumber: arrahmahnews.com