Ayat lain yang diturunkan pada tahun 10 Hijriah dan dalam surah Al-Maidah adalah ayat Tabligh. Meskipun Nabi Allah (saw) diharapkan untuk tinggal di Makkah untuk sementara waktu selama perjalanan haji pertama dan terakhirnya, tetapi segera setelah selesainya haji, beliau bersabda: Besok, tidak seorang pun kecuali orang cacat yang boleh tetap tinggal dan setiap orang harus bergerak ke Ghadir Khum pada waktu yang ditentukan. Pagi itu, lautan manusia yang diperkirakan lebih dari 120.000 orang ikut bergerak bersama beliau.
Ghadir Khum adalah tempat yang berjarak tiga mil dari Juhfah dan berbentuk kubangan besar. Dalam perjalanan, Nabi mengubah arah pergerakan menuju Ghadir. Kemudian mereka memerintahkan seluruh orang untuk berhenti, baik yang berjalan di depan agar kembali maupun yang berada di belakang, agar seluruh massa dapat berkumpul. Dalam suasana inilah Jibril turun dan membacakan ayat ini:
«يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ»
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS. Al-Maidah: 67) Kandungan bahwa Allah melindungi Anda dari manusia ini merupakan tanda kekhawatiran Nabi (saw) terhadap penyampaian hukum dan umat. Nabi tidak takut dengan nyawanya, karena beliau tidak pernah mempunyai rasa takut sedikit pun di dalam hatinya selama seluruh perjuangan melawan paganisme di Makkah dan dalam semua perang militer. Kini, di penghujung hayat dan di kalangan umat Islam, mengapa ia harus khawatir dalam menyampaikan pesan?
Ungkapan “Ya Ayyuhar Rasul/ Hai Rasul” kepada beliau menyampaikan bahwa saat ini adalah persoalan penting risalah, yaitu waktu risalah dan waktu pesan Anda. Ungkapan "Balligh" (bukan "Abligh") berarti melafalkannya dengan kekuatan dan keagungan. Dua ungkapan “Ma Unzila/ apa yang diturunkan” dan “Min Rabbika/dari Tuhan” menegaskan bahwa persoalan ini bukan dari pihak Anda melainkan merupakan risalah wahyu yang turun dari Allah. Penekanan ini di samping janji perlindungan dari umat ini (Ya’shimuka minan nas) menunjukkan bahwa barangkali kekhawatiran Nabi adalah karena umat menganggap Nabi saw mengeluarkan ketetapan atas namanya dan itu bukan perintah Ilahi.
Ungkapan “Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya)” sangat berat. Artinya, pesan ini sama pentingnya dengan semua pesan selama risalah Anda, dan jika pesan ini tidak sampai ke masyarakat, seolah-olah semua pesan tersebut terhapuskan. Tidak mengatakan risalahmu gagal (risalatak), tapi dikatakan Risalatahu (risalah-Nya), yaitu risalah Tuhan yang belum terpenuhi. Semua ancaman dan penghiburan ini menyampaikan bahwa isi pesan harus menjadi persoalan mendasar dan usulan serta penolakan terhadap persoalan tersebut bukanlah persoalan kecil. Selain itu, pesan ini tidak bisa tentang tauhid, kenabian, dan hari kebangkitan, karena di akhir hayatnya, tidak diperlukan lagi banyak himbauan ini. Apa isi pesan penting yang diturunkan di penghujung hidup mulia Nabi Muhammad saw ini?
Ratusan hadis yang sudah sering muncul menunjukkan bahwa Rasulullah berdiri di atas mimbar yang terbuat dari unta dan membacakan khotbah panjang di tengah kerumunan para sahabat. Kabarnya Nabi mengumumkan wafatnya dan menanyakan pendapat umat Islam tentang dirinya. Semua orang mengakui kemuliaan, keagungan, pelayanan dan risalahnya hingga tingkat tertinggi. Ketika beliau yakin bahwa suaranya telah menjangkau semua orang, di keempat penjuru, beliau menyampaikan pesan penting mengenai masa depan dan berkata: “Man Kuntu Maulahu Fahadza Aliyyun Maulahu/ Barang siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya”, dan dengan demikian kewilayahan Amirul Mukminin (as) dinyatakan dengan jelas.
Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa kekhawatiran Nabi (saw) adalah jika beliau mengangkat sepupu dan menantunya untuk posisi ini, dia akan diejek. Tentu saja, setelah wafatnya Nabi (saw), ketika Sayyhdah Az-Zahra (as) mendatangi pintu ke pintu rumah orang dan berkata: "Tidakkah kamu mendengar apa yang dikatakan Rasulullah (saw) di Ghadir Khum?” Mereka berkata: Kami berada di Ghadir Khum, agak jauh dan kami tidak dapat mendengar suara Nabi.”
* Sekitar 360 orang ulama Ahlussunah menerima turunnya ayat ini pada hari Ghadir. Termasuk Wahidi dalam buku Asbab al-Nuzul, hlm. 150 (Sesungguhnya ayat diturunkan pada hari Ghadir terkait Ali bin Abi Thalib); Suyuthi dalam al-Dur al-Mantsur, jld. 2, hlm. 298 (diturunkan pada hari Ghadir terkait Ali bin Abi Thalib); Neisyaburi dalam tafsirnya, jld. 6, hlm. 194 (sesungguhnya ayat ini diturunkan terkait dengan keutamaan Ali bin Abi Thalib pada hari Ghadir). Demikian juga Alusi dalam tafsirnya, jld. 6, hlm. 176; Al-Manar, jld. 6, hlm. 463; Tarikh Baghdad, jld. 8, hlm 290; Tarikh Ya’qubi, jld. 2, hlm. 32; Syablanji dalam Nur al-Abshar, hlm. 75; Musnad Ahmad bin Hanbal, jld. 4, hlm. 281; Nasa’i dalam Al-Khasaish, hlm. 22; ‘Aqd al-Faraid, jld. 3, hlm. 38; Is’af al-Raghibin, hlm. 151; Mashabih al-Sunnah, jld. 2, hlm. 220; Hilyah al-Auliya, jld. 4, hlm. 23; Natsr al-Layali, hlm. 166; Tarikh Baghdadi, Khatib Nisyaburi, jld. 7, hlm. 377; Tirmidzi dalam Shahihnya, jld. 2, hlm. 297; Ibn Katsir dalam Bidayah wa al-Nihayah, jld. 5.