Pakar media, Seyed Mostafa Mirzabagheri Barzi, dalam catatan khusus untuk Iqna, mengemukakan sensor ketat terhadap Arbain walk oleh media Barat, sebagaimana kami baca di bawah ini:
Dengan datangnya bulan Safar, Arbain walk, pertemuan umat manusia terbesar di dunia, digelar di jantung Timur Tengah. Jutaan peziarah, mulai dari Syiah dan pecinta Ahlulbait (as) hingga penganut agama-agama Ibrahim lainnya, menempuh ratusan kilometer berjalan kaki untuk mengunjungi makam Imam Husein (as) dan memberikan penghormatan kepada para syuhada Karbala. Gerakan besar ini bukan hanya perwujudan keimanan dan kecintaan kepada Ahlulbait (as), tetapi juga simbol persatuan dan solidaritas umat Islam dan rakyat merdeka di dunia.
Sensor Target Media-media Arus Utama
Menurut pejabat Irak, Arbain tahun ini akan dihadiri lebih dari 20 juta peziarah dari 60 negara, mewakili sekitar 60 persen populasi Irak. Jumlah ini enam kali lipat jumlah jemaah haji dan beberapa kali lipat jumlah acara global lainnya. Namun, media Barat, terutama media berbahasa Persia yang berafiliasi dengan pemerintah Barat, menyensor acara tersebut sepenuhnya atau mencoba mendistorsinya dengan berfokus pada berita-berita palsu, seperti memprovokasi ketidakamanan atau mengklaim adanya campur tangan Iran, makanan gratis, dan sebagainya.
Sementara pertemuan puluhan orang di suatu sudut dunia menjadi berita utama internasional, pertemuan Arbain yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dihadiri 20 juta orang diabaikan dalam keheningan yang disengaja. Standar ganda ini mencerminkan pendekatan bias yang takut menggambarkan persatuan dan keagungan acara tersebut.
Statistik yang layak masuk Guinness World Records
Arbain bukan hanya tentang keramaian. Lebih dari 50 juta makanan didistribusikan setiap hari oleh warga Irak biasa, petani, dan peserta prosesi; artinya, sekitar 700 juta makanan selama acara berlangsung, tanpa campur tangan pemerintah atau organisasi internasional. Tingkat keramahtamahan ini, yang terkadang melibatkan penjualan barang-barang pribadi untuk melayani para peziarah, tak tertandingi dan pantas menyandang gelar meja makanan terbesar dan terpanjang di dunia.
Namun, Guinness Book of World Records, yang bahkan mencatat rekor-rekor biasa seperti "telinga anjing terpanjang" atau "mengenakan ratusan kaus", menolak mencatat pawai terbesar di dunia dan proyek pemberian makanan sukarela yang besar ini. Keheningan ini merupakan bukti nyata dari sifat politis penyensoran ini.
Memprotes Boikot Media
Penyensoran Arbain tidak hanya dikritik oleh media oposisi Iran. Beberapa jurnalis independen Barat juga menentang pendekatan ini. Seorang penulis di Huffington Post menulis: “Bagaimana mungkin demonstrasi kecil di London atau Hong Kong mendapat liputan global, tetapi pertemuan 20 juta orang untuk Arbain bahkan tidak menjadi berita utama?" Pertanyaan ini menunjukkan betapa dalamnya standar ganda media arus utama dan menunjukkan bahwa pertimbangan politik telah mengalahkan nilai berita”.
Arbain; Simbol Persatuan dan Perlawanan
Arbain walk lebih dari sekadar ritual keagamaan; ia membawa pesan universal persatuan dan perlawanan. Kehadiran para peziarah dari berbagai agama dan sekte, mulai dari Syiah dan Sunni hingga Kristen, Yazidi dan Zoroaster, menunjukkan koeksistensi dan empati yang tak tertandingi dalam peristiwa ini. Arbain menunjukkan kepada musuh-musuh Ahlulbait (as) dan kelompok-kelompok teroris bahwa ancaman dan teror tidak dapat memadamkan kecintaan kepada Imam Husein (as). Para analis yakin bahwa pesan persatuan dan perlawanan inilah yang mendorong kekuatan media untuk menyensor peristiwa ini.
Setiap peziarah Arbain, dengan slogan "Labbaik Ya Husein" dan "Haihat Mina al-Dzillah", adalah duta yang menyampaikan pesan perlawanan dan pengorbanan kepada dunia. Pertemuan ini, yang bertumpu pada dua elemen, yaitu "wilayah" dan "syahadah", merupakan respons tegas terhadap segala tekanan dan ancaman.
Perbandingan dengan pertemuan global lainnya
Untuk memahami keagungan Arbain, cukup melihat statistik tempat-tempat ziarah lainnya: Makkah dan Madinah memiliki 7 hingga 10 juta jamaah setiap tahunnya, kota suci Masyhad memiliki 25 hingga 45 juta jemaah, kuil Sabarimala di India memiliki sekitar 50 juta jamaah, dan Vatikan memiliki 18 juta jamaah. Namun, Karbala tak tertandingi dengan 45 hingga 55 juta jamaah setiap tahunnya dan lebih dari 20 juta orang pada Hari Arbain. (HRY)