IQNA

Muharram di Indonesia; Dari Tradisi Tabot hingga Menghidupkan Malam Asyura

20:13 - July 10, 2024
Berita ID: 3480392
IQNA - Bagi sebagian masyarakat Indonesia, bulan Muharram atau Suro dianggap sebagai bulan suci. Nama bulan “Syura” (Suro atau Sura) berasal dari istilah “Asyura” yang berarti hari kesepuluh bulan Muharram, dan berbagai tradisi atau ritual dilakukan untuk menyambut bulan Suro di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurut Iqna, bagi sebagian masyarakat di Indonesia, bulan Muharram atau Suro dianggap sebagai bulan suci. Bulan Suro adalah bulan pertama dalam penanggalan Jawa. Penanggalan Jawa ini juga mirip dengan sistem penanggalan Islam Hijriah, dimana bulan Suro bertepatan dengan bulan Muharram dalam Islam. Menurut sebagian orang, bulan Suro mempunyai kesucian yang istimewa. Oleh karena itu, berbagai larangan bermunculan di bulan ini, seperti menikah, bepergian, dan lain-lain.

Nama bulan “Suro” (atau Sura) diambil dari istilah “Asyura” yang artinya hari kesepuluh bulan Muharram. Berbagai tradisi atau ritual dilakukan menyambut bulan Suro di sejumlah daerah di Indonesia. Tradisi-tradisi ini memiliki makna tersendiri yang masih dipertahankan hingga saat ini. Beberapa tradisi di sejumlah daerah adalah sebagai berikut:

Tradisi Tabot di Kota Bengkulu

Prosesi upacara Tabot merupakan tradisi tahunan di Bengaluru yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 10 Muharram. Tradisi ini dilakukan sebagai penghormatan kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad (saw), yang dibunuh di gurun Karbala di Irak oleh pasukan Yazid bin Muawiyah.

Tabot sejatinya adalah sebuah kotak kayu. Tradisi memegang Tabot mencakup serangkaian langkah yang menunjukkan bagian dari sejarah Islam dan perjuangan Imam Husein melawan penindasan hingga kematiannya. Tradisi ini telah menjadi simbol perlawanan dan kebangkitan.

Tabot atau Tabuik di Pariaman

Tradisi Tabot juga diadakan di Pariaman yang terletak di Sumatera Barat dengan nama Tabuik. Ribuan umat Islam terlibat dalam tradisi yang menjadi salah satu program pariwisata tahunan di Sumbar ini. Ritual Tabuik terdiri dari langkah-langkah seperti mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, engarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut, setiap langkah tersebut menambah variasi tradisi dalam Indonesia dan tradisi Tabuik di Pariaman merupakan bagian penting dari tradisi Indonesia.

Tradisi Asan Usen (Hasan Hosein) di Aceh

Masyarakat Aceh mengenal bulan Muharram dengan sebutan “bulen apui” atau “Bulan Asan Usen” (Bulan Hasan Hosein). Pada hari ini terdapat pantangan atau larangan seperti mengadakan pesta pernikahan, membangun rumah, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari tradisi di Indonesia. Bulan ini diperingati untuk memperingati kesyahidan Imam Husein. Bulan ini disebut juga dengan bulan Asyura, biasanya masyarakat makan bubur tepung kanji pada hari Asyura, tradisi ini unik di Indonesia.

Bubur Suro di Madura

Di Madura yang terletak di Jawa Timur, Indonesia, masyarakat menyiapkan bubur Suro atau nasi encer mulai awal bulan ini. Bubur Suro dibuat dari beras dan air beras dan terdiri dari dua warna, merah dan putih. Tradisi ini merupakan bagian dari tradisi menyambut bulan Muharram di Indonesia. Warna merah melambangkan darah yang ditumpahkan Imam Husein (as) dan warna putih melambangkan kesucian perjuangannya.

Tradisi Suro di daerah Klaten

Di bulan Muharram, masyarakat Klaten Jawa Tengah, tepatnya pada hari ketujuh bulan ini, mengadakan tradisi menghidupkan Suro. Pada malam Suro ini, warga tidak tidur selama 24 jam sebagai tanda kekhawatiran dan kesedihan. Tradisi Suro ini mencakup berbagai kegiatan spiritual dan reflektif dengan tujuan introspeksi dan peningkatan kualitas hidup. Kegiatan ini memperkaya tradisi menyambut bulan Muharram di Indonesia dengan nilai-nilai agama dan budaya.

Selain sebagai ajang refleksi dan introspeksi, Suro juga menjadi wadah silaturahmi dan kebersamaan masyarakat Klaten.

Nazar Bubur dan Pempek (makanan khas daerah palembang)

Pada hari Asyura, masyarakat Palembang di Sumatera Selatan mengadakan upacara dengan mengajak anak-anak yatim piatu menikmati bubur dan pempek di Masjid Ki Gede Ing Su. Puluhan anak yatim dan ratusan warga sekitar masjid turut serta dalam tradisi tanggal 10 Muharram tersebut. (HRY)

 

Muharram di Indonesia; Dari Tradisi Tabot hingga Menghidupkan Malam Asyura

 

IQNA - Bagi sebagian masyarakat Indonesia, bulan Muharram atau Suro dianggap sebagai bulan suci. Nama bulan “Syura” (Suro atau Sura) berasal dari istilah “Asyura” yang berarti hari kesepuluh bulan Muharram, dan berbagai tradisi atau ritual dilakukan untuk menyambut bulan Suro di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurut Iqna, bagi sebagian masyarakat di Indonesia, bulan Muharram atau Suro dianggap sebagai bulan suci. Bulan Suro adalah bulan pertama dalam penanggalan Jawa. Penanggalan Jawa ini juga mirip dengan sistem penanggalan Islam Hijriah, dimana bulan Suro bertepatan dengan bulan Muharram dalam Islam. Menurut sebagian orang, bulan Suro mempunyai kesucian yang istimewa. Oleh karena itu, berbagai larangan bermunculan di bulan ini, seperti menikah, bepergian, dan lain-lain.

Nama bulan “Suro” (atau Sura) diambil dari istilah “Asyura” yang artinya hari kesepuluh bulan Muharram. Berbagai tradisi atau ritual dilakukan menyambut bulan Suro di sejumlah daerah di Indonesia. Tradisi-tradisi ini memiliki makna tersendiri yang masih dipertahankan hingga saat ini. Beberapa tradisi di sejumlah daerah adalah sebagai berikut:

Tradisi Tabot di Kota Bengkulu

Prosesi upacara Tabot merupakan tradisi tahunan di Bengaluru yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 10 Muharram. Tradisi ini dilakukan sebagai penghormatan kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad (saw), yang dibunuh di gurun Karbala di Irak oleh pasukan Yazid bin Muawiyah.

Tabot sejatinya adalah sebuah kotak kayu. Tradisi memegang Tabot mencakup serangkaian langkah yang menunjukkan bagian dari sejarah Islam dan perjuangan Imam Husein melawan penindasan hingga kematiannya. Tradisi ini telah menjadi simbol perlawanan dan kebangkitan.

Tabot atau Tabuik di Pariaman

Tradisi Tabot juga diadakan di Pariaman yang terletak di Sumatera Barat dengan nama Tabuik. Ribuan umat Islam terlibat dalam tradisi yang menjadi salah satu program pariwisata tahunan di Sumbar ini. Ritual Tabuik terdiri dari langkah-langkah seperti mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, engarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut, setiap langkah tersebut menambah variasi tradisi dalam Indonesia dan tradisi Tabuik di Pariaman merupakan bagian penting dari tradisi Indonesia.

Tradisi Asan Usen (Hasan Hosein) di Aceh

Masyarakat Aceh mengenal bulan Muharram dengan sebutan “bulen apui” atau “Bulan Asan Usen” (Bulan Hasan Hosein). Pada hari ini terdapat pantangan atau larangan seperti mengadakan pesta pernikahan, membangun rumah, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari tradisi di Indonesia. Bulan ini diperingati untuk memperingati kesyahidan Imam Husein. Bulan ini disebut juga dengan bulan Asyura, biasanya masyarakat makan bubur tepung kanji pada hari Asyura, tradisi ini unik di Indonesia.

Bubur Suro di Madura

Di Madura yang terletak di Jawa Timur, Indonesia, masyarakat menyiapkan bubur Suro atau nasi encer mulai awal bulan ini. Bubur Suro dibuat dari beras dan air beras dan terdiri dari dua warna, merah dan putih. Tradisi ini merupakan bagian dari tradisi menyambut bulan Muharram di Indonesia. Warna merah melambangkan darah yang ditumpahkan Imam Husein (as) dan warna putih melambangkan kesucian perjuangannya.

Tradisi Suro di daerah Klaten

Di bulan Muharram, masyarakat Klaten Jawa Tengah, tepatnya pada hari ketujuh bulan ini, mengadakan tradisi menghidupkan Suro. Pada malam Suro ini, warga tidak tidur selama 24 jam sebagai tanda kekhawatiran dan kesedihan. Tradisi Suro ini mencakup berbagai kegiatan spiritual dan reflektif dengan tujuan introspeksi dan peningkatan kualitas hidup. Kegiatan ini memperkaya tradisi menyambut bulan Muharram di Indonesia dengan nilai-nilai agama dan budaya.

Selain sebagai ajang refleksi dan introspeksi, Suro juga menjadi wadah silaturahmi dan kebersamaan masyarakat Klaten.

Nazar Bubur dan Pempek (makanan khas daerah palembang)

Pada hari Asyura, masyarakat Palembang di Sumatera Selatan mengadakan upacara dengan mengajak anak-anak yatim piatu menikmati bubur dan pempek di Masjid Ki Gede Ing Su. Puluhan anak yatim dan ratusan warga sekitar masjid turut serta dalam tradisi tanggal 10 Muharram tersebut. (HRY)

 

Muharram di Indonesia; Dari Tradisi Tabot hingga Menghidupkan Malam Asyura

 

IQNA - Bagi sebagian masyarakat Indonesia, bulan Muharram atau Suro dianggap sebagai bulan suci. Nama bulan “Syura” (Suro atau Sura) berasal dari istilah “Asyura” yang berarti hari kesepuluh bulan Muharram, dan berbagai tradisi atau ritual dilakukan untuk menyambut bulan Suro di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurut Iqna, bagi sebagian masyarakat di Indonesia, bulan Muharram atau Suro dianggap sebagai bulan suci. Bulan Suro adalah bulan pertama dalam penanggalan Jawa. Penanggalan Jawa ini juga mirip dengan sistem penanggalan Islam Hijriah, dimana bulan Suro bertepatan dengan bulan Muharram dalam Islam. Menurut sebagian orang, bulan Suro mempunyai kesucian yang istimewa. Oleh karena itu, berbagai larangan bermunculan di bulan ini, seperti menikah, bepergian, dan lain-lain.

Nama bulan “Suro” (atau Sura) diambil dari istilah “Asyura” yang artinya hari kesepuluh bulan Muharram. Berbagai tradisi atau ritual dilakukan menyambut bulan Suro di sejumlah daerah di Indonesia. Tradisi-tradisi ini memiliki makna tersendiri yang masih dipertahankan hingga saat ini. Beberapa tradisi di sejumlah daerah adalah sebagai berikut:

Tradisi Tabot di Kota Bengkulu

Prosesi upacara Tabot merupakan tradisi tahunan di Bengaluru yang berlangsung dari tanggal 1 hingga 10 Muharram. Tradisi ini dilakukan sebagai penghormatan kepada Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad (saw), yang dibunuh di gurun Karbala di Irak oleh pasukan Yazid bin Muawiyah.

Tabot sejatinya adalah sebuah kotak kayu. Tradisi memegang Tabot mencakup serangkaian langkah yang menunjukkan bagian dari sejarah Islam dan perjuangan Imam Husein melawan penindasan hingga kematiannya. Tradisi ini telah menjadi simbol perlawanan dan kebangkitan.

Tabot atau Tabuik di Pariaman

Tradisi Tabot juga diadakan di Pariaman yang terletak di Sumatera Barat dengan nama Tabuik. Ribuan umat Islam terlibat dalam tradisi yang menjadi salah satu program pariwisata tahunan di Sumbar ini. Ritual Tabuik terdiri dari langkah-langkah seperti mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, engarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut, setiap langkah tersebut menambah variasi tradisi dalam Indonesia dan tradisi Tabuik di Pariaman merupakan bagian penting dari tradisi Indonesia.

Tradisi Asan Usen (Hasan Hosein) di Aceh

Masyarakat Aceh mengenal bulan Muharram dengan sebutan “bulen apui” atau “Bulan Asan Usen” (Bulan Hasan Hosein). Pada hari ini terdapat pantangan atau larangan seperti mengadakan pesta pernikahan, membangun rumah, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari tradisi di Indonesia. Bulan ini diperingati untuk memperingati kesyahidan Imam Husein. Bulan ini disebut juga dengan bulan Asyura, biasanya masyarakat makan bubur tepung kanji pada hari Asyura, tradisi ini unik di Indonesia.

Bubur Suro di Madura

Di Madura yang terletak di Jawa Timur, Indonesia, masyarakat menyiapkan bubur Suro atau nasi encer mulai awal bulan ini. Bubur Suro dibuat dari beras dan air beras dan terdiri dari dua warna, merah dan putih. Tradisi ini merupakan bagian dari tradisi menyambut bulan Muharram di Indonesia. Warna merah melambangkan darah yang ditumpahkan Imam Husein (as) dan warna putih melambangkan kesucian perjuangannya.

سنت ها یا آیین های ماه محرم دربرخی از مناطق اندونزی

Tradisi Suro di daerah Klaten

Di bulan Muharram, masyarakat Klaten Jawa Tengah, tepatnya pada hari ketujuh bulan ini, mengadakan tradisi menghidupkan Suro. Pada malam Suro ini, warga tidak tidur selama 24 jam sebagai tanda kekhawatiran dan kesedihan. Tradisi Suro ini mencakup berbagai kegiatan spiritual dan reflektif dengan tujuan introspeksi dan peningkatan kualitas hidup. Kegiatan ini memperkaya tradisi menyambut bulan Muharram di Indonesia dengan nilai-nilai agama dan budaya.

Selain sebagai ajang refleksi dan introspeksi, Suro juga menjadi wadah silaturahmi dan kebersamaan masyarakat Klaten.

سنت ها یا آیین های ماه محرم دربرخی از مناطق اندونزی

Nazar Bubur dan Pempek (makanan khas daerah palembang)

Pada hari Asyura, masyarakat Palembang di Sumatera Selatan mengadakan upacara dengan mengajak anak-anak yatim piatu menikmati bubur dan pempek di Masjid Ki Gede Ing Su. Puluhan anak yatim dan ratusan warga sekitar masjid turut serta dalam tradisi tanggal 10 Muharram tersebut. (HRY)

 

4225655

captcha