Menurut Iqna, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang berafiliasi dengan Kementerian Agama Indonesia mengumumkan bahwa mulai bulan depan, negara tersebut akan mewajibkan seluruh importir pangan untuk menentukan apakah produk impornya halal atau tidak.
Sertifikasi baru ini, yang akan diwajibkan mulai bulan depan dan mencakup segala hal mulai dari makanan hingga bahan kimia, dapat meningkatkan bisnis.
Sistem ini mensyaratkan sertifikasi halal untuk berbagai produk seperti makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan bahan kimia. Dan itu mencakup seluruh proses mulai dari produksi dan penyimpanan hingga pengemasan dan penjualan.
Produk yang mengandung bahan terlarang atau haram (minuman atau makanan berbahan dasar daging babi) harus mempunyai tanda tidak halal; Selain itu, produk luar negeri, meski sudah diberi label halal dari negara asalnya, tetap dianggap tidak halal jika tidak mendapat sertifikat dalam negeri.
Linda Trianita, Redaktur Tempo, menilai sertifikasi halal mempengaruhi niat masyarakat Indonesia untuk membeli produk atau memilih restoran. “Umat Islam memperhatikan logo halal saat membeli makanan. Bahkan usaha kecil menengah di sini kesulitan memiliki logo halal untuk menarik pembeli,” ucapnya.
Ia melanjutkan, sejumlah restoran tidak memiliki sertifikat halal sehingga reputasinya dipertanyakan di media sosial dan kemudian ditolak.
Perusahaan asing yang ingin mengekspor produk halal ke Indonesia dapat mendaftar melalui menu Pendaftaran Sertifikat Halal Luar Negeri (SHLN) pada Sistem Informasi Halal (Sihalal) di ptsp.halal.go.id.
Industri makanan di Indonesia saat ini bernilai 280 miliar dolar dan tumbuh sebesar 61,2% setiap tahunnya. Produk terkait roti, permen, dan sereal populer di kalangan masyarakat Indonesia dengan nilai pasar 51,99 miliar dolar; Indonesia juga merupakan pembeli gula Thailand terbesar dan 18,9% ekspor gula Thailand dilakukan ke negara ini. (HRY)