IQNA

Respon Pengawas Al-Azhar terhadap Pembakaran Alquran di London:

Pencegahan Insiden anti-Islam Memerlukan Penerapan Peraturan Regulasi

18:39 - February 16, 2025
Berita ID: 3481599
IQNA - Menanggapi insiden pembakaran Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di London, Pengawas Al-Azhar menekankan perlunya mengesahkan dan mengaktifkan undang-undang pengawasan untuk mencegah terulangnya insiden seperti itu.

Menurut Iqna mengutip Sada el-Balad, pusat itu mengumumkan dalam sebuah pernyataan: “Ekstremisme telah membayangi kedamaian sosial, dan Pengawas Al-Azhar, dengan mengikuti berbagai insiden di seluruh dunia, telah mengikuti upaya pembakaran Alquran di depan Konsulat Turki di London, yang disertai dengan intervensi kekerasan oleh sebagian orang untuk mencegah insiden tersebut."

Pernyataan itu berbunyi: “Pria yang mencoba membakar Alquran dalam insiden ini sebelumnya telah mengumumkan dalam sebuah posting di media sosial bahwa ia akan pergi ke London dan membakar Alquran untuk mengenang Salwan Momika, yang membakar Alquran di luar Masjid Pusat di Stockholm, Swedia pada tahun 2023 dan terbunuh di sebuah apartemen di Swedia beberapa waktu lalu”.

Peristiwa ini terjadi setelah penangkapan seorang ekstremis di Singapura oleh kepolisian negara tersebut karena merencanakan serangan terhadap sebuah masjid di Singapura dengan tujuan membantai umat Islam, mirip dengan insiden di Selandia Baru pada tahun 2019.

Investigasi resmi telah menunjukkan bahwa terdakwa, yang dikenal sebagai Nick Lee, telah berlatih melakukan tindakan ini melalui permainan video daring yang penuh kekerasan dan percakapan dengan elemen-elemen sayap kanan, dan berencana untuk menyerang masjid di Singapura, mirip dengan serangan di masjid Christchurch di Selandia Baru, insiden paling berdarah dalam sejarah negara tersebut, oleh penganut supremasi kulit putih Brenton Tarrant.

Tindak lanjut dari kedua insiden ini menunjukkan fakta bahwa keduanya terkait dengan ideologi sayap kanan yang berupaya melembagakan diskriminasi dan kebencian di antara para pengikutnya, sebuah masalah yang telah ditunjukkan dalam banyak serangan anti-Islam, termasuk insiden Selandia Baru.

Semua kejadian ini menunjukkan bahwa peristiwa semacam itu tidak berpihak pada kepentingan masyarakat; sesungguhnya hal ini akan berdampak negatif dan akan meningkatkan kekerasan dengan memecah belah masyarakat, dan inilah yang kita saksikan dalam insiden pembakaran Alquran di London dengan campur tangan kekerasan dari seorang oknum sebagai respon terhadap gerakan ekstremis ini.

Sebagai penutup, pengawas Al-Azhar menyerukan persetujuan undang-undang pengawasan, pengaktifan undang-undang yang ada untuk mencegah terulangnya insiden rasis seperti itu, dan penerapan undang-undang untuk mengendalikan ide-ide ekstremis yang dipublikasikan di dunia maya.

Pusat tersebut juga menghimbau kepada otoritas terkait untuk melaksanakan berbagai langkah guna meningkatkan kewaspadaan di masyarakat serta menerbitkan materi edukasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, koeksistensi secara damai di kalangan pemuda dan kelompok yang paling terpengaruh oleh ideologi-ideologi sayap kanan.

Perlu disebutkan bahwa Kamis lalu (13 Februari), seorang pria yang telah membakar mushaf Alquran di depan gedung Konsulat Turki di London diserang oleh seorang pria dengan pisau dan dipukuli.

Menurut Daily Mail, gambar yang diunggah di X-Net (Twitter) menunjukkan seorang pria mengenakan hoodie dan ransel membakar mushaf Alquran.

Pria itu dilaporkan berdiri di depan penghalang Kedutaan Besar Turki di Rutland Gardens, London.

Tak lama setelah perbuatannya, seorang pria lain menyerang pria tersebut, mengambil Alquran dari tanah, dan meludahinya.

Menurut polisi, pria itu dibawa ke rumah sakit karena mengalami luka-luka. Dia sebelumnya mengatakan bahwa dia pergi ke London untuk membakar Alquran sebagai balas dendam atas Salwan Momika dan merilis video dirinya saat melakukannya. (HRY)

 

4266325

Kunci-kunci: respon ، Pengawas ، alazhar ، Pembakaran Alquran ، london
captcha