Saat ini, baik sains maupun waktu melaju pesat, dan kita hidup di era transformasi yang menakjubkan; era di mana batas-batas pengetahuan bergeser dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kecerdasan buatan bukan sekadar alat teknologi, tetapi fenomena pembangunan peradaban yang akan menentukan masa depan umat manusia. Sama seperti industri percetakan, listrik, atau Internet yang pernah mengubah hubungan manusia, saat ini kecerdasan buatan telah mendefinisikan ulang sistem pendidikan, ekonomi, budaya, agama, dan bahkan pemikiran manusia.
Sementara itu, pertanyaan penting dan mendasar ada di hadapan kita: Di mana posisi komunitas Alquran dalam perkembangan ini? Apakah para ahli Alquran, para penafsir, penghafal, pembaca, peneliti, dan aktivis keagamaan mereka, seperti masa lalu peradaban Islam yang gemilang, berada di garis depan konfrontasi ilmiah dengan fenomena baru? Atau apakah mereka hanya menjadi pengamat yang bereaksi terhadap tren yang muncul dengan penundaan?
Artikel ini merupakan kesempatan singkat untuk mengklarifikasi kebutuhan dan urgensi masuknya komunitas Qurani ke dalam bidang kecerdasan buatan; baik sebagai kesempatan luar biasa untuk mengabdi kepada Alquran dan menyebarkan ajaran wahyu, maupun sebagai bahaya yang jika diabaikan, dapat menjadi ajang distorsi konsep-konsep keagamaan.
Mengapa komunitas Qurani harus memperhatikan kecerdasan buatan?
Mengikuti perkembangan sains adalah taklif Qurani: Alquran berulang kali mengajak kita untuk berpikir, merenungkan, dan memperoleh pengetahuan. Mengabaikan perkembangan ilmiah mendasar seperti kecerdasan buatan adalah bentuk pengabaian tugas Qurani untuk "mempelajari pengetahuan sebagai petunjuk."
Pengembangan perangkat pintar untuk meningkatkan pengetahuan: Dengan penggunaan kecerdasan buatan yang tepat, perangkat lunak dapat dibuat yang secara luas dan akurat memperluas pengajaran menghafal, pembacaan, penerjemahan, interpretasi, analisis tematik, dan bahkan menjawab keraguan Alquran.
Mencegah distorsi konsep: Dengan tidak adanya pakar Alquran dalam desain dan produksi konten keagamaan di ruang digital dan kecerdasan buatan, ruang ini jatuh ke tangan mereka yang mungkin tidak memiliki kompetensi ilmiah atau moral, dan ini merupakan ancaman serius bagi keselamatan konseptual Alquran di dunia teknologi.
Masuknya komunitas Alquran secara aktif ke dalam bidang kecerdasan buatan bukan hanya pilihan teknologi; itu juga merupakan kebutuhan agama, budaya, dan peradaban. Sama seperti generasi Muslim membangun peradaban dengan kejeniusan mereka, saat ini kita memiliki kesempatan untuk menggunakan perangkat cerdas dalam perjalanan mendidik manusia Qurani dengan cahaya wahyu.
Jika kita tidak memanfaatkan kesempatan ini, orang lain akan datang untuk mengisi kekosongan kita; tetapi bukan untuk mempromosikan Alquran, tetapi untuk menafsirkannya kembali dengan pandangan di luar ruh wahyu; jadi sudah saatnya bagi para ahli Alquran untuk menjadi pembawa panji di bidang masa depan juga dan melangkah di jalur pertumbuhan dan pencerahan manusia dengan memasuki bidang kecerdasan buatan, yang bukan merupakan pilihan mewah, tetapi kebutuhan peradaban dan tanggung jawab historis. Ini adalah misi penting dan vital bagi orang-orang yang berpikir, orang-orang yang berhati, dan ahli Alquran. (HRY)