IQNA

Hujjatul Islam Moghaddasiyan: Kalimat “La Ilaha illallah” Nabi saw Merupakan Faktor Solidaritas Sosial

14:31 - September 03, 2025
Berita ID: 3482636
IQNA - Pengajar siroh Ahlulbait (as) menggambarkan tauhid yang disampaikan Nabi (saw) dalam bentuk kalimat "La Ilaha illallah / Tidak ada Tuhan selain Allah" sebagai faktor solidaritas sosial dan mencegah berbagai krisis budaya dan sosial.

Nabi Muhammad (saw) adalah sosok luar biasa dalam sejarah manusia yang mampu melembagakan nilai-nilai seperti persatuan, empati, keadilan, dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang terpencar dan terpecah-pecah. Ajaran beliau tidak hanya menerangi dimensi spiritual dan moral kehidupan manusia, tetapi juga membentuk fondasi sosial dan budaya masyarakat. Kepemimpinan Nabi (saw) menunjukkan bagaimana solidaritas dan kohesi dapat tercipta dari perbedaan, dan bagaimana perilaku yang adil, bijaksana, dan welas asih dapat menjembatani kesenjangan sosial. Ajaran beliau juga memberikan panduan yang jelas untuk menghadapi krisis moral, sosial, dan budaya kehidupan saat ini.

Nabi Muhammad (saw) memperkenalkan nilai-nilai moral kepada masyarakat dengan menekankan prinsip-prinsip ilahi dan kemanusiaan, serta menerangi jalan bagi pertumbuhan individu dan sosial. Ajaran beliau bagaikan pelita di tengah kegelapan, membimbing manusia menuju keselamatan, keadilan, dan kemajuan, serta menunjukkan bagaimana masyarakat yang koheren dan harmonis dapat diciptakan melalui menjaga moralitas dan kebijaksanaan.

IQNA telah melakukan wawancara dengan Hujjatul Islam Abdul Javad Moghaddasiyan, seorang pengajar siroh Ahlulbait (as), mengenai kajian tentang kehidupan Nabi Muhammad (saw) dan pengaruh perkembangan politik dan sosial selama masa hidup dan setelah wafatnya. Detail wawancara akan kami baca di bawah ini.

کلمه «لا اله الا الله» پیامبر(ص)؛ عامل همبستگی اجتماعی

Iqna - Bagaimana Nabi Muhammad (saw) mampu menciptakan satu bangsa dari masyarakat kesukuan?

Hidup di jalan risalah ilahi memberikan kedamaian batin dan keyakinan spiritual bagi seseorang, karena ia tahu bahwa ia sedang menjalankan tugas ilahi. Kedamaian ini efektif tidak hanya dalam kehidupan pribadinya, tetapi juga dalam berinteraksi dengan masyarakat dan membimbing orang lain. Seseorang yang telah memahami misi tersebut akan bijaksana dan sabar dalam mengambil keputusan, dan perilaku sosialnya diiringi oleh moralitas dan keadilan. Nabi Muhammad (saw) adalah contoh sempurna dari hal ini, karena kepribadian, perilaku, dan kebijakan beliau selalu menjadi teladan dan inspirasi bagi masyarakat. Bahkan musuh dan lawan, yang dihadapkan dengan kejujuran dan moralitas beliau, cenderung menghormati dan menerima nilai-nilai kemanusiaan dan ketuhanan.

Menciptakan kohesi dan persatuan di antara masyarakat tempat Nabi Muhammad saw dipilih sebagai nabi merupakan salah satu keajaiban besar dalam sejarah manusia. Pada masa itu, masyarakat Arab sepenuhnya terpecah belah dan tersebar, dan setiap suku memiliki kemerdekaan yang hampir sempurna serta sering berkonflik dengan suku-suku lain. Pertumpahan darah yang berkepanjangan, dendam yang berkepanjangan, dan prasangka kesukuan yang kuat membuat upaya menciptakan persatuan hampir mustahil. Nabi Muhammad (saw) mampu mengubah masyarakat yang terpecah belah ini menjadi satu bangsa dengan bersandar pada misi ilahi dan keyakinan penuh kepada Allah, Sang Pencipta alam semesta. Beliau bukan hanya seorang pemimpin politik, tetapi juga seorang nabi ilahi yang memiliki misi global. Misi beliau bersifat komprehensif dan menyeluruh, artinya sebagaimana Allah adalah Pencipta seluruh alam semesta, misi nabi tidak terbatas pada waktu atau tempat tertentu dan diwahyukan untuk membimbing seluruh umat manusia. Nabi Muhammad SAW mampu menyatukan hati manusia yang terpecah-pecah dengan kesabaran, keberanian, akhlak yang baik, dan kebijaksanaan. Beliau meletakkan fondasi masyarakat yang kohesif dengan keadilan, kejujuran, dan kebaikan.

Kesatuan dan koherensi ini akhirnya tercapai dengan terpenuhinya ayat "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu", dan ayat ini menunjukkan bahwa misi ilahi mampu menciptakan perubahan fundamental dalam masyarakat. Selain dimensi spiritual, Nabi (saw) juga membangun kesatuan politik dan sosial melalui perilaku praktis, pakta dan kontrak sosial. Contoh nyata dari hal tersebut adalah pakta persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Ansar, yang menunjukkan bahwa Nabi (saw) menciptakan kohesi dan persatuan melalui moralitas dan tindakan praktis. Selain itu, Nabi (saw) mampu memperkuat struktur sosial dengan membangun sistem musyawarah, menyelesaikan perselisihan, dan menegakkan keadilan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kesatuan sosial tidak hanya dimungkinkan melalui moralitas dan cinta kasih, tetapi juga melalui perencanaan dan pengelolaan yang cerdas.

Keberhasilan Nabi (saw) adalah karena manifestasi rahmat ilahi dalam dirinya. Alquran mengatakan: "Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu" (QS. Ali Imran: 159). Kebaikan dan kasih sayang Nabi (saw) melembutkan hati orang-orang dan bahkan mereka yang memiliki musuh pun perlahan-lahan tertarik kepadanya. Nabi (saw) menunjukkan keadilan, kesetaraan, dan pengampunan melalui tindakannya. Beliau menanamkan nilai-nilai moral dan kemanusiaan dalam masyarakat tidak hanya melalui ajarannya, tetapi juga melalui perilaku praktisnya. Fakta persaudaraan antara Muhajirin dan Ansar adalah contoh dari upaya praktis yang menyatukan suku-suku yang tersebar dengan budaya dan adat istiadat yang berbeda menjadi satu bangsa. Nabi (saw) menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan ilahi di hati orang-orang melalui ajaran moral dan sosialnya. Hal ini menyebabkan bahkan mereka yang sebelumnya bermusuhan atau acuh tak acuh berada di jalan persatuan dan kerja sama.

Lebih lanjut, Nabi Muhammad (saw) mampu mencapai struktur sosial yang kohesif dengan membangun mekanisme penyelesaian perselisihan dan interaksi antar suku, termasuk sistem dewan dan musyawarah dengan para tetua suku. Hal ini menunjukkan bahwa persatuan sosial tidak hanya dapat dicapai melalui moralitas dan kasih sayang, tetapi juga melalui pengelolaan dan perencanaan yang cerdas.

Iqna - Bagaimana Rasulullah (saw) memperlakukan berbagai kelompok, bahkan non-Muslim, dan apa pesan untuk koeksistensi sosial yang terkandung di dalamnya?

Nabi Muhammad (saw) senantiasa berinteraksi dengan manusia dengan pandangan rahmat dan kasih sayang Allah saw. Misi beliau adalah menyampaikan risalah ilahi kepada seluruh umat manusia, baik Muslim maupun non-Muslim. Ayat "Wa Ma Arsalnaka illa Rahmatan lil Alamin" menegaskan bahwa Nabi Muhammad (saw) membawa rahmat dan petunjuk kepada seluruh umat manusia, bukan hanya kepada sekelompok orang tertentu. Perilaku Nabi Muhammad (saw) terhadap agama dan suku lain didasarkan pada keadilan, rasa hormat, dan ketaatan pada hak asasi manusia. Di Madinah, beliau menetapkan Piagam Madinah, yang mencakup semua kelompok dan suku, dan berdasarkan piagam tersebut, semua berkomitmen untuk mempertahankan kota dan menaati prinsip-prinsip keadilan bersama. Piagam ini merupakan contoh unik dari hidup berdampingan secara damai dan menciptakan ketertiban sosial. Nabi Muhammad (saw) tidak pernah mengajak manusia masuk Islam dengan paksaan atau tekanan, melainkan menunjukkan jalan yang benar kepada manusia dengan kejujuran, moralitas, dan tindakan pribadinya. Sebagaimana dikatakan Imam Ali (as), Nabi Muhammad (saw) datang kepada manusia untuk memenuhi kewajiban ilahi, bukan untuk keuntungan pribadi atau kekuasaan. Kejujuran dan komitmen penuh ini membuat non-Muslim pun percaya kepada Nabi (saw) dan terbentuklah masyarakat yang berlandaskan pada koeksistensi.

Iqna - Apa pengaruh wafatnya Nabi Muhammad (saw) terhadap kohesi masyarakat Islam yang baru lahir?

Wafatnya Nabi Muhammad (saw) merupakan salah satu momen sejarah dan sosial terbesar dalam sejarah Islam. Selama Nabi Muhammad (saw) masih hidup, masyarakat Islam yang baru lahir menikmati persatuan, bimbingan, dan stabilitas, sementara perbedaan politik dan sosial dijembatani oleh kebijaksanaan beliau. Namun, keberkahan Nabi Muhammad (saw) tidak terbatas pada kehadiran fisik beliau. Alquran, Sunnah Nabi Muhammad (saw), serta ajaran moral dan sosial beliau tetap lestari di masyarakat, dan masyarakat dapat mengambil inspirasi dari sumber-sumber ini. Cahaya Nabi Muhammad (saw) terus mengalir dalam hati dan perilaku sosial bahkan setelah wafatnya, dan banyak nilai serta hukum ilahi yang tertanam dalam masyarakat.

Pada saat yang sama, ketidakhadiran fisik Nabi (saw) menyebabkan beberapa individu memasuki arena pengambilan keputusan dengan keegoisan, dan persatuan masyarakat pun tertekan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bimbingan ilahi dan kehadiran seorang pemimpin yang komprehensif dan inspiratif pada tahap awal pembentukan masyarakat, dan ketidakhadirannya dapat menjadi dasar bagi perselisihan dan ketidakstabilan. Konsekuensi lain dari wafatnya Nabi (saw) adalah menguatnya posisi Ahlulbait (as) sebagai perwujudan bimbingan dan moralitas. Dengan mengikuti ajaran Nabi (saw) dan memberikan contoh-contoh praktis, mereka berusaha menjaga masyarakat agar tidak menyimpang dari jalan yang benar. Tahap sejarah ini menunjukkan bahwa bimbingan ilahi dapat efektif bahkan setelah wafatnya Nabi (saw), asalkan individu-individu dalam masyarakat tersebut mematuhi prinsip-prinsip dan nilai-nilai ilahi.

Iqna - Mengapa persatuan umat goyah setelah wafatnya Nabi (saw)?

Perbedaan-perbedaan ini disebabkan oleh keegoisan dan keinginan pribadi sebagian individu. Apa pun yang dimiliki Ahlulbait (as) berasal dari Tuhan dan wahyu ilahi, dan mereka tidak pernah mengambil apa pun dari diri mereka sendiri. Namun, sebagian lainnya mendasarkan perkataan dan keputusan mereka pada tindakan mereka dan menjadi terobsesi dengan keegoisan. Keegoisan dan kecenderungan pada kepentingan pribadi menyebabkan rusaknya persatuan masyarakat, dan individu-individu berfokus pada kepentingan dan kekuasaan mereka sendiri, alih-alih mengikuti prinsip-prinsip ilahi. Nabi (saw) adalah poros persatuan, dan ketidakhadiran beliau menciptakan suasana yang mendorong munculnya kecenderungan-kecenderungan individual dan egois. Keegoisan dan kecenderungan pada kekuasaan menjadi dasar bagi perbedaan dan perpecahan, serta menyebabkan beberapa kelompok menggiring masyarakat ke arah konflik dan persaingan yang tidak sehat.

Tahap sejarah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita semua bahwa tanpa bimbingan langsung Nabi Muhammad (saw), masyarakat yang baru lahir menghadapi tantangan moral, politik, dan sosial, yang semakin menunjukkan pentingnya kepemimpinan ilahi dan pendidikan yang baik. Solidaritas sosial, keadilan, etika, dan kejujuran merupakan pilar utama pembentukan masyarakat, dan kelalaian atau keegoisan apa pun dapat membahayakan kohesi.

Iqna - Pesan apa yang dapat dipetik dari Rasulullah (saw) untuk dunia kontemporer yang tengah dilanda krisis moral dan sosial?

Pesan utama Nabi (saw) adalah tauhid dan keselamatan melalui akhlak ilahi. Kunci keselamatan manusia adalah berada di jalan "Tiada Tuhan selain Allah". Prinsip ini merupakan poros moralitas, perilaku sosial, dan sistem kehidupan manusia. Jika umat manusia saat ini melupakan prinsip ini, bahkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, ia akan terjebak dalam krisis moral dan sosial. Sistem kehidupan beroperasi sesuai hukum-hukum ilahi yang tepat, matahari dan bulan mengikuti jalurnya tanpa pelanggaran, dan tatanan ini merupakan hasil dari keesaan dan ketetapan ilahi. Jika manusia juga mengikuti jalan keesaan ilahi, masyarakat manusia akan menjadi harmonis dan indah, seperti sistem alam. Shalat adalah contoh yang jelas. Dalam shalat, orang-orang dengan posisi dan situasi sosial yang berbeda berdiri di jalur yang sama dan ke arah yang sama, dan ini merupakan tanda persatuan dan kesetaraan di hadapan Tuhan. Jika semangat seperti itu tertanam dalam masyarakat, perbedaan, konflik, dan krisis moral akan terminimalkan dan manusia akan bergerak di jalan pertumbuhan dan keselamatan.

Pesan lain yang dapat dipetik dari Nabi Muhammad bagi dunia saat ini adalah pentingnya kebaikan, akhlak yang baik, dan interaksi yang manusiawi dengan sesama. Nabi Muhammad (saw) menunjukkan melalui perilaku praktisnya bahwa persatuan, koeksistensi yang damai, dan keadilan sosial hanya dapat dicapai melalui jalan moralitas dan komitmen ilahi. Dalam masyarakat yang di dalamnya individu-individu berpegang teguh pada prinsip-prinsip ini, krisis sosial dan ekonomi pun dapat dikelola dan diselesaikan. Lebih lanjut, ajaran Nabi Muhammad (saw) menunjukkan bahwa empati, memaafkan, dan menghormati hak-hak orang lain dapat menjadi fondasi stabilitas sosial. Di dunia saat ini, di mana perbedaan etnis, agama, dan sosial begitu kental, kembali kepada ajaran Nabi Muhammad (saw) dan mengambil inspirasi dari akhlak beliau dapat membimbing manusia menuju perdamaian, keadilan, dan koeksistensi. (HRY)

 

4301753

captcha