IQNA

Penganiayaan Minoritas Muslim Utsul Merupakan Tabir lain dari Anti-Islamisme di Cina

9:52 - October 01, 2020
Berita ID: 3474641
TEHERAN (IQNA) - Ketika perhatian global tertuju pada penindasan pemerintah Cina terhadap minoritas Uighur, negara ini telah menempatkan program anti-Islamnya dalam kasus minoritas Muslim lainnya, termasuk minoritas Utsul.

ABS-CBN melaporkan, pemerintah Cina telah meningkatkan tekanannya pada minoritas Muslim Utsul dengan melanjutkan kebijakan anti-Islamnya.

Minoritas ini, dengan populasi sekitar 10.000, tinggal di kota Sanya di provinsi Hainan, Cina selatan.

Dokumen Partai Komunis juga menunjukkan bahwa para pejabat akan meningkatkan pengawasan mereka terhadap penduduk Muslim setempat yang menurutnya untuk "memecahkan masalah" dan memberlakukan pembatasan yang lebih ketat pada arsitektur situs Islam, yang mereka sebut arsitektur Arab.

Perintah larangan jilbab di sekolah-sekolah memicu protes Muslim pada awal bulan ini, dan gambar-gambar serta video yang diposting di media sosial Cina menunjukkan sekelompok gadis, yang dikepung oleh para aparat polisi, membaca dari buku selain buku-buku pelajaran mereka. Demikian juga memakai rok panjang tradisional minoritas muslim ini juga dilarang.

Kendati demikian, tidak ada alasan yang diberikan untuk larangan pakaian tradisional Muslim. Seorang pejabat pemerintah mengatakan wanita Utsul, yang bekerja di Kota Sanya atau cabang lokal Partai Komunis Cina di kota itu, juga dilarang mengenakan jilbab di tempat kerja pada akhir tahun lalu.

Tapi ini tidak semua penindasan pemerintah Cina terhadap minoritas Muslim ini. Pemerintah telah memerintahkan agar masjid di negara itu dibuat lebih kecil selama rekonstruksi, dan konstruksi bangunan dengan arsitektur Arab (Islam) dilarang. Pengawasan terhadap warga Muslim juga diintensifkan dengan dalih menjaga ketertiban.

Pemerintah Cina dengan mengutip serangan teroris di masa lalu, membenarkan perlakuannya terhadap Muslim di Xinjiang, dimana menurut laporan PBB, lebih dari satu juta orang Uighur dan kelompok minoritas lainnya ditahan di kamp-kamp.

Ma Haiyun, seorang profesor sejarah di Frostburg State University di Maryland, mengatakan Xinjiang adalah laboratorium bagi pemerintah Cina untuk menguji kebijakan represifnya terhadap Muslim dan sekarang menerapkannya di wilayah Muslim lainnya di negara itu. (hry)

 

3926172

captcha