IQNA melaporkan, terlepas dari siapa pelaku kejahatan Nice dan berafiliasi dengan kelompok apa atau profesinya, jelas bahwa kejahatan ini adalah akibat langsung dari penghinaan terang-terangan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, terhadap kesucian Nabi Islam (saw), di mana dia membenarkan tindakan keji dan karikatur yang menghina, majalah Charlie Hebdo.
Al-Alam dalam hal ini menulis: “Tanggung jawab Macron dalam kejahatan ini seperti hari yang terang, dan dia dengan sengaja mengulangi ucapannya yang menghina setelah insiden di Nice ini, dan menggaungkan Terorisme Islam. Dia menggunakan istilah "teroris Islam" untuk mengklaim bahwa negaranya telah menjadi sasaran teroris Islam, meskipun ada protes baru-baru ini oleh umat Islam di seluruh dunia atas retorika Islamofobianya. Macron mengklaim bahwa negaranya menjadi sasaran karena nilai-nilai yang dia sebut "nilai-nilai kebebasan di Prancis dan tidak menyerah pada terorisme”.
Yang pasti, Macron menuai buah dari kampanye anti-Islam yang dia luncurkan di negaranya, hari ini, hasil dan konsekuensi berbahaya dari pernyataan semacam itu dapat menjerumuskan Prancis ke dalam fase konflik agama yang serupa dengan apa yang terjadi 36 tahun lalu dan berakar pada penindasan, bukan perselisihan ideologis atau sektarian dan kedua belah pihak sama-sama beragama Kristen.
Macron, yang hari ini meminta Prancis untuk bersatu dan mempertahankan persatuan dan solidaritas mereka dalam menghadapi aksi teroris, terlepas dari keyakinan mereka, adalah orang pertama yang menodai citra Prancis dan menodainya dengan rasisme yang dibenci. Macron adalah terdakwa tingkat pertama dalam persidangan "Kejahatan Nice" yang merenggut nyawa tiga warga negara.
Sejumlah laporan juga menunjukkan bahwa hari, Kamis (29 Oktober), berubah menjadi hari berdarah di Prancis, dan dalam dua insiden terpisah setidaknya empat orang tewas dan dua lainnya luka-luka, jumlah pastinya masih belum diketahui.
Penembakan pertama di Nice
Dalam insiden pertama, yang terjadi pada pukul 09.00 waktu setempat di Nice, seorang pria bersenjata pisau menyerang orang-orang di dekat Basilika Notre-Dame di Nice, Prancis.
Menyusul kejadian tersebut, polisi setempat mengkonfirmasi kematian sedikitnya tiga orang dan mengatakan bahwa sejumlah lainnya luka-luka.
Penembakan kedua di kota Avignon
Tepat dua jam setelah penikaman di dekat Basilika Notre-Dame di Nice, Prancis, media-media lokal melaporkan bahwa polisi telah menembak pria bersenjata pisau lainnya di kota Avignon, Prancis dan dia dilaporkan tewas.
Beberapa media Prancis mengklaim bahwa pria bersenjata itu menyerang polisi dengan pisau sambil meneriakkan "Allah Akbar" dan ditembak mati oleh polisi.
Insiden itu juga memicu gelombang kemarahan dan keprihatinan di antara para pejabat Prancis, dimana Perdana Menteri Prancis, Jean Castex memperingatkan mereka untuk menanggapi serangan tersebut dengan cepat dan tegas.
Menurut pejabat Prancis, setelah insiden di Nice dan Avignon, Perdana Menteri Prancis mengumumkan peningkatan tingkat siaga keamanan di negara itu.
Penggagalan insiden ketiga
Media Prancis juga melaporkan pada Kamis malam bahwa mereka telah menggagalkan insiden serupa di kota Lyon.
Media-media Prancis juga melaporkan bahwa seorang pria bersenjatakan senjata dingin telah ditangkap di kota Lyon karena merencanakan operasi penikaman.
Emmanuel Macron mengatakan Prancis akan meningkatkan jumlah pasukan yang ditugaskan untuk melindungi daerah sensitif di negara itu menjadi 7.000 orang.
Sumber-sumber berita demikian juga melaporkan bahwa serangan di Nice hari ini dilakukan oleh seorang pria Tunisia berusia 21 tahun yang baru saja tiba di Prancis. (hry)