IQNA

BMKG Minta Ahli Konstruksi Bangunan Aktif Mitigasi Ancaman Gempa Bumi dan Tsunami

11:47 - January 29, 2022
Berita ID: 3476394
TEHERAN (IQNA) – Wakil Bupati (Wabup) Sukabumi, Iyos Somantri, membuka kegiatan Musabaqoh Tilawatil Qur’an MTQ ke 45 Tahun 2022 Tingkat Kabupaten Sukabumi, di Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Assalam Putri, Minggu (23/1/22).

IQNA melaporkan, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati meminta para ahli konstruksi berperan aktif dalam upaya mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami. Hal itu dia sampaikan karena korban meninggal akibat dua bencana itu disebabkan runtuhnya struktur bangunan yang tidak tahan guncangan.

“Bukan gempa bumi yang mengakibatkan korban jiwa maupun luka-luka dalam setiap kejadian, tapi akibat tertimpa bangunan,” katanya di Jakarta, Sabtu (29/1/2022).

Dwikorita mengatakan dinamika kegempaan yang tidak menentu, ditambah dengan tata ruang serta penataan kawasan lingkungan permukiman yang tak dirancang dengan baik dan adaptif terhadap bencana dapat semakin memperburuk akibat yang ditimbulkan oleh gempa bumi.

“Hal ini akan berdampak lebih buruk lagi jika masyarakat tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengantisipasi dan menghadapi bencana,” katanya.

Dwikorita mencontohkan saat gempa magnitudo (M) 6,6 di Kabupaten Pandeglang, Banten yang terjadi 14 Januari 2022 lalu. Dalam gempa tersebut, terjadi kepanikan masyarakat dan kerusakan bangunan yang cukup parah. Realita tersebut berarti Indonesia memang belum siap menghadapi gempa besar yang sewaktu-waktu mengguncang.

Gambaran sikap masyarakat yang panik, lanjut Dwikorita, membawa pesan tersendiri khususnya bagi para stakeholder, para asosiasi profesi bangunan dan kementerian/lembaga terkait tentang perlunya pemahaman kewilayahan terutama yang berpotensi menjadi wilayah terdampak. Hal itu perlu diikuti dengan perencanaan dan konsep pembangunan yang sudah memperhitungkan risiko potensi dampak akibat bahaya gempabumi di wilayahnya.

“Hasil kajian BMKG, selain karena lokasi yang berada di atas lapisan tanah dengan klasifikasi jenis tanah lunak (SE) juga karena konstruksi bangunan yang tidak memenuhi standar tahan gempa,” ucapnya.

Dwikorita menyebut, gempa Banten sebagai alarm sehingga usaha kewaspadaan, kesiapsiagaan dan mitigasi secara struktural maupun kultural terhadap bencana gempabumi dan tsunami perlu terus ditingkatkan.

Partisipasi aktif dari kelima unsur Pentahelix (pemerintah, akademisi, pihak swasta/industri, komunitas, dan media), kata Dwikorita menjadi kunci dalam manajemen bencana di Indonesia.

Maka dari itu, tambah Dwikorita, para ahli konstruksi Indonesia diharapkan mampu turut menyelesaikan berbagai persoalan tersebut. Menurutnya, perlu dibangun pemahaman kembali bagaimana perlunya memperketat penerapan peraturan pembangunan bangunan tahan gempa di wilayah atau zona yang berpotensi terdampak akibat aktivitas suatu sumber kegempaan.

“Saya berharap sinergi dan kolaborasi bisa memberikan rekomendasi-rekomendasi positif kepada pemerintah daerah sehingga bisa dapat segera diintegrasikan dalam kebijakan-kebijakan konkret. Mengingat, langkah dan sistem mitigasi kebencanaan menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah/kota sesuai Permendagri No 101 Tahun 2018,” tuturnya. (HRY)

Sumber: sindonews.com

captcha