“Kelompok jurnalis dan aktivis media itu mengeluarkan pernyataan tentang meningkatnya seruan publik dari berbagai kalangan untuk menyerang minoritas agama di India, terutama Muslim, dan mengatakan bahwa diam bukanlah pilihan mereka,” menurut IQNA mengutip UCA News.
Dengan menyatakan bahwa kadang-kadang (ancaman) untuk sebuah pemilihan, kadang-kadang demonstrasi politik atau diskusi tentang pakaian atau bahkan film, mereka menunjukkan bahwa meskipun ada liputan media tentang ancaman ini, namun reaksi para pemimpin negara itu adalah diam.
Merujuk pada kontroversi baru-baru ini di Karnataka atas jilbab bagi mahasiswi Muslim, para jurnalis mencatat kebencian sistematis yang disebarkan terhadap Muslim dengan dalih Covid-19, termasuk seruan oleh beberapa anggota parlemen untuk sanksi sosial-ekonomi terhadap Muslim.
"Istilah 'jihad korona' telah dibuat dan diperkuat secara mengkhawatirkan oleh bagian-bagian media," kata pernyataan itu.
Meskipun seruan terang-terangan untuk kekerasan atau sanksi terhadap komunitas (minoritas Muslim), eksekutif tampaknya tidak mau mematuhi kewajiban konstitusionalnya, dengan damikian memperkuat gambaran bahwa penjahat berada di luar hukum.
Menurut sensus nasional 2011, umat Hindu membentuk sekitar 80 persen dari 1,3 miliar penduduk India. Muslim merupakan minoritas terbesar di India dengan 14,3 persen dan Kristen 2,3 persen dari populasi. Minoritas lain, seperti Sikh, Buddha, Jain, Yahudi, dan Persia, memiliki kehadiran yang kecil dan tersebar di India.
Serangan yang ditargetkan terhadap Muslim dan Kristen telah meningkat sejak berkuasanya BJP (BJP) yang pro-Hindu pada tahun 2014. (HRY)