IQNA melaporkan, Berikut transkrip ceramah Gus Dur yang pada saat menyampaikan menjabat sebagai Ketua Umum PB Nahdatul Ulama:
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Allahumma shalli ala Muhammad wa ala alihi thahirin, wa laa hawla quwwata illa billahil aliyyil adzim.
Yang mulia, kuasa usaha, ad interim Kedutaan Besar Republik Islam Iran. Bapak dan saudara-saudara sekalian.
Saya merasa mendapat kehormatan sangat besar dengan ajakan dari bapak Dr. Murteza Hallaj untuk turut berbicara dalam majelis yang mulia ini. Yaitu majelis untuk memperingati atau mengenang tahun ketiga dari wafatnya Almaghfurlah Ayatullah Ruhullah al-Musawi al-Khomeini.
Ini adalah suatu kesempatan yang berharga bagi kita, untuk merenungkan kembali, melakukan refleksi akan apa yang telah dilaksanakan dan dijalankan oleh beliau semasa hidup. Apa yang ditinggalkan beliau bagi kita semua dan apa yang menjadi kewajiban kita seharusnya untuk kita lanjutkan.
Beliau adalah seorang pejuang besar, seorang tokoh sejarah, yang namanya terukir tidak akan dapat dihapuskan dari sejarah dunia. Beliau adalah pembentuk sejarah baru, setelah sekian lama Islam mengalami kemunduran, mengalami keterbelakangan, mengalami kemiskinan, mengalami penindasan dan lebih-lebih lagi mengalami kehinaan.
Dengan perjuangan yang tiada berhenti, tiada hentinya selama hidup beliau yang sampai berusia lebih dari 80 tahun, melalui jalan sebagai seorang ulama, seorang alim yang menggunakan hanya satu cara yaitu, mengajar, mengajak dan menyampaikan ajaran. Beliau telah berhasil merubah jalan pikiran tidak hanya bangsa Iran yang menjadi saudara kita bangsa Indonesia sebagai sesama muslim, tetapi juga seluruh dunia Islam dan bahkan sebenarnya merubah jalan pikiran seluruh dunia dari masa kini hingga seterusnya.
Bagaimanapun juga pikiran-pikiran dan contoh keteladanan yang beliau berikan telah memberikan bekasnya tersendiri sebagai sesuatu yang tidak dapat dihapuskan. Republik Islam telah berdiri di Iran, dan untuk kemudian akan diteruskan di mana-mana. Ini adalah suatu rintisan sangat dasyhat, suatu perubahan yang tidak tanggung-tanggung dalam cara hidup kaum muslimin.
Kalau Nabi kita, Nabi Besar Muhammad saw, telah membawakan perubahan mendasar dari sudut ajaran agama yang didahului oleh tauhid, merubah seluruh sejarah umat manusia dari sudut pemikiran, dari sudut pemahaman akan hubungan manusia dengan Tuhan. Maka al-maghfurlah Imam Khomeini telah berhasil membawakan suatu stadium baru dari perjuangan Islam, yaitu bahwa pelaksanaan ajaran Islam harus dilakukan melalui cara mengembangkan sebuah sistem kehidupan.
Jadi tidak dapat hanya sekedar ajaran saja, tetapi merupakan sesuatu yang harus manhaj, sesuatu dengan sistem tertentu yang dilaksanakan secara total dan dengan konsekuensi-konsekuensinya sendiri. Mungkin kita semua dapat saja berbeda pikiran dengan beliau mengenai bentuk dari sistem yang akan dikembangkan. Mungkin kita bahkan dapat berkelahi dengan beliau mengenai bagaimana cara sistem itu akan diberlakukan, tetapi satu hal yang jelas, bahwa kalau memang kita benar-benar orang Islam, kita harus mampu menerima dan memahami bahwa ajaran Islam hanya dapat dilaksanakan dalam suatu keutuhan yang bersifat sistem.
Jadi tidak bisa hanya sekedar dalam bentuk lepas-lepas, antara ibadah tidak ada kaitannya dengan muamalah, antara taklim tidak ada kaitannya dengan siyasah, antara perjuangan tidak ada kaitannya dengan hubungan sosial. Semuanya itu harus dijalin dengan ikatan Tauhid yang kuat, dengan suatu ketundukan yang mutlak pada hukum-hukum agama. Bahwa ketundukan mutlak pada hukum agama dapat diwujudkan dalam bentuk legislasi, atau dalam bentuk pengembangan etika sosial, itu hanyalah perbedaan dalam cara kita menerapkan Islam dalam kehidupan kita.
Tetapi sekali Islam kita terapkan maka penerapannya harus menyeluruh, harus meliputi sisi-sisi kehidupan yang berbagai-bagai. Karenanya, saya merasa tidaklah salah kalau kita katakan bahwa al-maghfurllah Imam Ruhullah Khomeini adalah bapak dari sistem yang berlandaskan pada ajaran Islam. Sedangkan ajaran Islam itu sendiri dibawakan dari keharibaan Allah Swt kepada kita oleh junjungan kita Nabi Muhammad saw. Tentunya dikemudian hari akan ada sisi-sisi lain dari pengembangan kehidupan kaum muslimin yang memerlukan kesungguhan, tekad yang keras, keuletan yang luar biasa untuk diwujudkan secara nyata dalam kehidupan. Itu tidak lain merupakan penerusan dari apa yang telah dirintis oleh Imam Ruhullah Khomeini.
Karena memang secara demikian dari satu ke lain tahap memerlukan waktu yang sangat panjang. Karena tiap-tiap tahap harus dikonsolidasikan, harus dikokohkan dan harus disediakan kemungkinan-kemungkinan pengembangannya. Kalau tidak, maka apa yang telah dicapai akan dapat segera runtuh dalam sekejap mata sebagaimana yang terjadi pada komunisme yang kita lihat dalam lima tahun terakhir ini.
Jadi karenanya, konsolidasi merupakan bagian yang tidak bisa diingkari, dari keharusan kaum muslimin di manapun, untuk meneruskan apa yang telah dirintis oleh Imam Ayatullah Ruhullah Khomeini. Sebab dengan cara beliau yang menyatakan Islam dalam bentuk yang utuh sebagai suatu sistem, maka siapapun termasuk yang tidak hidup dalam sistem yang beliau buat, terikat dengan keharusan untuk mengkosolidasikan apa yang telah dicapai itu.
Bersambung ke bagian II. (HRY)
Sumber: purnawarta.com