IQNA

Bagaimana Rahmat Ilahi Tidak Memiliki Syarat

15:19 - May 14, 2023
Berita ID: 3478378
TEHERAN (IQNA) - Dalam tema-tema religius, telah dikemukakan dua jenis rahmat ilahi. Pada jenis pertama, ada syarat, tetapi pada tipe kedua, semua syarat dihilangkan. Dalam Doa Sahar, terdapat ungkapan yang membuat kita memahami makna yang kedua, dan nampaknya dalam pandangan ini cinta dan kasih sayang yang berlaku, bukan perhitungan dan rasionalitas.

Hujjatul Islam wal Muslimin Mohammad Soroush Mahallati, seorang pengajar hauzah, membahas rahmat Allah yang luas dalam sesi syarah Doa Sahar (Ya Allah, Tuhanku! Aku memohon rahmat-Mu dengan keluasannya...”), dan Anda dapat membaca kutipan kata-katanya sebagai berikut:

Rahmat yang luas adalah rahmat yang tidak mengenal batas dan tidak terbatas serta mencakup semua makhluk dan tidak ada orang yang berada di luar rahmat ini.

Dalam Tafsir Al-Mizan, dikatakan tentang rahmat Allah yang maha luas: Rahmat yang maha luas, tak terbatas yang melampaui individu dan sosok-sosok tertentu dan tidak terbatas pada individu atau kelompok. Tidak ada pengecualian dalam rahmat ini.

Apakah ada syarat untuk rahmat Tuhan yang luas?

Apakah semua manusia mendapati rahmat yang begitu luas atau tidak? Allamah Thabathabai menjawab dalam Tafsir al-Mizan bahwa sebagian orang dicabut dari rahmat yang luas, bukan karena ada syarat dalam rahmat tersebut, tetapi karena sebagian orang tidak memiliki potensi, kapabilitas dan kapasitas untuk menerima rahmat tersebut. Bejana manusia harus memiliki kapasitas sedemikian rupa untuk menerima rahmat ini. Orang yang tidak mau dan tidak menerima serta pergi ke jalan lain, bukan karena Allah telah menghalanginya, tetapi hujan rahmat Allah telah turun, tetapi orang tersebut tidak meletakkan wadah di bawahnya atau membalikkannya, dan sebaliknya Rahmat Tuhan tidak terbatas dan tidak memiliki syarat.

Dua jenis rahmat

Kita dapat menerima bahwa rahmat ilahi terdiri dari dua jenis; Rahmat yang didasarkan pada potensi, kapabilitas, dan persiapan mencakup keadaan orang, dan seseorang telah menjaga kemurnian hatinya melalui amalan-amalan dan riyadhoh, dan karena telah menemukan kapasitas dan kelembutan spiritual, dia melihat rahmat ilahi dalam proporsi yang sama, yaitu disebut rahmat berdasarkan kinerja.

Jenis rahmat yang kedua adalah rahmat tanpa pamrih dan kelayakan. Apakah ini masuk akal atau tidak? Seseorang tidak mendapati kelayakan, tetapi Tuhan telah mengulurkan rahmat-Nya kepadanya. Dari beberapa doa yang sampai kepada kita dari para wali Allah, terlihat jelas bahwa kita harus meminta rahmat Tuhan, meskipun kita tidak memiliki kecakapan dan kelayakan untuk mendapatkannya. Dalam munajat Sya’baniyah, kita membaca bahwa, Tuhanku, jika aku tidak layak memperoleh kasih-Mu, Engkau sangat layak untuk memberikan anugerah kepadaku dengan keluasan karunia-Mu.

Dalam doa Abu Hamzah juga disebutkan bahwa, “Dan kami mengetahui bahwa kami tidak berhak (atas itu semua) dengan amalan-amalan kami, akan tetapi, (hal itu karena) pengetahuan-Mu terhadap kami dan keyakinan kami bahwa Engkau tidak akan menyingkirkan kami dari-Mu meskipun kami tidak berhak mendapatkan rahmat-Mu. Engkau sangat layak untuk memberikan anugrah kepada kami dan kepada orang-orang yang berdosa. Demi karunia-Mu yang luas maka, curahkanlah karunia-Mu atas kami dengan apa yang layak bagi-Mu dan limpahkanlah kedermawanan-Mu atas kami”.

Pada tipe pertama, ada syarat, tetapi pada tipe kedua, semua syarat ini dihilangkan. Di sana dibahas perhitungan dan rasionalitas, dan di sini dibahas cinta dan kasih sayang. Ketika kita memperhatikan ungkapan "Ya Allah, Tuhanku! Aku memohon rahmat-Mu dengan keluasannya...”, kami meminta Tuhan untuk mengesampingkan perhitungan ini dalam interaksi kami dan memberi kami rahmat yang luas. Rahmat yang tidak memiliki syarat apapun dan dapat digunakan tanpa kualifikasi dan kompetensi apa pun. (HRY)

captcha