IQNA

Metode Pendidikan Para Nabi/ Ibrahim (as) 1

Awal Pendidikan dengan Menjelaskan Akibat Perbuatan

18:01 - May 28, 2023
Berita ID: 3478437
TEHERAN (IQNA) - Nabi Ibrahim (as) dalam hubungan pendidikannya dengan umatnya, sebelum melakukan tindakan apa pun, dia mencoba menunjukkan hasil kinerja mereka di hadapan mata mereka.

Di zaman ketika kemajuan teknologi telah mempengaruhi moral dan perilaku manusia, sangat penting untuk mengenal metode pendidikan yang mengarah pada perbaikan perilaku individu dan masyarakat.

Salah satu metode pendidikan yang populer di kalangan orang tua dan guru adalah mengenalkan anak dengan akibat perbuatan. Dan metode ini dapat diimplementasikan dengan dua cara:

Pertama, pelatih (orang yang mendidik) memberi tahu binaan (orang yang dilatih) tentang konsekuensi tindakannya dengan cara yang tidak menyebabkan frustrasi atau merusak harga diri orang tersebut.

Kedua. Pelatih melepaskan binaan dari apa yang dia larang dilakukan. Sehingga guru sendiri yang menghadapi akibat pekerjaannya dan menerima tanggung jawabnya.

Allah swt, satu-satunya guru dunia, telah menggunakan metode ini dan telah dibuktikan berkali-kali kepada manusia melalui pengalaman, misalnya: Ketika seseorang ditimpa musibah, dia selalu bertanya-tanya mengapa dia dizalimi dan dizalimi oleh siapa? Sedangkan menurut Alquran, jika suatu musibah menimpa seseorang, itu karena perbuatannya yang tidak terpuji:

ما أَصابَکَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَ ما أَصابَکَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِکَ

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” (QS. An-Nisa: 79) Untuk alasan ini, untuk menyadarkannya akan akibat perbuatannya, Allah berfirman:

وَ مَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَ لَاكِن كَانُواْ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُون

“Dan Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang selalu menganiaya diri mereka sendiri”. (QS. An-Nahl: 33)

Nabi Ibrahim (as), yang merupakan salah satu nabi Ulul Azmi dan disebutkan dalam banyak ayat Alquran, juga menggunakan metode ini. Dalam kapasitas menyadarkan dan menginformasikan kaum musyrik tentang konsekuensi dari tindakan mereka, Nabi mengatakan:

وَ كَيْفَ أَخافُ ما أَشْرَكْتُمْ‏ وَ لا تَخافُونَ أَنَّكُمْ أَشْرَكْتُمْ‏ بِاللَّهِ ما لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ عَلَيْكُمْ سُلْطاناً فَأَيُّ الْفَريقَيْنِ أَحَقُّ بِالْأَمْنِ

“Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak memperoleh keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?” (QS. Al-An’am: 81)

Sejatinya, Nabi Ibrahim (as) mengembalikan orang-orang musyrik ke kontradiksi batin mereka dan berkata: Anda menyeru saya untuk takut pada hal-hal yang tidak perlu ditakuti, sementara Anda sendiri tidak takut pada yang semestinya harus Anda takuti (Tuhan).

Nabi Ibrahim dengan sindiran memperingatkan mereka bahwa jika Anda terus melakukan kemusyrikan dan tidak takut kepada Tuhan, tindakan Anda tidak akan memiliki konsekuensi selain dikenakan hukuman ilahi. (HRY)

 

captcha