IQNA

Konsep Etika dalam Alquran/ 10

Jidal; Sebuah Jalan yang Mengarah pada Hilangnya Kebenaran

17:54 - July 07, 2023
Berita ID: 3478607
TEHERAN (IQNA) - Mujadalah sangat dilarang dalam Islam, karena pihak yang berselisih terinfeksi kefanatikan dan tujuannya adalah untuk mencari keunggulan, bukan untuk mengklarifikasi kebenaran.

Satu contoh perbuatan yang menyebabkan kebenaran tertutup dan kebatilan menang adalah berdebat. Berdiskusi bisa dengan dua cara. Pertama, kedua belah pihak mencapai hasil yang menguntungkan dengan tujuan mencapai kebenaran dan mengikuti jalan yang benar.

Kedua, kedua belah pihak atau setidaknya satu pihak tidak memiliki pengetahuan tentang topik tersebut. Akibatnya, dia banyak berbohong hanya untuk memenangkan argumen ini. Jenis mujadalah ini dikecam dari sudut pandang Islam dan dianggap sebagai salah satu dosa besar. Karena tercemar fanatisme dan dilakukan hanya untuk mencari keunggulan, bukan untuk mengklarifikasi hakikat.

Dalam ayat-ayat Alquran, disebutkan tentang mujadalah dan diskusi yang tidak ilmiah dan fanatik:

وَ لَقَدْ صَرَّفْنا فِى هذا الْقُرآنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَ كانَ الْانْسانُ اكْثَرَ شَىْ‌ءٍ جَدَلًا

Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Quran ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” (QS. Al-Kahfi: 54)

Ungkapan ini digunakan dengan baik bahwa orang yang tidak berpendidikan lebih mengedepankan mujadalah daripada makhluk lainnya. Dan bagaimanapun, ungkapan ini menunjukkan bahwa jika seseorang menyimpang dari fitrah suci pertama, dia beralih ke mujadalah. Dan dengan kata-katanya yang batil dan fanatik, dia melawan kebenaran dan menghalangi jalan petunjuk, dan inilah malapetaka terbesar dalam hidup manusia sepanjang sejarah.

وَ مِنَ النَّاسِ مَنْ يُجادِلُ فِى اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَ يَتَّبِعُ كُلَّ شَيْطانٍ مَرِيد

“Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang jahat”. (QS. Al-Hajj: 3) Menariknya adalah di akhir ayat ini, orang-orang yang bermujadalah dianggap sebagai pengikut setiap setan yang memberontak, dan ungkapan ini menunjukkan bahwa jidal batil adalah jalan setan, dan setiap setan masuk ke dalam pihak yang berselisih, dan menarik mereka ke jalannya (yaitu memberontak) mengungkapkan fakta bahwa para pihak yang berselisih berada di barisan pemberontak yang melawan kebenaran.

وَ انَّ الشَّياطِينَ لَيُوحُونَ الى اوْلِيائِهِمْ لِيُجادِلُوكُمْ وَ انْ اطَعْتُمُوهُمْ انَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

“Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-An’am: 121) Mujadalah batil mereka adalah bahwa mereka mengatakan; jika kita memakan daging hewan mati, itu karena Tuhan membunuhnya, dan itu lebih baik daripada hewan yang kita bunuh. Sejatinya, keharaman daging mati adalah semacam pengabaian terhadap pekerjaan  Tuhan.

Pembenaran buruk dan batil untuk memakan bangkai ini adalah hal yang sama yang disarankan setan jenis manusia dan jin kepada teman-teman mereka, sehingga dengan bantuannya mereka dapat berdebat dengan kebenaran, dan membandingkan daging mati yang tercemar dengan daging hewan yang bersih yang disembelih atas nama Allah, dan menganggap itu lebih unggul!! Ungkapan ini digunakan dengan baik dimana argumen semacam itu memiliki motif setan. (HRY)

Kunci-kunci: Mujadalah ، Akhlak ، Alquran  ، Hakikat
captcha