IQNA

Metode Pendidikan Para Nabi, Nuh (as)/ 35

Kasih Sayang dalam Pendidikan Nabi Nuh (as)

15:27 - November 18, 2023
Berita ID: 3479226
TEHERAN (IQNA) - Sementara metode pendidikan yang ada, seperti bintang yang diperuntukkan bagi manusia, tidak terhitung banyaknya dari segi kuantitas. Namun, cahaya dan kecemerlangan cinta dan kasih sayang lebih dari semua bintang ini.

Salah satu metode pendidikan yang dihadapi seseorang sejak ia dilahirkan adalah cinta dan kasih sayang. Kasih sayang adalah salah satu perasaan pertama yang dipahami dan dengannya ia tumbuh besar. Namun, cinta dan kasih sayang tersebut terbagi menjadi dua kategori:

1- Cinta dan Kasih sayang yang rasional: Dalam cara ini, selain perasaan terlibat, logika juga mempunyai andil yang cukup besar, bahkan cinta seperti ini juga disertai dengan kemanfaatan yang membuahkan hasil yang baik. Dalam cinta kasih seperti ini, pelatih (pendidik) hanya mempertimbangkan kepentingan peserta pelatihan (trainee), tanpa peduli apakah anak didik itu sendiri menyukainya atau tidak. Misalnya saja seorang ibu yang anaknya terluka akibat kecelakaan, sehingga harus dilakukan pembedahan terhadapnya. Tentunya dalam keadaan normal, seorang ibu tidak suka duri sekalipun menyentuh kaki anaknya, namun dalam keadaan itu ia membiarkan tubuhnya terkoyak demi mengobatinya.

2- Cinta dan kasih sayang yang tidak rasional: Dalam cinta seperti ini, logika ditinggalkan dan keinginan-keinginan manusia menggantikan logika. Metode ini tidak selalu memberikan hasil yang baik, dan dalam banyak kasus, anak didik mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Misalnya: Asumsikan seorang atlet ingin bermain dalam pertandingan penting tanpa pemanasan dan latihan fisik, dan pelatihnya mengizinkan dia bermain karena dia mempunyai kecintaan pribadi terhadapnya. Wajar jika atlet ini mengalami cedera dalam pertandingan ini dan masa depan olahraganya terancam.

Nabi Nuh (saw) sebagai salah satu nabi Allah menggunakan cara ini untuk menarik manusia kepada agama Allah. Wajar jika seseorang tidak bisa tetap tenang menghadapi perilaku buruk dan kemarahan orang lain dan selalu menghadapinya dengan penuh toleransi. Namun seperti yang kita lihat dalam riwayat pendidikan Nabi Nuh dalam Alquran, ia memperlakukan kaumnya secara kebapakan atas penganiayaan kaumnya.

Disebutkan dalam hadits bahwa Nuh hidup (berdakwah) selama 950 tahun. Artinya, orang-orang pada masanya mengejek dan melecehkan nabi ini selama 9 abad. Terhadap perilaku ini, Nabi Nuh bersabda:

قالَ يا قَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلالَةٌ وَ لكِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعالَمِينَ أُبَلِّغُكُمْ رِسالاتِ رَبِّي وَ أَنْصَحُ لَكُمْ وَ أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ ما لا تَعْلَمُونَ

Nuh menjawab: "Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam".

"Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasehat kepadamu. dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui". (QS. Al-A’raf: 61-62)

Mengenai akar kata (nashaha) yang disebutkan oleh Nabi Nuh telah dikatakan: Kata “nashaha” artinya suci dan tidak terikat. Kata-kata yang diucapkan karena niat murni dan kebajikan disebut “Nush”.

Nabi Nuh berbicara kepada mereka dengan segala kasih sayang melawan hinaan yang diberikan orang-orang kepadanya dan menyatakan kasih sayang beliau kepada mereka. Padahal, kasih sayang itu untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadinya. (HRY)

captcha