Hama lisan lainnya yang menghancurkan ikatan dan menggantikan cinta dan kebencian dengan permusuhan adalah Mira’. Mira’ secara bahasa berarti “bertarung” dan “melawan” dan menurut para ulama akhlak artinya: “Menyanggah dan membantah perkataan orang lain untuk menampakkan cacat perkataannya”. Mira’ muncul dengan motivasi mencari keunggulan dan pamer secara ilmiah, dalam artian dalam percakapan dengan orang lain, seseorang berkeberatan dan menolak perkataannya untuk menunjukkan kecerdasan, ketelitian dan kepandaiannya; oleh karena itulah Mira’ merupakan salah satu perbuatan buruk yang bersumber dari sifat buruk internal.
Para pemuka agama, mengingat dampak dan akibat yang tidak menyenangkan, melarang manusia melakukan hal tersebut dan menyalahkan orang yang melakukannya. Rasulullah saw bersabda: “La Tamaru Akhaka/ Janganlah kamu melakukan berbantahan dengan saudaramu”. Atau dalam hadis lain dikatakan,
أَوْرَعُ النَّاسِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًا
“Orang yang paling wara’ adalah orang yang meninggalkan perbantahan, meskipun dia benar."
Mira’ adalah penyakit akhlak dan orang yang mengidapnya mempunyai jiwa dan raga yang sakit. Sumber dari perilaku buruk ini adalah sifat-sifat buruk ego, yang meliputi permusuhan dan dendam, iri hati, kesombongan, cinta jabatan atau kekayaan. Akibat perbuatan buruk ini antara lain matinya hati, tertinggal dalam kebodohan, rusaknya amal saleh, rusaknya tali silaturahmi, terciptanya kebencian dan kemunafikan.
Kelalaian manusia terhadap dampak buruk Mira’ menyebabkan dia terkontaminasi oleh tindakan ini; oleh karena itu, memperhatikan dampak buruknya di berbagai dimensi membuat ruh tidak menyukai Mira’, dan kebencian serta rasa jijik menyebabkan seseorang menjauh dari praktik ini. Cara lain untuk menghindari sifat buruk ini adalah dengan bertindak melawan mira’ dalam praktik. Artinya berkata baik dan berhati-hati agar perilaku baik tersebut menyatu dengan ruh. (HRY)