Menurut Iqna, Raja Ummu Hadi, seorang profesor di hauzah putri Bahrain, berbicara dalam program khusus "Jihad Riwayat" yang diselenggarakan atas prakarsa Departemen Asia Barat Manajemen Peziarah Non-Iran Haram Suci Razavi, khususnya untuk sekelompok perempuan berbahasa Arab dari Bahrain, Irak, Lebanon, dan Arab Saudi, di serambi Dar al-Rahmah. Ia mengupas peran perempuan di era awal Islam dan menyatakan: "Berdasarkan sumber-sumber Syiah dan Sunni yang ada, metode dan pendekatan Nabi (saw) dalam menafsirkan kondisi perempuan dan mendukung mereka cukup luar biasa. Bahkan, Nabi (saw) memberikan identitas kemanusiaan kepada perempuan, yang menyebabkan perempuan mencapai pertumbuhan intelektual, ilmiah, dan pribadi yang signifikan dengan datangnya Islam, dan masyarakat Arab pada masa itu mengalami revolusi budaya terkait perempuan. Oleh karena itu, dalam beberapa tahun, perempuan masa Jahiliyah diangkat ke tingkat sahabat Rasulullah."
“Dalam pertemuan ini, akan dibahas kedudukan perempuan dari sudut pandang Nabi Muhammad (saw), yang meliputi pemberian identitas kemanusiaan kepada perempuan, penghormatan dan dukungan kepada perempuan, pemberian kebebasan dan kewenangan kepada perempuan, pendidikan bagi perempuan, kesetaraan hak asasi manusia antara laki-laki dan perempuan, perbedaan hak gender antara laki-laki dan perempuan, keberadaan perempuan dalam masyarakat di berbagai bidang budaya, kedokteran, politik, ilmiah, militer, dan sebagainya,” tambahnya.
Ummu Hadi melanjutkan: “Akan dikaji kedudukan perempuan dalam masyarakat Islam pada masa Nabi (saw) yang hadir dalam berbagai wujudnya. Sebelum datangnya Islam, perempuan dalam masyarakat Arab lebih banyak atau lebih sedikit aktif dalam kegiatan sosial, termasuk ekonomi dan ketenagakerjaan, tetapi pokok bahasan yang akan dikaji adalah apakah dengan datangnya Islam dan pemerintahan Nabi (saw), perempuan diperbolehkan untuk aktif secara sosial atau apakah Nabi Muhammad (saw) menentang kegiatan sosial perempuan”.
Ia menyatakan, hasil yang diperoleh menunjukkan persetujuan dan afirmasi Nabi Muhammad saw terkait kehadiran perempuan yang aktif dan sehat dengan tetap menjaga batasan dan sesuai dengan syariat Islam. Perempuan seperti ini disebut sebagai orang-orang yang sukses dan berharga. Mengenai status perempuan, Nabi Muhammad saw mendobrak tradisi masyarakat Arab saat itu dan memperkenalkan tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan perempuan dan laki-laki dalam hal memiliki akhlak yang mulia.
Patut dicatat bahwa dalam acara spiritual ini, yang dihadiri oleh seratus peziarah perempuan berbahasa Arab, diselenggarakan berbagai program, termasuk pembacaan hadis Kisa, pidato keagamaan, dan maqtal musibah yang menimpa Ahlulbait (as).