
Menurut Iqna mengutip Al Jazeera, dalam sebuah program berjudul "Anak-Anak Pionir", 44 anak syuhada di Gaza diberi penghargaan atas hafalan Alquran mereka.
Proyek ini bertujuan untuk mengganti kehilangan seorang ayah bagi anak-anak ini dengan menyediakan lingkungan pendidikan dan pengasuhan bagi mereka untuk pertama kalinya di Jalur Gaza.
Acara tersebut diadakan di kamp pengungsi Al-Bureij di Jalur Gaza tengah untuk merayakan keberhasilan anak-anak dalam menghafal Alquran.
Acara tersebut dihadiri oleh keluarga anak-anak, sekelompok wali, dan guru. Acara tersebut mencakup bagian keagamaan dan pendidikan seperti pembacaan Alquran dan pertunjukan teater di mana anak-anak menggambarkan pengalaman mereka dalam menghafal Alquran dan mempelajari biografi Nabi serta nilai-nilai Islam.
Para penyelenggara proyek tersebut mengkonfirmasi bahwa acara tersebut berlangsung selama empat bulan meskipun dalam kondisi keamanan yang sulit. Proyek ini berfokus pada pengajaran Alquran, termasuk pembacaan dan penafsiran, bersama dengan kehidupan Nabi dan etika Islam, dengan tujuan membesarkan anak-anak para syuhada di atas fondasi agama dan pendidikan yang kokoh.
Para pejabat mencatat bahwa proyek ini diawasi oleh guru perempuan ahli dan bertujuan untuk mengkompensasi kehilangan seorang ayah dengan menyediakan lingkungan pendidikan yang membina yang membantu membangun generasi yang sadar dan berkomitmen pada nilai-nilai dan identitasnya.
Di akhir acara, anak-anak yang telah menghafal Alquran diapresiasi dalam suasana spiritual dan penuh sukacita. Semua organisasi pendukung dan pihak yang terlibat dalam proyek ini diberi ucapan terima kasih, dan para hadirin berdoa agar anak-anak ini menjadi pembawa Alquran dan pemimpin masa depan.
Dalam Perang Gaza, Israel, dengan dukungan Amerika Serikat, melakukan genosida yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mengakibatkan gugurnya lebih dari 70.000 warga Palestina dan melukai lebih dari 171.000 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan.
Perang tersebut menyebabkan kehancuran yang meluas, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan biaya pembangunan kembali wilayah tersebut sekitar 70 miliar dolar AS. (HRY)