IQNA

Penerbitan Ulang Wawancara IQNA dengan Allamah Bahrul Ulum Dikarenakan Wafatnya

Dunia Islam Membutuhkan Koeksistensi Damai antar Berbagai Penganut Mazhab

10:37 - August 27, 2025
Berita ID: 3482597
IQNA - Allamah Sayyid Muhammad Ali Bahrul Ulum, seorang pengajar di hauzah Najaf yang dimakamkan di Najaf Asyraf kemarin, menyatakan dalam sebuah wawancara dengan IQNA pada tahun 1401 HS: "Yang kita butuhkan saat ini adalah membangun koeksistensi damai antar mazhab-mazhab Islam. Setiap mazhab memiliki prinsip-prinsip fikih khusus dan teologis serta hukum agamanya sendiri, dan pendekatan tidak mungkin seperti yang dipikirkan sebagian orang, dan koeksistensi damai antar mazhab harus dibangun."

Sayyid Muhammad Ali Bahrul Ulum merupakan salah satu tokoh agama, intelektual, dan sosial terkemuka di Irak dan berasal dari keluarga ulama terkenal Al Bahrul Ulum di Najaf Asyraf; sebuah keluarga yang telah menghasilkan banyak marja’ dan ulama besar selama berabad-abad terakhir.

Sayyid Muhammad Ali Bahrul Ulum adalah seorang pengajar terkemuka di hauzah ilmiah Najaf dan putra Hujjatul Islam wal Muslimin Muhammad Bahrul Ulum.

Ia dikenal karena kontribusinya yang luas di bidang keagamaan, sosial, dan intelektual, serta memiliki pengaruh yang signifikan di kalangan budaya dan politik. Selain itu, ia memiliki posisi tinggi di hauzah dan di kalangan masyarakat Irak.

Ia wafat di Kuwait pada Sabtu malam, 23 Agustus, dan dimakamkan Senin kemarin,(25), di Bainal Haramain dengan dihadiri secara resmi dan publik, serta setelah pelaksanaaan salat jenazah di Najaf.

Menjelang Pekan Persatuan, yang menjadi ajang untuk memperkuat persatuan antara Syiah dan Sunni serta untuk menganalisis kelemahan dan kekuatan solidaritas antar semua mazhab Islam, kami mengulas percakapan antara Ustad Sayyid Muhammad Ali Bahrul Ulum dan seorang reporter IQNA di Najaf pada tahun 1401 HS, di mana ia menyatakan, "Yang kita butuhkan saat ini adalah menciptakan koeksistensi damai antar mazhab Islam, dan ketidaktahuan antar mazhab tentang prinsip-prinsip keyakinan masing-masing menyebabkan kesalahpahaman dan perpecahan."

Faktor Internal dan Eksternal yang Melemahkan Umat Islam

Allamah Sayyid Muhammad Ali Bahrul Ulum menambahkan: “Kelemahan ini merupakan akibat dari faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal seperti kekuatan kolonial besar yang mendominasi negara-negara Islam dan faktor internal mencakup kelemahan ilmiah yang nyata dari masyarakat dan pemerintahan Islam yang memerintah negara-negara Islam selama berabad-abad terakhir, yang berarti selama berabad-abad terakhir kita telah terjebak dalam pemerintahan yang anti-sains, anti-kemajuan, dan anti-berpegah teguh sejati terhadap Islam. Hal ini telah menyebabkan melemahnya kemampuan sosial, fundamental, ideologis, dan ilmiah negara-negara tersebut”.

Bahrul Ulum menyatakan: “Selain itu, rencana kolonial dan dominasi kekuatan-kekuatan besar atas wilayah-wilayah Islam yang kaya raya, dan kenyataan bahwa seluruh dunia mengincar kekayaan dan wilayah-wilayah ini, merupakan faktor lain yang menyebabkan kemunduran”.

Perlunya meningkatkan pemahaman antar mazhab

Hujjatul Islam Bahrul Ulum melanjutkan: “Sesungguhnya, kita perlu melihat bagaimana kita memandang kedekatan antarmazhab. Seratus tahun yang lalu, masalah utamanya adalah ketidaktahuan akan mazhab-mazhab pemikiran, khususnya Imamiyah. Artinya, para ulama Sunni dan ulama lainnya tidak menyadari banyak prinsip dan fondasi mazhab Imamiyah. Oleh karena itu, para ulama Syiah mulai menerbitkan karya-karya Syiah secara luas pada tahun 1950-an. Almarhum Ayatullah Boroujerdi dan almarhum Sayyid Hakim menerbitkan buku-buku tentang mazhab Imamiyah dan fikihnya pada tahun 1950-an dan 1960-an”.

Dialog dan saling menerima; prasyarat koeksistensi antar agama

Pengajar hauzah ini menekankan: “Yang kita butuhkan saat ini adalah menciptakan koeksistensi damai antar mazhab Islam. Gagasan kedekatan antar mazhab bukanlah gagasan yang matang untuk dipraktikkan. Setiap mazhab memiliki prinsip-prinsip fikih dan teologis serta hukum-hukum mazhabnya sendiri, dan pendekatan tidak mungkin seperti yang dipikirkan sebagian orang, dan koeksistensi damai antar mazhab harus ditegakkan. Koeksistensi berarti menerima pihak lain, membuka jalur dialog, menerima pemikiran, pendapat, dan tuntutan pihak lain, serta tidak mengkafirkan dan membunuh. Inilah yang kita butuhkan agar mazhab-mazhab ini dapat bekerja sama demi kehidupan dan masa depan yang lebih baik”. (HRY)

4301738

captcha