
Peristiwa Asyura bukan hanya momen penting dalam sejarah Islam, tetapi juga sumber hidup untuk menafsirkan ulang kebenaran, membangkitkan hati nurani manusia, dan menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan yang sejati. Di antara tokoh-tokoh besar peristiwa ini, Sayyidah Zainab al-Kubra (as) memegang posisi terhormat dan tak tertandingi. Dengan memainkan peran ilahi dan penuh kesadaran, beliau mampu menyampaikan pesan Asyura ke telinga sejarah dari pusat penyensoran, distorsi, dan penindasan di salah satu periode tergelap dalam sejarah Islam, dan menjaga agar jalan petunjuk tetap jelas bagi generasi mendatang.
Pernyataan dan perilaku Sayyidah Zainab (as) pasca-insiden Karbala merupakan contoh sempurna dakwah agama yang terarah, dipadukan dengan rasionalitas, emosi, keberanian, dan keimanan. Beliau adalah orang pertama yang menentang distorsi sejarah dengan menggunakan metode yang mirip dengan paparan media, merekonstruksi narasi yang benar dan membaca ulang kebenaran, serta dalam praktiknya menghadirkan model sempurna media keagamaan dan dakwah yang sadar. Pernyataan dan sikap beliau di Kufah dan Syam tidak hanya meriwayatkan penindasan terhadap Ahlulbait (as), tetapi juga dianggap sebagai manifestasi rasionalitas, wawasan, dan pengelolaan emosi yang setinggi-tingginya.

Dari perspektif dakwah, Sayyidah Zainab (as) mampu mengungkapkan konsep-konsep ketuhanan yang mendalam secara efektif dan manusiawi dengan memadukan respons rasional dan emosional. Beliau menunjukkan bahwa untuk memberikan dampak nyata pada masyarakat, persuasi mental saja tidak cukup, tetapi hati, perasaan, dan pengalaman hidup para pendengar juga harus diperhatikan. (HRY)