IQNA

Islamologis Malaysia:

Melupakan Pandangan Alquran dalam Menafsirkan Masalah Terimbas dari Barat

18:02 - July 07, 2018
Berita ID: 3472309
MALAYSIA (IQNA) - Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islamologis Malaysia dalam pertemuan dengan atase kebudayaan Iran mengatakan: “Sebagian besar cendekiawan dunia muslim, menafsirkan masalah dan pandangan-pandangan Islam di bawah pengaruh pemikiran barat dan melupakan pandangan-pandangan Qurani dalam hal ini”.

 Melupakan Pandangan Alquran dalam Menafsirkan Masalah Terimbas dari Barat

Menurut laporan IQNA dilansir dari situs informasi organisasi kebudayaan dan komunikasi Islam, Ali Mohammad Sabeghi, atase kebudayaan Iran di Malaysia, melakukan pertemuan dan dialog dengan Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islamologis, filsuf Malaysia dan pendiri ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization).

Pada pertemuan ini, yang diadakan di rumah pemikir Malaysia ini, atase kebudayaan Iran dengan mengapresiasi upaya ilmiah dan kegiatan mendalam dari Syed Muhammad Naquib al-Attas, telah menyampaikan salam komunitas ilmiah Iran kepadanya.

Syed Muhammad Naquib al-Attas berusia 89 tahun, yang menghabiskan masa pensiunnya di rumah sebagai akibat dari usia lanjutnya. Dengan berterima kasih atas kecintaan orang-orang Iran terhadap dirinya mengatakan, selama bertahun-tahun kegiatan ilmiahnya di berbagai negara, hanya orang Iran yang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang aktivitas dan upaya dirinya.

Dia kemudian mengisyaratkan sejumlah peringatan untuk dirinya oleh himpunan kebanggaan Iran Tehran pada tahun 2002, perjalanannya ke Isfahan, Qom dan mengunjungi perpustakaan Ayatullah Mar’asyi juga bertemu dengan para tokoh ilmiah Iran.

Syed Muhammad Naquib al-Attas terus lebih lanjut menyebutkan deskripsi singkat tentang kegiatan ilmiah terbaru dan buku terbarunya, berjudul "Keadilan dan Sifat Manusia", dan mengabarkan tentang penulisan buku barunya.

Dia demikian juga dengan mengisyaratkan diskusi ilmiah di antara para ulama Islam tentang agama, nabi, kreasi manusia dan isu-isu sejarah, mengatakan, sayangnya, sebagian besar ulama dunia muslim berada di bawah pengaruh doktrin-doktrin para cendekiawan Barat dan sosiologi dan antropologi Barat serta menafsirkan isu-isu dan pandangan Islam menurut interpretasi dan interpretasi mereka, dari sejarah penciptaan manusia dan sejarah para nabi juga telah melupakan pandangan Qurani dalam hal ini.

Melupakan Pandangan Alquran dalam Menafsirkan Masalah Terimbas dari Barat

Kemudian, Syed Muhammad Naquib al-Attas dengan mengisyaratkan kegiatan ilmiahnya di ISTAC dan pencapaian prestasi ilmiah serta pelatihan para peneliti luar biasa dari institut ini dan perpustakaan besar yang telah ia sediakan dengan usaha-usahanya yang besar, juga menyayangkan kondisi institut saat ini, yang tidak digunakan dan tidak adanya keceriaan ilmiah seperti dulu lagi dan mengatakan, hasil keterlibatan politisi dalam masalah ilmiah dan masuknya politik ke dalam bidang pemikiran tak lain akan membuahkan ini.

Mengenal Syed Muhammad Naquib al-Attas

Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas, seorang Islamologis, filsuf dan pendiri ISTAC. Karya-karyanya yang terkenal terutama ditulis dalam pengasuhan generasi baru berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan kritik terhadap prinsip-prinsip pendidikan moral Barat. Teori-teorinya yang menarik adalah Islamisasi humaniora di universitas-universitas dunia Islam. Dia juga memiliki banyak penelitian tentang mistik dari kawasan Asia Tenggara dan pandangan mistis mereka, termasuk Hamzah al-Fansuri, Raniri, dan lain-lain.

Naquib al-Attas lahir di Indonesia tanggal 5 September tahun 1931 di kota Bogor, Indonesia, dan berasal dari para habaib (Alawi) Indonesia, yang nasabnya bersambung dengan Imam Ja'far al-Shadiq (as), dan generasi ketigapuluh tujuh dari keturunan Rasulullah (saw). Ketika berusia lima tahun, ia dikirim ke kota Johor untuk pendidikan dasar dan ia menghabiskan pendidikan dasarnya di sana. Setelah itu, ia kembali ke Jawa dan belajar bahasa Arab di sekolah ‘Urwah al-Wusqa di Sukabumi, Indonesia.

Setelah kembali ke kota Johor dan belajar bahasa Inggris dari tahun 1946 hingga 1951, ia berkenalan dengan manuskrip Islam dalam pelbagai disiplin ilmu. Selama waktu ini ia mampu belajar sastra klasik bahasa Inggris. Karena keberhasilannya di bidang pendidikan, anggota parlemen Inggris menunjuk Naquib al-Attas menjadi kandidat belajar di akadmi militer inggris dan dari tahun 1952-1955 ia terlibat dalam pendidikan ilmu militer di London.

Di akademi militer Inggris, Dr. Al-Attas berkenalan dengan karya-karya mistikus dan sarjana Iran seperti Jami. Buku Lawayih Jami sangat berpengaruh padanya. Dia, di bawah pengaruh pemikiran mistik, memutuskan untuk menulis buku tentang mistisisme Melayu dan pemikiran mistis mereka.

Melupakan Pandangan Alquran dalam Menafsirkan Masalah Terimbas dari Barat

Dia kemudian diundang untuk melanjutkan belajar di Universitas McGill dan pada saat yang sama, ia menerima gelar master dalam menulis tentang Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Aceh, mistik Melayu pada abad ketujuh belas. Setelah itu, ia menulis sebuah risalah tentang pemikiran mistik Hamzah al-Fansuri, seorang mistis Melayu kenamaan serta pemikirannya, dan menerima gelar doktornya dari East London School of Languages.

Banyak karya telah diterbitkan di bidang ilmu-ilmu Islam, yang mencakup lebih dari dua puluh lima jilid buku dan sejumlah besar artikel, berjudul "Penghasilan pada Kosmologi Islam" (Terjemahan Dr. Mehdi Mohaqiq), "Islam dan Keduniwian" (terjemahan oleh Ahmad Aram), "Tingkatan dan Derajat Wujud" (diterjemahkan oleh Seyyed Jalaluddin Mojtaba), termasuk yang diterbitkan dalam bahasa Persia.

Pada tahun 2002, dalam sebuah acara resmi, Profesor Naquib al-Attas mendapat penghormatan dari Asosiasi Kebudayaan di Teheran, dan membuat biografi dan menerjemahkan sejumlah artikelnya yang berjudul "Biografi dan Layanan Ilmiah dan Budaya dari seorang Guru dan ahli Islam Kenamaan, Profesor Dr. Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas" diterbitkan oleh Asosiasi Mafakhir.

Salah satu kegiatan yang paling bertahan lama dari pemikir besar Melayu ini adalah pembentukan Institut ISTAC Malaysia, markas besar untuk mendidik generasi intelektual dan pemikir di dunia Islam. Pusat itu memiliki perpustakaan fasilitas yang kaya dan dibangun dengan corak arsitektur Islam Andalusia, dalam beberapa tahun terakhir, dengan melihat kebijakan-kebijakan pemerintah sebelumnya di Malaysia dan pensiunnya lebih awal Profesor Al-Attas, terlepas dari banyaknya sumber daya dan fasilitas ilmiahnya yang kaya, iapun melewati masa terlupakannya.

Lembaga ini didirikan oleh Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas pada tahun 1991 di ibukota Kuala Lumpur, Malaysia, dan bertujuan untuk mempromosikan studi Islam, penelitian, mendidik generasi muda dan menciptakan tempat sentral untuk penerbitan, penelitian dan telaah dalam bidang peradaban Islam.

 

http://iqna.ir/fa/news/3727576

 

 

captcha